"Sudah Ramadhan kesekian kalinya aku lalui tanpa ibu, sedihnya memang sudah berlalu, tapi kangennya tetap mengalir ",
^
^
Ruwayda
....Di awal Ramadhan ini, para santri bersemangat melakukan kegiatan pesantren. Suara wiridan santri dan santriwati menggema di seluruh penjuru masjid, mereka bersama-sama berdzikir bermunajat kepada Allah.
Hanya saja, ada sedikit keunikan dalam diri santri, bukan santri namanya kalau tidak bervariasi, ada yang masih belum terkumpul nyawanya, ada yang wiridan sambil bersandar di tembok dengan mata yang remang-remang, yang lebih parah lagi ada yang wiridan dengan memejamkan kedua matanya, kalau Ulama' sih itu tandanya sedang khusyuk berdzikir, tapi kalau santri lain lagi, bukan khusyuk, udah kebawa mimpi indah kali ya, hehe.
Tapi barokahnya seorang santri itu sangat luar biasa, Ayda saja merasa bangga pada dirinya yang berstatus sebagai santri, walaupun Ayda tidak melanjutkan sekolah formalnya setelah lulus Sekolah Dasar, ia bersyukur bisa masuk pesantren yang terbilang salafiyah ini, banyak ilmu yang ia dapatkan, terutama Pak yai dan Ibu Nyai yang sangat sabar dalam membimbing santrinya.
Pesantren Salafiyah Al-Kautsar termasuk pesantren besar dengan sejumlah santrinya yang banyak, sangat mudah untuk menemukan letak pesantren yang hanya berada di pinggiran kota Jakarta ini.
"Ay, kira-kira Mbak Jihan manggil kamu ke kantor buat apa ya?",
Tanya Fanya penasaran.
"Ngga tau, ini Aku lagi mau kesana",
Ayda buru-buru memakai sendal jepitnya.
"Ya udah, Aku ke kamar dulu, nanti calling-calling",
Keduanya berpisah di halaman masjid. Fanya bergabung dengan santriwati lain menuju kamar, sedangkan Ayda berjalan sendirian ke kantor.
"Assalamualaikum, Mbak...",
Ayda melihat ada empat pengurus disana. Ada mbak Rasya selaku kepala pesantren area santriwati, ada mbak Tami selaku pengurus keamanan, ada mbak Lely selaku pengurus pendidikan, dan yang terakhir ada mbak Jihan, pengurus Ubudiyah. Lengkap sudah absennya.
"Wa'alaikumsalam, sini masuk Ayda",
Mbak Jihan menyambut Ayda, kemudian ia duduk melingkar dengan empat pengurus tadi.
"Begini Ayda, Mbak Rasya dapat amanah dari Ibu Nyai, kalo kamu mulai sekarang ditugaskan di dapur ya bantu bibi masak buat keluarga ndalem", jelas mbak Rasya.
"Oh iya Mbak, aku kira bakalan dapet hukuman, kan serem",
"Ngga lah Ay, meskipun kamu sering ketinggalan jamaah kamu termasuk santri rajin kok",
Mbak Jihan menggoda Ayda.
"Ih Mbak Jihan, jadi malu",
Ayda nyengir kuda.
"Mulai nanti ya, bantu-bantunya",
"Tapi Mbak, kok bisa Aku ya yang diminta sama Ibu Nyai?",
"Mbak juga ngga tau, Ay",
Ayda berjalan sambil melamun, ia memikirkan alasan Ibu Nyai menjadikannya bekerja di dapur, padahal sudah ada Bibi yang mengurus semuanya.
"Mungkin Bibik sudah mulai sepuh, jadi Ibu Nyai minta Aku bantu di dapur",
Batinnya menepis pikiran negatif yang sedari tadi menggangunya.
"Assalamualaikum...",
Ayda mengucap salam yang hanya di jawab oleh Fanya. Sedangkan dua teman kamarnya tidak ada disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA BIDADARI SATU HATI
RomanceRuwayda atau kerap kali dipanggil Ayda. Salah satu santriwati yang diam-diam sudah dijodohkan dengan Gusnya, Gus Azam. Keduanya akhirnya menikah dengan ikatan perjodohan. Ruwayda yang ternyata tak mencintai Gus Azam, perlahan-lahan Gus Azam berhasil...