1부부|| Prilly Zoravanya

5.5K 502 31
                                    

"Jadi, revisi naskah kamu selesainya kapan, Ora?"

"Buldep, Mbak. Ini aku lagi revisi naskah cerita yang menang bulan lalu."

"God! Lama banget, Ora. Kamu nggak bisa mendahulukan naskah yang udah punya sepuluh juta pembaca itu?"

"Mbak Nala, aku udah dikejar sama pihak penerbitnya. Lagian sebelum pengumuman pemenang, aku kan udah kasih tahu kalau aku belum ada niat untuk masukkan naskah lagi. Mau fokus ke yang lomba itu. Nggak bisa, Mbak."

"Buku ini bakal meledak dipasaran, Ra. Yakin mau nunda pendapatan?"

Prilly mendesis lirih ketika bayangan-bayangan hasil jerih payah itu mulai merasukinya. Iya, royaltinya yang dia akan dia dapatkan pasti lumayan jika novelnya yang sudah selesai di wattpad sekitar tiga bulan yang lalu itu naik cetak. Namun, naskah ceritanya yang berhasil memenangkan lomba literasi itu harus selesai. Prilly tidak bisa mengabaikan tanggung jawabnya demi royalti dan lagi pula dia juga akan mendapatkan royalti jika cerita yang menang lomba itu terbit.

"Aku masih punya tanggung jawab, Mbak. Jadi, untuk yang naskah revisi itu, tahan dulu ya, Mbak. Aku belum bisa kalau harus terbit dalam waktu dekat."

Memerlukan durasi yang cukup lama untuk meyakinkan editornya itu jika dia pasti akan menerbitkan novelnya di penerbit yang biasa dan tidak akan lari ke penerbit lain. Setelah sambungan panggilan itu terputus, dengan frustrasi Prilly melempar ponselnya ke tempat tidur. Ketika matanya melihat ke arah laptop yang layarnya menampilkan lembar kerja ms.word, teriakannya pun menguar seakan ingin mengalahkan suara adzan dari toa mesjid.

"Gila kali tuh ya, Editor? Dia nelepon gue subuh subuh untuk debat beginian. Au ah! Puyeng pala gue. Ngantok ...."

Perempuan yang berwajah kusut itu berjalan mendekati meja kerjanya dan segera merapikan kekacauan yang telah dia lakukan. Lembar kerja dia simpan terlebih dahulu sebelum benda persegi itu dia matikan. Laptopnya pun perlu istirahat. Benda persegi telah dia suruh kerja rodi sejak pukul satu dini hari lantaran dia tidak bisa tidur sama sekali, guna merevisi naskah dan melimpir ke drama korea sebentar.

"Cari uang gini amat, ya Allah ...."

Ceklek!

Baru saja Prilly menarik selimut tebalnya, berniat untuk terlelap dan menuntaskan nafsunya yang sudah ingin sekali bermimpi indah di fajar yang indah ini, ketika pintu kamarnya didorong begitu saja tanpa permisi. Ingin marah. Namun, begitu melihat uminya bersedekap di ambang pintu sambil memelototinya, semua amarah Prilly sirna berganti menjadi panik yang luar biasa.

"Bangun, Dek! Sholat subuh. Bangun bukannya wudhu, malah teriak-teriak. Bangun, ayo! Adek!"

Prilly menahan erat cengkraman jemarinya pada selimut agar sang Umi tidak bisa memisahkannya dari selimut tebal ini. Demi kesukaannya pada drama korea, dia ngantuk sekali sekarang. Matanya juga sakit, karena terus-menerus menatap layar monitor.

"Aku ngantuk, Mi. Ngantuk. Nanti aja."

"Makanya jangan streaming terus kamu. Drama korea nggak bisa buat mata kamu terus terang. Bangun, ayo! Adek! Punya anak gadis kok susah banget disuruh sholat. Ravanya, Umi panggil Abi, ya. Adek! Astaghfirullah. Abi, cah wedokmu ini loh ngeyel banget. Disuruh sholat katanya nanti nanti."

"Ish!"

Akhirnya Prilly memutuskan untuk menyerah dan menyibak selimut tebal kesayangannya dari atas kepala. Dia menatap wajah uminya dengan mata yang sayu, berharap sang umi paham jika dia benar-benar butuh tidur.

BUBU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang