🌞 Jarak 🌞

70 4 0
                                    

“Aku menghindar, bukan berarti Aku membencimu, Aku menghindar untuk mencari kemana cinta ini akan berlabuh setelah kamu mencampakkannya”
^
^
~Clara


....

Semenjak Clara mengungkapkan cintanya pada Gus Azam, semenjak itu jugalah ia tak kunjung terlihat. Sepertinya Clara memang sengaja menghindari Gus Azam. Ia mengurung diri di dalam kamarnya. Pembantu yang bekerja di rumahnya sudah kewalahan menyuruh Clara untuk keluar kamar, meskipun hanya sekedar untuk sarapan.

“Non Clara...sarapan paginya sudah siap, bibi masakin nasi goreng kecap kesukaan non Clara loh”,

Bibik mengetuk pintu kamar Clara berkali-kali, namun tetap tak ada jawaban. Lagi-lagi Bibi hanya mendengar suara shower yang berasal dari kamar mandi Clara.

Sementara Ayda menyibukkan diri membantu Fanya yang hendak boyong dari pesantren, ia dengan segala perhatiannya mengemaskan barang-barang Fanya dengan rapi. Fanya tahu, kalau Ayda sedang menutupi rasa sedihnya, begitu juga dengan Fanya, diam-diam ia menutupi kesedihannya di depan Ayda.

“Ning, syukron sudah menjadi sahabat Fanya yang paling baik..”,

“Afwan Fa, kita bakalan terus menjadi sahabat meskipun kamu ngga lagi ada disini”,

Keduanya saling berpelukan, sama-sama menahan genangan air mata yang hampir saja jatuh dari pelupuk mata.

“Ya udah kita lanjutin lagi beres-beresnya…”,

Ayda melepaskan pelukannya, lalu melanjutkan aktivitasnya.

Ayda, Fanya dan Iqbal menunggu di teras ndalem, karena orang tua mereka  masih berpamitan pada Ibu Nyai dan pak Yai. Kemudian Ayda menghampiri Iqbal dengan membawa bingkisan yang disiapkan oleh Gus Azam, bingkisan itu untuk santri favoritnya.

“ini dari Mas Azam, kamu simpan ya..”,

“Syukron Ning Ayda…”,

Iqbal mengambil bingkisannya dengan sopan.

“Gus Azam sedang mengajar di kampus, jadi beliau belum bisa ketemu kamu”,

“Iya Ning, saya paham..”,

Ayda tersenyum melihat Iqbal yang masih menundukkan kepalanya itu, tidak heran ia menjadi santri favorit suaminya. Ayda merasa lega karena Fanya memilih Iqbal sebagai pendamping hidupnya.

“Gus Azam ngasih apa ke Iqbal?”,

Tanya Fanya saat Ayda sudah berada disampingnya.

“Ngga usah kepo, ini Aku juga ada bingkisan buat kamu…”,

“MasyaAllah, baik banget sahabat Aku ini..”,

Fanya mencubit kedua pipi Ayda dengan gemas, lalu keduanya sama-sama tertawa, entah itu tawa bahagia atau justru sebaliknya.

Ayda mengantar mereka sampai ke halaman depan, disana Ayda kembali memeluk Fanya dengan erat. Saat itu air mata keduanya sudah tak dapat terbendung kan lagi, keduanya meluapkan kesedihan yang sejak tadi tertahankan.

“Jangan lupa undangannya ya…”,

“pasti Ning, kamu bakalan jadi tamu VIP ku…”,

DUA BIDADARI SATU HATI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang