10. 부부|| Positif Gila

1.6K 230 17
                                    


"Lo mau sampai kapan nih, cuti?"

"Mentang-mentang pemilik lo, ya?!"

Ali meletakkan ponsel pintarnya di atas meja bar, sedang dirinya sudah beranjak mendekati lemari pendingin. "Gimana ya, Dip? Gua udah keburu beli unit di sini," katanya yang kemudian meringis Ketika mendengar seruan tinggi dari seberang sana. Dipta terdengar sangat kesal sepertinya. "Areanya dekat pantai by the way." Dan seorang Ali Sandya dengan mudahnya mengatakan kalimat seperti itu dikala tahu jika ucapannya tersebut akan semakin memancing kekesalan Dipta.

"San, kalau mau firm aini mau tutup, kabari gue, ya? Gue bakal jadi orang pertama yang akan masukkan surat pengunduran diri."

"Santai. Sebelum itu terjadi, lo orang pertama yang gua tending."

"Bangsatnya mulut lo. Eh, gue serius. Enggak biasanya lo betah dinas luar kota. Kenapa? Ada bule yang nyantol?"

Tidak yang Ali katakan. Pria itu hanya tertawa untuk alasan yang tidak diketahui. Tangannya dengan cepat meraih ponsel pintar miliknya setelah selesai menghabiskan satu buah apel di genggaman tangannya. Kakinya bergerak mengarah menuju balkoni, tangannya menggeser sliding door hingga sinar matahari pagi langsung menyapa tepat di depan wajah hingga matanya refleks menyipit dalam.

"Kalaupun ada, itu bukan urusan lo sih, Dip," katanya diikuti tawa renyahnya Ketika Dipta berdecak di seberang sana. Dari tempatnya berdiri, Ali bisa melihat pemandangan hamparan pantai lepas di depan sana yang terlihat menyatu dengan teriknya sinar matahari. Pemandangan seperti ini jarang bisa Ali nikmati selama dia berada di Bekasi ataupun saat dia bekerja dari pagi hingga sore di Gedung pencakar langit yang berlokasi di Jakarta. Dia tidak memiliki banyak waktu untuk menikmati waktu tenangnyaa, bahkan untuk sekadar memutar kursi kerjanya menghadap jendela raksasa yang berada tepat di belakangnya. Menyedihkan. Hari-harinya begitu menyedihkan yang hanya diisi oleh bekerja, bekerja, bekerja, dan sakit. "Tapi, gua serius. Rencananya gua mau off lama. Dari Denpasar, gua ada niat untuk stay untuk waktu yang lama di Uluwatu atau Kintamani." Ali Kembali berbicara setelah mendengarkan banyak omelan Dipta yang baru berhenti Ketika Ali mendengar bunyi benda jatuh di seberang sana.

"Ha gimana gimna? Uluwatu?"

Dipta mengambil Kembali ponsel pintarnya Ketika selesai merapikan berkas yang jatuh berserakan di lantai. "Lo lagi ada masalah?" karena tidak biasanya Ali merelakan waktunya untuk berlibur dalam waktu yang lama.

"Enggak. Mau riset lama di sini. Gua perlu ide baru untuk kedepannya."

"Rumah lo gimana? Udah selesai kan, setahu gue?"

"Iya, udah selesai. Untuk isinya, nanti-nanti aja."

"Jujur dah sama gue, San. Lo lagi dalam misi kabur, kan, anjir? Enggak usah sok pakai alasan mau riset. Basiiiii."

Terdengar tawa renyah dari seberang sana, membuat Dipta kontan memaki. "Bangsat memang manusia satu ini. Balik lo ke Jakarta, cepat! Udah tua, masih main kabur-kaburan juga?"

"Dikatakan dengan sangat baik oleh seseorang yang setiap harinya tidur di private room di kantor. Ada kaca di ruangan lo, kan? NGACA!"

Dipta jatuh, terduduk lemas di sofa sambil tertawa, terdengar sangat geli denga napa yang dia dengar. "Anjir, ampun, Bos! Bisa nggak sih, nggak usah nikah gitu? Ribet banget harus nyari keberadaan jodoh gue di umur setua ini, Brooooo."

"Satu tim sepertinya kita, Saudara."

"Gue di sini udah dikejer umur, dia mungkin masih foya-foya sama laki-laki yang bukan jodohnya."

"Lo sih itu. Gua sih santai, ya. Dikasih jodoh di dunia, alhamdulillah. Enggak juga, enggak papa. Kali aja dikasih tujuh bidadari di surga nanti guanya."

BUBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang