🌞 Dia 🌞

81 3 0
                                    

"Kamu ibarat seorang pangeran yang di impikan oleh banyak bidadari. Kemanapun langkah mu membawa mu pergi, pesona mu akan selalu mampu membuat dunia takjub”,
^
^
~Clara

....

Seorang laki-laki kekar dengan gaya rambut yang elegan, terlihat dari sudut manapun rambutnya tetap bagus. Mencerminkan bagaimana wajah sang pria tersebut. Ya, dia tampan. Dengan memakai baju kaos berwarna hitam berpadu celana pendeknya yang selutut, laki-laki tersebut berjalan memasuki gerbang rumah seseorang.

Sesekali ia terlihat ragu-ragu saat harus melangkah mengetuk pintu rumah. Namun dengan mengumpulkan keberaniannya, ia segera mengetuk pintu, sampai seorang perempuan berbadan gemuk muncul dari balik pintu.

“Maaf, cari siapa ya?”,

Tanya perempuan itu yang ternyata seorang pembantu disana.

“Saya temennya Clara, dia ada di rumah ngga?”,

“Siapa Bik?”,

Pak Rendra juga ikut keluar karena penasaran siapa yang bertamu ke rumahnya.

“Ini Pak, katanya temennya Non Clara”,

“Ya sudah, Bibik lanjut masak biar saya yang bicara sama dia”,

Bibik meninggalkan mereka berdua yang masih tetap berdiri di ambang pintu. Pak Rendra enggan membawa masuk orang asing seperti laki-laki yang sedang berada di depannya itu.

“Kamu temen yang mana?, saya belum pernah liat kamu”,

“Saya temen SMA nya Clara Om. Nama saya Vano. Boleh saya ketemu Clara?”,

Vano Askara, masih ingat sama dia?. Ya, benar. Vano adalah mantan pacar Clara yang sudah tega menghamilinya. Baru saja ia mendarat di bandara soekarno-hatta setelah lima bulan berada di luar negeri.

“Clara sudah pindah”,

“Kemana Om?”,

Pak Rendra bungkam. Ia tak memberitahukan alamat Clara di desa. Pak Rendra tak mau ada orang lain yang mengusik kebahagiaan Clara disana.

Vano berlalu dari rumah Clara, percuma saja, ia tak bisa bertemu dengan perempuan yang sudah ia renggut kesuciannya.

“Aku ingin ketemu kamu, Aku mau minta maaf. Meskipun Aku tau tidak mudah untuk kamu memaafkan Aku, tapi setidaknya Aku harus mencoba, mencoba memperbaiki kesalahan Aku di masa lalu. Clara, dimana kamu sekarang?”,

Vano menancap laju sepeda motornya. Ia berkendara di bawah rintikan hujan yang baru saja turun. Langit bergemuruh dan awan pun mulai menghitam. Seakan-akan alam semesta juga ikut merasakan kesedihannya.

Vano basah kuyup diterpa hujan yang sudah mulai deras, ia enggan menepi untuk berteduh. Bersamaan dengan itu, air matanya juga mengalir menyatu dengan air hujan. Vano terus menangis menyesali perbuatannya hingga tak sadar kemana motornya membawa ia pergi.

“Kamu kok ngga bilang kalo pulang hari ini Le?”,

“Seharusnya kamu nunggu hujan reda, kalo gini kamu bisa masuk angin”,

Perempuan dan laki-laki separuh baya mendekat dan duduk di samping Vano. Dengan penuh kasih sayang, perempuan yang merupakan Ibu Vano itu mengusap lembut rambut anak semata wayangnya.

“Vano ngga mau kemana-mana lagi Pak, Buk. Vano mau tinggal disini lagi kayak dulu”,

“Loh kenapa?, bisnis kamu di luar negeri gimana?”,

DUA BIDADARI SATU HATI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang