• 18| [Checkmate] •

160 10 0
                                    

Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selamat membaca!

***

"Dimana sisanya!?"

Pria itu berjalan mondar-mandir di depan lima remaja beriringan mengangkat kedua tangan. Mereka bungkam. Melakukan perlawanan fisik pada enam orang bersenjata—yang bisa membunuh tanpa berpindah tempat—adalah hal bodoh jika dilakukan.

Kemungkinan lain bahwa orang-orang itu berasal dari tim evakuasi para penyintas yang masih bertahan. Tapi realita mematahkan spekulasi, semenjak anak buah si pemimpin menodongkan senjata dari ambang pintu rooftop.

"Hanya itu kami temukan," ujar salah satu orang di sana.

Cass melirik barisannya. Bukan hanya dirinya yang berapi-api. Lalu, pandangan jatuh pada tiga orang dengan crossbow, dua orang dengan AK47, satu orang membawa shotgun. Mereka sama. Menodongkan senjata-senjata itu. Kecuali, pemimpin mereka.

"Apa masih ada yang kalian sembunyikan? Siapa pun kami tunggu." Suara sedikit parau dan berat pria paruh baya itu sangat mengganggu. Mendekati, memasang mata elang pada Rolex, Cass, Jack, Dixon, dan terakhir Mary.

"Jika tidak, silahkan ucapkan selamat tinggal pada teman kalian di sana," lanjut orang tersebut. Mengintimidasi kelima remaja, seolah tidak akan bertemu dengan sisanya. Antara memulai hidup baru atau dibunuh.

"APA YANG KALIAN MAU DARI KAMI?!"

Rolex, Cass, Dixon dan Jack agak tercekat mendengar pertanyaan itu berasal dari Mary.

Cass tertantang untuk ikut menambahkan. "Kita nggak punya apapun! Lihat di sana! Kita hampir mati!" Gadis itu menunjuk rooftop tempat dimana mereka berkumpul. Seratus persen dia akan bersikap seolah menjadi pemberani.

"Benar, saya tahu." Nada suaranya terlampau dingin. "Untuk itu kami datang ke sini. Berterima kasihlah! Kalian berhutang nyawa, maka ikut dengan kami!"

Dixon tampak berdecih. "Kami nggak akan percaya sama kalian! Kalo kalian nggak kasih tau alasannya." Laki-laki itu tersenyum meremehkan. "F*CK OFF!"

"Jika kalian menolak, maka teman kalian menjadi korban." Senyum miring tercetak.

"Cleo!? Aku nggak keberatan dia mati!" Topi hitam tersenyum meledek. Kali ini kedua tangan tidak terangkat, malah cenderung dilipat. Bersikap penuh angkuh untuk menyiratkan pemberontakan.

Jack disebelahnya tidak mengatakan apa-apa, dia rasa Dixon mengambil langkah anak tangga yang salah, yang membuat dirinya bisa jatuh kapan saja.

HEREAFTER ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang