🌞 Bukan Lagi Rahasia🌞

81 3 0
                                    

"Tidak apa-apa Mas, Aku ikhlas. Hanya saja aku butuh waktu untuk mengikis semua rasa kecewa aku saat ini",
^
^
~ Ruwayda


...

"Ayda sudah pulang Zam, cepat kamu susul dia, tenangkan dia",

Ujar Mia pada laki-laki yang baru saja tiba di rumah Clara. Laki-laki itu segera mengakhiri kelasnya saat Clara meneleponnya dua puluh menit yang lalu.

"Zam, tolong jangan buat Mbak Ayda salah paham. Jujur saja padanya tentang apa yang terjadi pada Aku, jangan kamu menutupinya lagi",

Clara mencegat langkah Gus Azam sebelum beliau melangkah pergi.

"Kenapa Aku harus menceritakan aib mu?, Allah melarang hamba-Nya untuk mengumbar aib orang lain, mana bisa Aku melakukan hal itu, Ra?",

"Aku ngga papa Zam, selagi kamu sama Mbak Ayda baik-baik saja",

Gus Azam lirih, beliau menatap sendu pada gadis yang sedang mengandung itu, pikirannya berkecamuk, tak tahu harus berbuat apa. Gus Azam berjalan menuju mobilnya, kemudian buru-buru beliau menemui Ayda di rumah.

Sementara itu, Ruwayda sudah menyiapkan dirinya sedari tadi, ia menunggu kepulangan suaminya di dalam kamar. Kali ini Ayda akan mencoba lebih tenang, ia akan mendengarkan penjelasan dari Gus Azam, jangan sampai masalah yang menimpa keduanya menjadi gempar dan terdengar oleh Abi dan Umi nya.

Ruwayda menatap laki-laki dengan kemeja putihnya yang tengah berdiri di ambang pintu kamar, ia menatapnya dengan sendu, tak kuasa lagi ia menahan air matanya, hanya dengan saling tatap tanpa berkata-kata, air mata Ayda sudah deras mengalir, namun ia pelankan suaranya agar penghuni lantai satu tidak mendengarnya.

"By, Afwan...",

Gus Azam menghampiri Ayda yang sedang duduk di bibir kasur.

"Kenapa Mas?, kenapa harus Clara?,
kenapa harus dia yang jadi korban?",

"By, kamu tahu kan Aku ngga mungkin ngelakuin perbuatan bejat kayak gitu?",

"Terus, anak yang di kandung Clara anak siapa Mas?",

Lirih Ayda dengan pelan, ia juga berusaha menahan sesenggukan nya.

Tak ada jawaban dari Gus Azam, lagi-lagi beliau hanya membisu, enggan memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi.

"Ngga bisa jawab, kan?, ternyata benar, pantas saja kamu di rumah sakit berduaan sama Clara, buat apa lagi kalau ngga cek up kandungan. Bukan cuma itu, kamu juga beli mangga muda untuk Clara, pasti karena dia lagi ngidam kan, Mas?",

Ayda menyebutkan perihal kecurigaannya pada Gus Azam selama ini, kalau dipikir-pikir lagi, ternyata semua itu masuk akal.

"By, Aku ngga tau harus jelasin gimana, pikiran Aku kacau",

Gus Azam mengacak-acak rambutnya yang semula rapi, kini menjadi berantakan.

Ayda masih menangis sesenggukan, sampai akhirnya ia membulatkan keputusannya, mencoba mengucapkan sebuah kata yang terasa berat baginya.

"Nikahin Clara Mas, dia berhak mendapatkan pertanggung jawaban dari kamu, anak yang dikandungnya berhak memiliki seorang Ayah",

Dengan berat hati Ayda mengucapkannya, seketika itu pula hatinya sakit, sakit sekali, mana ada seorang istri yang ingin melihat suaminya menikah lagi?. Mungkin sebagian dari mereka bisa menerimanya, tapi tidak bagi Ayda yang begitu mencintai suaminya.

"Memang benar perkataan mu, Clara dan bayinya berhak untuk bahagia",

Gus Azam mengusap air mata Ayda dengan kedua telapak tangannya.

DUA BIDADARI SATU HATI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang