Sekembalinya dari rumah sakit, Prilly tidak melakukan banyak hal yang berarti selain bersih-bersih. Setelah mobil yang dikendarai oleh Ali meninggalkan pekarangan rumah pagi itu, dia bergerak menuju ruang laudry. Dia memasukkan pakaian kotor di keranjang ke dalam mesin cuci. Setelah itu, dia beranjak ke kamar untuk merapikan seisi kamar.
Prilly melakukan semuanya sendiri, melupakan fakta bahwa dia sedang mengandung.
Selesai dengan kamar, dia beranjak menuju ruang kerja Ali yang pagi itu tidak terkunci. Kegelapan dan aroma asap rokok langsung menyapanya. Di sana, di atas meja kerja ada asbak yang sudah dipenuhi oleh sampah puntungan rokok. Tak hanya itu, Prilly juga menemukan sebuah vape di dekat kaki meja kerja suaminya. Mendekat, diraihnya asbak rokok itu kemudian mencampakkannya ke dalam tempat sampah. Vape di bawah kaki meja ia letak di kabinet.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh suaminya itu di ruangan ini selama dia di rumah sakit?
Ruangan gelap itu perlahan terang ketika Prilly membuka jendela besar di ruangan tersebut, bermaksud untuk mmenghilangkan bau sisa asap rokok yang menguap di ruangan.
Ketika Prilly sedang menyapu ruangan tersebut, matanya tak sengaja melihat frame kain kanvas di sudut ruangan di dekat meja menggambar milik suaminya. Kakinya melangkah mendekati kanvas yang ditutupi oleh kain putih tersebut. Tanpa berpikir dua kali, tangannya menyambar kain yang menutupi kanvas tersebut.
Dia tertegun mendapati sosok dirinya dalam lukisan tersebut. Sosok dalam lukisan dilukis sedang tertawa dengan kepala mendongak dan sebelah tangan yang menutupi wajah. Dia bahkan tidak ingin kapan terakhir kali tawanya selepas dalam lukisan tersebut. Matanya mengamati goresan kuas pada kanvas yang tak lagi putih tersebut, kemudian mendapati tulisan di bagian kanan bawah lukisan.
• Jatuh cinta tanpa bersuara, tak semua orang menganggap perkara mudah, Sayang. •
Bagaimana bisa?
Bagaimana bisa Ali melukis sosoknya dengan tawa sebebas itu, sedang dirinya bahkan tak lagi pernah tertawa seperti itu. Indah. Sosoknya tampak indah dalam goresan kuas di kanvas tersebut. Ali melukis sosoknya dengan sangat luar biasa.
Bunyi nada dering menyentak paksa Prilly dari keterkejutannya. Dia kembali menutup lukisan dengan kain putih yang tadi ia sibak, kemudian berjalan untuk mencari sumber suara nada dering tersebut. Dia tidak membawa gawai sejak memulai kegiatan bersih-bersih dan sekarang ada suara nada dering masuk yang terdengar di ruangan ini. Dia terus mencari sumber suara tersebut hingga pada akhirnya ketemu.
Suara nada dering itu berasal dari ipad yang berada didalam laci meja kerja milik Ali.
Oma is calling ...
Panggilan masuk itu ia abaikan. Matanya justru terpaku pada sebuah buku sketsa yang berada di bawah ipad. Dia mengambil ipad di dalam laci, lalu meletakkannya di atas meja untuk meraih buku sketsa itu. Dadanya seakan baru saja dipukul oleh sebuah palu raksasa, menghantam keras, tepat pada ulu hatinya.
Sketsa lobi rumah sakit. Dia mendapati sketsa halus dari sebuah lobi rumah sakit di mana terdapat nurse station, beberapa pasien dengan tiang infus, dan juga sepasang anak manusia yang tampak tersingkir sedang duduk di sebuah bangku panjang. Sketsa sepasang anak manusia itu dilingkari oleh goresan tinta tebal beberapa kali, seakan tengah menegaskan sesuatu di sana. Kemudian dia kembali dibuat tak berdaya tatkala mendapati sebuah keterangan singkat mengenai sketsa tersebut di pojok kanan bawah.
-Jo dengan sosok yang dicintainya.
-Lobi rumah sakit-
Tangannya bahkan tremor ketika membalikkan halaman pada buku sketsa tersebut, ingin tahu lebih banyak apakah ada sketsa yang lain setelahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
BUBU
FanfictionPrilly Zoravanya tak menyangka bahwa kehadiran Ali Sandya Naratama mampu membangkitkan semua luka di masa lalunya.