• 31| [Wound Scratches] •

79 8 0
                                    

Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selamat membaca!

***

Lipatan dua lembar kertas yang baru di baca meninggalkan seulas senyum sebelum akhirnya memudar. Pandangan rambut merah jatuh pada api unggun di depan. Mereka berdua di pelataran menolak masuk ke dalam kabin kecil reyot yang tak berpenghuni. Berhenti mengikuti kegelapan atau menjadi bahan cabik para crawler yang lapar.

Jane ingin sekali mengabaikan kalimat akhir yang ditulis laki-laki itu.

Jangan heran kalau ada pertumpahan darah.

Namun, jauh di lubuk hati dia tetap tidak bisa untuk alasan yang entah kenapa sulit dijelaskan dengan pra-kata.

Gadis itu sempat ingin bertanya tentang dimana dan bagaimana keadaan yang lainnya, meski jujur mengatakan dia tidak ingin semua orang tahu bahwa dirinya juga 'peduli'. Siang tadi, Jack melepas peluk berikut menyelipkan kertas di lipatan telapak tangan Jane.

Dan menyuruhnya untuk segera pergi.

Heather mengunyah senyum di sela-sela makan daging burung bakar bekas bidikan Jane sore tadi. Jangan bilang jaman sekarang surat cinta masih berlaku. Tadi saat dirinya bersembunyi—sementara Jane menghampiri seseorang, mata gadis kecil itu sempat menangkap punggung lelaki berambut pirang. Dan sekarang Jane membaca surat yang entah datang darimana.

"Kalau itu surat cinta bakal aku bakar," ujar gadis kecil tersebut, tentu saja saat api di depannya mulai meredup terhembus angin.

Jane mengangkat bahu. "Kalau ini surat cinta, nggak mungkin aku terima," respon si rambut merah.

"Kenapa kamu mau nyelamatin mereka kalau kamu bisa survive sendirian?"

Jane baru saja ingin menyembur—banyak tanya, anjing! Namun yang nampak hanya satuan dari kedua alisnya. "Kenapa kamu mau nyelamatin mereka kalau kamu bisa survive sendirian?" Alih-alih menjawab, dia malah melontar balik pertanyaan yang sama.

Heather termenung sembari membuka tutup botol air dan menarik dua tegukan. Gadis kecil itu tidak menatap Jane atau botol yang kini dia tutup dengan rapat.

"Karena aku nggak bisa."

Hembusan napas terdengar gusar, seolah memang ada yang menganggu perasaan malam itu. "Meski aku nggak pernah punya temen di sekolah." Ada jeda sedikit yang tidak bisa Jane respon kalimatnya.

"Aku cuma anak yang ngabisin waktu di SD untuk baca buku sambil ngobrol masalah pelajaran sama guru," cerita Heather malam ini. "Aku nggak pernah main kejar-kejaran sama yang lain." Lalu sudut bibir anak itu terangkat. "Tapi aku masih pinter, aku bahkan nggak pernah dapet peringkat dua ke bawah."

Jujur saja, sebenarnya Jane tidak terlalu peduli dengan drama bocah sekolah dasar yang super membosankan. Namun bagaimana pun juga Heather masih anak-anak yang segala ceritanya perlu didengar. Tidak harus benar-benar didengar, hanya cukup duduk di sampingnya.

HEREAFTER ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang