🌞 Tidak Ada Waktu Yang Tepat 🌞

76 3 0
                                    

“Menunggu waktu yang tepat itu tidak akan pernah ada habisnya, jika manusia terus menerus belum siap menghadapi kenyataan, berarti adanya kata waktu yang tepat itu hanyalah sebuah alibi, alibi untuk menghindar sejenak dari kenyataan pahit”,
^


^
~Ruwayda

.....

Ruwayda tak bisa tidur, badannya terus berbolak balik tak menentu, pikirannya masih tentang kehamilan Clara. Ayda ingin cepat-cepat pagi agar bisa menemui Clara di rumahnya. Ayda berbalik badan lagi menghadap ke arah suaminya yang masih tertidur pulas.

Matanya menjadi berkaca-kaca, karena tidak mungkin laki-laki sholeh dan sempurna agamanya itu berbuat maksiat. Menghamili perempuan lain?, Ayda masih menyangkalnya.

“By, kamu udah bangun?”,

Gus Azam mengusap kedua matanya yang baru bangun tidur.

“Tidur lagi ngga papa Mas, sebentar lagi kalau sudah mau sholat tahajud Ayda bangunin Mas Azam”,

“Emmm... iya By…”,

Gus Azam meminta Ayda untuk membawanya kedalam pelukannya, Ayda merengkuh tubuh Gus Azam agar kembali terlelap dalam tidur, Ayda memberikan kehangatan dari dinginnya malam hari ini.

Ayda meninggalkan Gus Azam yang masih membaca Al-Qur’an di dalam kamar, karena sholat tahajud, sholat subuh dan bermunajat kepada Allah sudah selesai di lakukan, Ayda pun bergegas mengontrol kegiatan santriwati di pagi buta ini. Hanya itu yang bisa ia lakukan, selain bersih-bersih ataupun memasak, karena Umi Maryam melarangnya semenjak ia hamil.

“Assalamu’alaikum Ning…”,

Masih ingat dengan Mbak Rasya?, ya, dia kepala pesantren santriwati, kini hanya tersisa dirinya yang paling tertua di pesantren, teman-teman sebayanya sudah boyong minggu lalu.

“Waa’alaikumsalam, Mbak Rasya, gimana? Sudah selesai kegiatan pagi ini?”,

“Alhamdulillah sudah, saya kebetulan juga mau pamitan Ning”,

“Mau boyong?”,

“Iya Ning…”,

Ternyata waktunya tiba juga, sudah sepantasnya Rasya boyong dan menyusul teman-teman lainnya yang mungkin sudah menikah, atau masih dalam proses pencarian karirnya.

“Kapan?”,

“InsyaAllah besok Ning”,

“Ngga nyangka Mbak Rasya bakalan boyong, pesantren jadi kehilangan satu pengurus lagi deh”,

Seru Ayda menggodanya.

“Waktunya sudah tepat untuk boyong Ning, sudah saatnya saya pensiun”,

“Bener juga sih Mbak..”,

Saat tengah mengobrol, datang beberapa santriwati yang ingin bersalaman dengan Ayda, mereka juga senang saat melihat perut Ayda yang sudah mulai membuncit. Kandungannya sudah berumur sekitar 2 bulan, wajar saja kalau perutnya membuncit.

“Saya balik ke ndalem dulu ya, kalian bisa mandi habis itu lanjut sholat duha”,

“Iya Ning Ayda…”,

Jawab mereka secara bersamaan.

Ayda membuka pintu rumah, disana tepatnya di meja makan sudah tertata segala macam masakan ala Umi dan bibik. Ayda tinggal meletakkan piring dan gelas di meja makan.

“Sudah mengontrol santriwati, Nduk?”,

Tanya Umi saat melihat Ayda di meja makan.

“Sudah Mi. Oh iya, Mbak Rasya mau boyong besok Mi”,

DUA BIDADARI SATU HATI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang