"Ternyata tak semua karakter orang itu bisa dinilai dengan sebelah mata, ada kalanya kita harus membuka lebar mata kita untuk menelisik seluk beluk kebaikan yang tersembunyi di dalam lubuk hati mereka”,
^
^
~....
Ruwayda membuka tirai jendela, membiarkan cahaya matahari menembus melewati kisi-kisi jendela. Clara membukakan tiap-tiap helaian kain putih yang menutupi sofa, meja dan barang-barang lainnya. Sedangkan Gus Azam memindahkan koper-koper yang berada di dalam bagasi mobil ke dalam rumah.
Ayda pun beralih ke dapur, melihat apakah ada sisa bahan-bahan makanan disana, dan ternyata semuanya kosong. Ia mengintai setiap sudut rumahnya, foto-foto kebersamaannya dengan mendiang kedua orang tuanya masih terpajang rapi di atas meja, bahkan dia atas dinding juga ada.
Ayda tersenyum, tersenyum penuh rindu kepada mereka, berharap Allah mempersatukan kedua orang tuanya di surga.
“By, lagi ngapain?”,
Gus Azam membuyarkan memori indah Ayda tentang kedua orang tuanya.
“Ngga lagi ngapain Mas. Oh ya, kopernya sudah di bawa masuk ngga?”,
“Sudah By, sekarang kita berbenah yuk”,
Gus Azam menarik tangan Ayda untuk diajaknya ke dalam kamar. Namun di ambang pintu, keduanya mendapati Clara yang sedang berdiri mematung, menyaksikan adegan tersebut.
Ya, Gus Azam hampir lupa dengan keberadaan Clara, dan Ayda juga hampir saja terlena dengan rasa cintanya yang amat besar pada Gus Azam.
“Mas, bentar dulu ya”,
Ayda menepiskan tangan Gus Azam, lalu ia menghampiri Clara untuk mengajaknya mengobrol.
“Kamu kalau mau satu kamar sama Mas Azam ngga papa, Aku bisa tidur di kamar sebelah”,
Tanpa basa-basi Ayda langsung saja pada intinya.
“Ngga Mbak, Aku yakin Azam ngga bakalan mau satu kamar sama Aku”,
“Mas Azam pasti mau kok, nanti Aku yang bilang ke Mas Azam”,
Ayda tersenyum, lalu meninggalkan Clara yang masih bingung dengan sikap Ayda.
Clara bingung dengan sikap Ayda yang sangat baik padanya. Terlepas dari ia menikah dengan Gus Azam, Ayda bahkan tak mempermasalahkan hal lainnya.
Clara mengeluarkan baju-bajunya yang ada di dalam koper, dan ia menaruhnya di lemari kayu yang berada di samping tempat tidurnya. Bersamaan dengan itu, seorang laki-laki dengan baju kokohnya memasuki kamar. Dengan tersenyum paksa Clara menanyakan sesuatu yang berhasil menyinggung Gus Azam.
“Pasti Mbak Ayda berhasil bujuk kamu, kan?”,
“Emmm…”,
“Zam…”,
Clara memotong kalimat yang belum sempat Gus Azam ucapkan.
“Aku tau kamu mau ngomong apa, Kamu mau kita tidur kayak malam itu kan?, Kamu tidur di sofa dan Aku tidur di kasur. Tapi Zam, disini ngga ada yang namanya sofa lagi”,
Skak mat. Clara membuat Gus Azam kehilangan kata-kata untuk membantahnya.
“Afwan, Aku akan mencoba untuk terbiasa”,
“Sini koper kamu, biar Aku aja yang beresin”,
Clara mengambil alih koper Gus Azam, lalu ia membereskan dengan rapi baju-baju suaminya itu. Gus Azam hanya bisa memperhatikan Clara, beliau masih tak percaya bahwa perempuan yang dulu adalah teman akrabnya, sekarang keduanya sudah menjadi suami istri.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA BIDADARI SATU HATI
RomanceRuwayda atau kerap kali dipanggil Ayda. Salah satu santriwati yang diam-diam sudah dijodohkan dengan Gusnya, Gus Azam. Keduanya akhirnya menikah dengan ikatan perjodohan. Ruwayda yang ternyata tak mencintai Gus Azam, perlahan-lahan Gus Azam berhasil...