20. Pindah rumah

26 5 0
                                    

Saat sedang berada dirumah sakit tiba-tiba Seana mendapatkan telpon dari bunda Keza, meminta untuk Keza agar segera menemui dirinya.

Sudah beberapa kali bunda mencoba menghubungi Keza namun tampaknya laki-laki itu tak menyadari hingga bunda menghubungi Seana yang kebetulan sedang berada disampingnya.

Keza dengan terburu-buru langsung menemui bundanya, ia mendengar suara bunda yang sedang menangis di sebrang sana ketika ia mengangkat telpon lewat hp Seana. Tanpa berpamitan dengan Seana dan yang lain, Keza memberikan kembali hp milik Seana dan lari begitu saja membuat Seana khawatir.

Saat hendak mengikuti Keza dirinya ditahan oleh Farel yang memang sedari tadi bersamanya.

"Dia udah jauh, lo gak liat dia lari cepet gitu?." Seana menatap kepergian Keza dengan raut wajah yang sangat khawatir.

‘ada apa ja? kenapa lo kaya orang resah gitu?’. Ucap Seana dalam hati.

"Loh Keza kemana Na?." Tanya Zidane yang sudah keluar dari ruang inap Kenzo disusul oleh Nafisa.

"Kebelet boker dia." Ceplos Farel membuat Seana mendengus.

"Lo gak mau masuk jenguk Kenzo Na?." Tanya Nafisa dengan nada yang begitu pelan.

Seana menatap Nafisa setelah itu dirinya masuk kedalam.

...

Saat ini laki-laki bernama Keza Abiandra mengendarai motor nya dengan kecepatan tinggi tanpa memikirkan keselamatan dirinya sendiri.

Suara tangis dari sang bunda membuat dirinya sangat khawatir hingga dirinya hampir lupa dengan Seana dan yang lain.

Sesampainya dirumah Keza dengan cepat langsung menghampiri bunda dan memeluknya.

"Abiandra maafin bunda." Katanya lirih. Keza menggelengkan kepalanya cepat.

"Ini Bukan salah bunda, bunda gak perlu minta maaf."

"Bunda belum bisa membahagiakan kamu dan bang Ghazi, maafin bunda nak." Keza mengusap punggung bundanya.

"Bunda jangan ngomong gitu, Abi sama bang Ghazi selalu bahagia. Apa lagi kalau liat senyum bunda, sekarang bunda jangan nangis lagi oke?." Keza melepaskan pelukannya dan mengusap air mata yang membasahi pipi sang bunda.

"Sekarang ayo kita beres-beres bun sebelum pak hardi dan anak buahnya datang lagi." Bunda mengangguk dan beranjak dari duduknya.

Keza dan bunda membereskan semua barang yang akan dibawa untuk pergi, mereka harus meninggalkan rumah peninggalan dari ayahnya karena hutang yang ditinggalkan mendiang sangat besar dan mereka tidak sanggup membayarnya.

Tiba-tiba Ghazi datang dengan tampang tak berdosanya.

"Sampe kapanpun gue gak mau ninggalin rumah ini!." Bantah Ghazi ketika bunda memberi tahu kabar tersebut.

"Harusnya lo mikirin bang! Jangan mau enaknya doang bangsat!." Marah Keza membuat bundanya terkejut.

"Abi! gak sopan kamu ngomong gitu, Ghazi abang kamu nak" Tegur bunda dan akhirnya Keza meminta maaf.

"Sorry bang tapi buat kali ini lo harus buang jauh-jauh sikap egois lo itu."

"Arghh anjing." Umpat Ghazi pelan agar bunda tak mendengarnya.

"Kamu harus ngerti dulu ya bang, nanti kalau bunda ada uang pasti bunda bakalan beli rumah ini kembali, kamu harus sabar." Kata bunda pada Ghazi, laki-laki itu hanya diam tanpa meresponnya.

"Sekarang cepet bereskan barang-barang kamu, Abi udah hampir selesai." Suruh bunda dan Ghazi menurutinya, walaupun saat ini dirinya sangat tidak terima namun melihat sang bunda yang terlihat begitu cape akhirnya ia menuruti perkataannya bundanya itu.

Keza yang terlalu sibuk hingga dirinya benar-benar lupa dengan sahabat-sahabatnya itu akhirnya tersadar ketika ia melihat foto kebersamaan mereka terpajang di dalam kamar miliknya.

"Astaga gue bener-bener lupa, sialan lo Keza." Makinya pada diri sendiri.

Langsung saja ia mengambil hp di dalam kantong seragam sekolahnya dan mengirim pesan singkat kepada Seana.

Putri kesayangan bunda :

Gue baik-baik aja,
lo gak perlu khawatir

__________________________________________

Ia menghela nafas berat lalu melanjutkan kegiatannya itu hingga selesai.

"Udah semua kan Bun?." Tanya Keza memastikan kepada sang bunda ketika mengangkat kardus ke dalam mobil pick up.

Bunda mengangguk. "Udah nak, kita pamitan dulu yu sama pak rt/bu rt." Ghazi dan Keza mengangguk dan berjalan bersama menuju rumah pak rt alias bapaknya bang Mahen.

"Permisi pak/Bu." Ketika sampai di rumah pak rt langsung saja Ghazi memangilnya dengan sopan.

"Iya tunggu sebentar." Terdengar suara wanita paruh baya di dalam rumah itu.
Hingga pintu terbuka dan terlihat wanita yang sedang menggunakan masker wajah.

"Eh ada bundanya Ghazi dan Keza, mari bun masuk dulu silahkan duduk, maaf ya saya lagi maskeran gini ehehehe."

"Gapapa bu harusnya saya yang minta maaf karena sudah menganggu waktunya ibu." Ujar bunda.

"Pak rt kemana bu?." Tanya Ghazi.

"Oh itu si bapak lagi keluar beli minyak goreng karena dirumah lagi abis." Jelas Bu rt dan Ghazi mengangguk paham.

"Eh ngomong-ngomong kalian ada perlu apa?."

"Ah iyaa.. jadi gini bu, kedatangan kita kemari untuk berpamitan karena kita akan pindah rumah." Mendengar perkataan dari bunda dua anak itu sontak saja membuat bu rt terkejut.

"Loh?! Tiba-tiba banget bun, ada apa?." Tanyanya penasaran.

"Ga ada apa-apa bu, kita memang sudah merencanakan ini dari dulu dan mungkin sekarang waktunya yang pas." Ujar Keza.

"Oalah begitu, saya kaget loh tiba-tiba banget kalian pindah."

"Titip salam buat pak rt ya bu. Kita semua pamit, permisi." Ucap bunda dan bangkit dari duduknya disusul oleh Ghazi dan Keza yang berdiri.

"Sebentar bu jangan dulu pergi." Bu rt menahan lengan bunda setelah itu melepaskannya dan pergi ke dalam rumah.

"Ini bun ada sedikit kenang-kenangan dari saya, tolong disimpan ya bun." Kata bu rt ketika keluar dari kamar dan membawa sebuah paper bag yang entah berisi apa.

"Terimakasih bu rt, maaf sudah merepotkan selama ini." Ucap bunda.

"Haduh saya gak pernah merasa di repotkan ko bun." Elak bu rt.

"Kalau gitu kita permisi ya bu." Ujar Keza.

"Iya, kalian hati-hati."

Setelah itu mereka pergi dari kampung ini dan meninggalkan begitu banyak kenangan.

....

See u next chapter

ABISATYA | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang