• 27| [Bow And Arrows] •

112 8 0
                                    

Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca!

***

"Aku sudah mendengar potensi mu dari Edson," sanggah Carter duduk di kursi besarnya. Begitu setelah punggung besar itu bersender kursi di putar ke arah lawan bicara. "Apa itu benar? Kau membunuh teman mu karena dia merencanakan pemberontakan?"

Jack duduk di kursi plastik berjarak dua meter dari Carter. "Ya." Laki-laki itu menutup mulut ketika kata-kata selanjutnya ingin keluar.

"Apa kalian benar-benar ingin bergabung dengan sepenuh hati?" Ada senyum licik kecil yang terukir di bibir Carter Osvaldo.

Bola mata diputar. "Ya. Mungkin Cass nggak." Pandangan Jack mengarah ke seluruh sudut ruangan.

Di situ lah pusat kesempatan berada, maksudnya selain Willem yang berdiri di dekat pintu terbuka. Dari dinding kaca yang bisa memantau lobi, sistem PA, speaker, pemutar CD di atas jejeran meja, lalu menuju lemari dokumen abu-abu serta poster iklan besar tertempel dan tumpukan kotak menjulang hingga ke langit-langit ruangan.

Mendadak ide terlintas dalam benaknya. Dengan begitu Jack akan memberitahu mereka bisa menyelinap kapan saja masuk ke ruangan ini. Tentang speaker—

"Selamat!"

Carter beranjak membuat kursi berdecit. Jack yang dari tadi memperhatikan speaker sontak beralih menatap pria di depannya dengan bingung.

"Kami tidak tahu apa yang kalian rencanakan. Namun, ada baiknya memberi mu kesempatan." Pria itu membenarkan posisi kerah jaket kulitnya. "Cass lebih cocok kerja di belakang, dan kau lebih cocok untuk tidak dilibatkan secara kontak dengan teman-teman lama mu untuk sementara, bagaimana?"

Sudah kuduga.

Jabat tangan siap diacungkan, sementara Jack belum merespon. "Tau alasannya kenapa?"

Pemuda itu menjawab dengan satu tarikan napas. "Kamu nggak bodoh. Kamu pasti belum percaya sepenuhnya, punya dugaan aku bakal bantu mereka keluar lewat komunikasi."

Jack mendesah panjang sebelum membalas jabatan tangan Carter. "Asal kamu tau, nggak akan ada rencana belakang."

***

"Kenapa nggak bilang dari awal, sih Cass?"

Vokal serak milik Ruby membuatnya sadar, gesekan telapak tangan Mary di punggung seolah membangunkan Cass dari lamunan. Gadis itu meringkuk di salah satu sudut dinding kayu. Memeluk lipatan kaki. Memilih bersender pada papan kayu dari pada pundak Mary di sebelahnya.

Hidungnya masih terasa nyeri dan perih meski darah tidak lagi keluar. Sisa-sisa bercak merah masih menghiasi buku-buku jemari yang terkepal erat, bekas memukul seseorang meski emosi sedikit mereda.

"Kamu baru ngomong sekarang, artinya ..." Nampaknya Ruby masih terguncang dengan informasi yang datang beberapa menit lalu, "Kamu terlibat sama pembunuhan yang Jack lakuin, Cass!" Gadis itu akhirnya menangis.

HEREAFTER ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang