29. Afirmasi Duka

1.2K 236 34
                                    

Duka kali ini membuat Prilly sadar bahwa dia tidak memiliki kemampuan apa-apa untuk menghibur seseorang. Alih-alih memberikan hiburan, dia hanya berdiri di balik dinding ruang keluarga ketika tak sengaja mendapati suaminya sedang menatap pigura besar di ruangan tersebut. Seharusnya Prilly segera menghampiri pria itu, memberikan sebuah pelukan penenang seperti yang sering dilakukan oleh orang-orang ketika kerabat mereka berduka. Jangankan merengkuh, menyapa Ali saja ia tak berani sejak pemakaman Adzan telah selesai.

Kabar duka hari ini seakan menciptakan sebuah bening tipis di antara ia dan Ali, menciptakan jarak yang tak kasat mata. Bahkan ketika mata mereka tak sengaja bertemu di tatap yang sama, Ali menjadi orang pertama yang memutus aksi tatap tersebut.

Tak ingin larut dalam pikiran yang tidak berguna, Prilly memutuskan untuk kembali ke kamar. Sudah nyaris tengah malam dan tubuhnya sudah sangat lelah akan segela aktivitas hari ini. Berduka membuatnya kehilangan banyak energi. Dia butuh istirahat dengan tenang, mencoba untuk melupakan sesak yang tadi sempat menghampiri.

Membaringkan badan di tempat tidur, ditatapnya langit-langit kamar dengan pikiran yang entah melayang kemana. Mungkin pada setitik luka yang ia lihat pada wajah Ali saat dia memeluk tubuh pria itu di lorong rumah sakit. Mungkin juga pada afirmasi yang ia dapatkan dari Ali ketika akan berangkat menuju Bekasi. Atau mungkin juga pada Salsabila Fahresya yang hadir di rumah duka hari ini. Mantan tunangan suaminya itu bahkan lebih ahli memberikan hiburan kepada mama mertuanya. Perempuan itu bahkan akrab pada semua pelayat yang hadir di rumah duka hari ini, seakan-akan rumah ini memang daerah kekuasannya.

Prilly cemburu. Cemburu pada Salsabila Fahresya yang bahkan bisa membuat Ali tertawa lirih atas hiburan yang diberikan perempuan itu. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia merasakan iri  yang membuat  seisi dadanya panas. Dia bahkan merasa ketakutan ketika melihat Ali terlihat jauh lebih baik saat berbincangan dengan perempuan itu.

Memikirkan itu semua membuatnya tanpa sadar mendengus kesal. Memang sudah paling benar untuk tidak membawa perasaan pada pernikahan yang tidak memiliki awal yang baik. Perasaan jatuh cinta hanya akan menyiksanya tanpa henti.

"Kamu tahu, aku masih di sini, Mas. Kita bisa mulai lagi kalau kamu bersedia. Nggak papa aku jadi  yang kedua. Aku sudah bilang ke Oma."

Sialan.

Salsabila sialan Fahresya!

Menjadi yang kedua katanya, huh? Perempuan itu siapa sampai berani meminta jadi  yang kedua setelahnya di kehidupan Ali? Dasar kurang ajar! Prilly lagi-lagi dibuat menggeram kesal jika mengingat percakapan yang tak sengaja ia dengar dari halaman belakang rumah sang mertua.

"Istrimu tidak cinta kan, Mas? Buat apa bertahan?"

Iblis!

Perempuan itu seakan tidak punya hati, mencoba membujuk rayu di tengah duka suaminya. Jika tidak mengingat dengan suasana berduka, mungkin sudah Prilly seret perempuan iblis itu lalu ia lemparkan ke dalam kolam renang atau penangkaran buaya jika ada. Dia tak  pernah semarah ini sebelumnya. Tidak pada gadis-gadis yang memberikan hadiah kecil pada Adam saat SMA. Tidak juga pada perempuan yang terang-terangan mengaku tertarik dengan Adam saat di bangku kuliah.

Dia mencintai Adam, tetapi perasaan marah seperti ini tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Prilly pencemburu yang tidak eskspresif. Dia tidak pernah bilang cemburu ketika cemburu. Tidak juga terlihat marah.

Seorang Ali Sandya memang selalu mengacaukan pola pikirnnya sejak mereka bertemu di kali pertama.

Rasa kesal yang meletup-letup di dalam dada membuat Prilly merasa haus.  Matanya menatap hampa pada botol air minuman miliknya yang kosong. Seharusnya tadi sekalian mengambil air minu saat dia berada di bawah. Dia beranjak dari kamar menuju dapur yang berada di lantai 1. Pencahayaan di lantai 1 tidak terlalu terang, karena hanya ada pencahayaan dari dapur dan juga lampu ruang keluarga yang masih menyala di waktu yang menuju tengah malam. Prilly segera mengisi botol air  minumnya dan berniat langsung naik ke lantai 2 jika saja sebuah percakapan samar-samar tidak ia dengar.

BUBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang