• 32| [Madman] •

74 8 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

"Maap, yee soal yang waktu itu."

Pagi ini bukan kali pertama gadis itu meminta maaf pada si kuncir ekor kuda. Padahal sebelumnya Ruby sudah mengangguk meski tak mengatakan sepatah kata. Cass hanya merasa seolah Ruby belum memaafkan kesalahannya. Pasal dia memiliki teman brengsek macam Jack, dan bagaimana kematian sia-sia Matt.

Apa boleh buat sekarang? Tidak ada yang bisa dilakukan selain mengerjakan pekerjaan seperti biasa dengan keadaan sunyi dan canggung.

"Ya. Nevermind. Lagi pula memang keadaan udah sekacau ini."

Cass duduk di atas paving, meraih guguran dedaunan yang mengotori kebun dengan malas. Di samping gadis itu terdapat plastik sampah hitam, niat akan dibuang setelah isinya penuh. Namun justru sebaliknya, Cass terlalu malas untuk sekedar beranjak.

Daun-daun kering hanya diraih menggunakan tangan, kemudian dimasukkan ke plastik sampah tanpa menggeser bokong. Begitu seterusnya.

"Apa kamu masih temenan sama dia?"

Cass sedikit mendongak. Sementara punggung Ruby berdiri tidak jauh di depan, menghadap meja penuh polibag tanaman sekaligus membelakangi Cass.

"Maksud ku Jack," lanjut Ruby menoleh ke kiri, mereka tidak terlibat kontak, namun gadis itu masih bisa menangkap Cass dari sudut matanya.

"Entahlah. Susah. Tapi, aku kesel banget sama dia, sumpah!" Cass mengeluh diiringi bola mata yang berputar.

Bukan hanya barisan tanaman berpolibag yang ada di atas meja cokelat besar. Tugas Ruby adalah mencampur tanah itu dengan pupuk. Dengan sekop kecil dia menyendok dari dalam sak yang hampir kosong dan beralih meratakan pupuk di atas tanah. Tentunya dengan sangat telaten.

"Jack itu pinter." Cass akhirnya beranjak dengan lunglai keterpaksaan. "Dan selayaknya orang-orang pinter, kadang-kadang mereka egois." Untuk memunguti guguran daun di bawah.

"Aku nggak pengen percaya sama dia lagi, tapi entah kenapa kaya ada yang hilang gitu."

Ruby sudah tidak merespon semenjak Cass membahas soal Jack. Terdengar dari kalimatnya, tentu saja Cass masih berada di pihak laki-laki itu, meski dia mengaku benci sekalipun. Karena secara keseluruhan, Cass mengenal kelompoknya lebih lama daripada mengenal Ruby.

Kuncir ekor kuda menatap sak pupuk yang kini kosong. "Memang kalo kalian berhasil keluar dari sini ..." Tangannya meremas benda itu.

"... kalian mau pergi kemana?"

Cass mendadak menghentikan aksinya. Masalah pergi kemana, gadis tomboi itu tidak pernah kepikiran. Yang ada dipikirannya mungkin hanya sebatas refleks dari improvisasi, dan yah—pasrah—terutama.

Cass menoleh. "Gimana kalo kamu?"

"Aku mau pulang."

Tanpa terasa jawaban singkat Ruby mampu membuat Cass sedikit sesak ditambah rasa iba, kemudian menatap nanar.

HEREAFTER ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang