17. Tentang Dia (Lagi)

1.6K 260 34
                                    

Ali sudah berkenalan dengan dua saudara Prilly yang lain dan dia tidak mengalami masalah yang berarti. Atha sendiri tipe orang yang mudah untuk diajak mengobrol dengan topik apapun dan memiliki kesan yang mudah akrab dengan seseorang. Sedangkan Annisa, Ali tidak banyak terlibat interaksi dengan adik perempuan Prilly tersebut dan hanya sesekali bertegur sapa karena Annisa sendiri lebih sering menundukkan kepalanya. Namun, Zaidan berbeda. Adik Prilly yang satu ini memiliki aura tegas dan tidak mudah akrab dengan orang lain. Dia juga bukan tipe mudah tersenyum ataupun berwajah ramah seperti Atha. Ketika mereka menikah, Ali tidak banyak berinteraksi dengan Zaidan karena Zaidan sendiri baru tiba di Bekasi satu jam sebelum akad nikah dimulai. Ali hanya sempat bertegur sapa lewat tatapan dan setelahnya tidak ada lagi karena malamnya pukul sembilan malam setelah acara selesai, Zaidan pamit untuk kembali ke Dubai karena pekerjaan yang sedang tidak bisa ditinggal lama.

Dan hari ini Ali bertemu lagi dengan Zaidan dalam suasana yang berbeda. Raut wajah adik Prilly itu masih sama dengan senyum sungkannya yang khas. Namun, senyuman itu cepat berganti dengan putaran bola mata jengah ketika berinteraksi dengan Prilly. Ali merasa bahwa Prilly lebih dekat dengan Zaidan dibandingkan dua saudaranya yang lain.

"Gue tamu jauh nih. Jadi, berikan pelayanan terbaik lo ke gue dan suami gue juga!"

"Berisik lo. Masuk dulu deh. Mana lo datangnya nggak bilang dulu. Untung apartemen gue selalu rapi, enggak kayak kamar lo."

"Gue udah jadi manusia rapi ya!"

"Ya haruslah! Masa lo udah punya suami masih mau jadi manusia berantakan? Lucu." Ali melihat bagaimana Zaidan memegang pergelangan tangan Prilly dan menuntunnya pelan seakan-akan sang kakak adalah orang tua yang sudah tidak bisa berjalan cepat. "Masuk, Mas Ali. Maklum ya, Mas. Mbak gue memang suka buat malu gini. Lama lagi jalannya."

"Gue belum tua!"

Apartemen milik Zaidan lumayan besar untuk ditempati oleh satu orang dan seperti apa yang dikatakan Zaidan tadi tentang apartemennya yang rapi. Untuk nuansanya sendiri, Ali bisa merasakan jika apartemen ini memiliki nuansa yang sama dengan kamar Prilly di Bekasi dengan warna beige yang mendominasi. Ruang tamunya terasa hangat dan juga menenangkan dengan beberapa foto yang menghiasi buffet table. Ali mengikuti Prilly yang sedang melihat foto-foto di atas buffet table di saat Zaidan menghilang di balik pintu kamar. Ada banyak foto dalam berbagai momen. Ali terdiam sejenak ketika melihat foto-foto tersebut.

"Adikmu sejak kapan tinggal di luar negeri, Jo?"

"Zaidan? Dari SMA. Waktu SMA, dia dapat beasiswa dari pemerintahan Singapura. Umi awalnya nggak kasih izin, karena masih belum bisa pisah sama anaknya di usia yang masih labil banget. Tapi, Zaidan adalah Zaidan yang akan tetap sekeras batu atas keinginannya. Dengan berat hati, kami lepas dia ke Singapura dengan umi yang sempat stay di sana selama tiga bulan. Umi bilang, setelah selesai studi di Singapura, Zaidan harus kembali ke Indonesia tanpa alasan apa pun. Tapi, tahu nggak apa yang dia lakukan? Alih-alih kasih kabar pulang setelah dinyatakan lulus, dia justru ngasih kabar ke kami kalau dia dapat beasiswa ke Seoul. Bagi Zaidan, izin itu enggak penting, Mas. Dia enggak akan minta izin atas apa yang dia inginkan dan ingin dia lakukan. Dia baru akan bilang ketika udah dapat apa yang dia mau dan mau nggak mau itu buat kami harus terima. Lucunya, kejadian itu terulang lagi setelah dia menyelesaikan studinya di Seoul. Tiba-tiba dia ngasih kabar kalau dia diterima kerja di Dubai. Sejak saat itu, kami tidak lagi mau tahu apa yang sedang direncanakannya. Karena kami tahu pasti, pulang ke Indonesia belum ada dalam rencana jangka pendeknya Zaidan."

"Adik kamu luar biasa loh. Hanya orang-orang yang percaya dengan dirinya sendiri yang bisa melakukan itu." Ali mengusap pundak ketika melihat raut wajah Prilly terlihat marah setelah selesai menceritakan tentang adiknya secara singkat. "Enggak usah marah. Zaidan tahu value dalam dirinya sendiri, makanya dia terus mencoba hal yang sama sekali tidak kamu duga. Mungkin ... dia tidak ingin mendapatkan penolakan sebelum dia berusaha, Jo."

BUBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang