• 24| [The Killing Joke] •

144 9 0
                                    

-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


-----

Lantai itu dingin sebagaimana takdir berkata, meski potongan kardus melapisi permukaan. Semilir angin khas malam hari masuk lewat celah atas tembok palsu yang tidak utuh, namun tetap bisa menerobos meski ada jeruji tajam menghiasinya.

Terdapat dua lentera di sisi kanan dan kiri, dua lentera yang menemani nyala fire pit sebelum orang-orang melingkarinya. Gelombang asbes usang yang setiap hujan akan bocor di beberapa tempat, dan Cass memaku tatapan padanya.

"Dari tadi aku nggak lihat Matt, di mana dia? Pulang bareng kalian, kan?"

Ruby dan yang lain duduk melingkari fire pit seperti malam-malam sebelumnya. Kecuali Cass yang saat ini berbaring malah memunggungi mereka dengan alasan lelah. Padahal dia telah mengalami kejadian sedikit traumatis hari ini.

"Carter manggil dia ke ruangannya."

Dan Cass tidak tahu kenapa Jack tidak merasa sedemikian.

"Aku jadi ngeri apa yang bakal dilakuin Carter. Tapi kalian nggak kenapa-napa, kan?" Suara itu berasal dari Mary.

"Nggak kok."

Cass berbalik untuk menyaksikan kebohongan apa lagi yang akan Jack katakan. Dia bisa saja memberi tahu dari awal bagaimana mirisnya Matt dimanipulasi, dikhianati, dan berakhir dibunuh oleh teman kita-si pirang hoodie abu-abu plus provokator ulung. Itu semua melabeli Jack. Namun, Cass memilih untuk memendam lantaran dia tidak siap mengecewakan atau jadi musuh Ruby dan teman-temannya.

Orang baru ini nggak tau diri! Dateng-dateng, PHP, buat orang lain terbunuh lagi!-Gadis itu terus merutuki Jack membayangkan seolah dia ada di posisi Ruby.

DOR!

Jantung Cass serasa ingin mencelos. Dia kira kematian Matt adalah kesalahan terakhir yang laki-laki itu buat. Gadis itu ingat betul bagaimana rasanya melihat Matt jatuh dengan lubang di belakang kepalanya. Yang satu ini sedikit berbeda. Entah disengaja atau tidak, Jack memilih menembak perut sang istri yang sedang mengandung. Wanita itu sekarat sebelum akhirnya mati dalam pelukan suaminya.

Bangsat!

Cass tidak bisa lagi berpura-pura. Dia resmi menangis di tempat. Sumpah serapah keluar dari gumamnya ketika dia menyembunyikan wajah menghadap mobil van tua. Mengusap kasar air mata yang jatuh di pipi. Jangan lemah atau mati.

Pria dewasa itu jelas tidak terima. Apa yang dia kumpulkan untuk menghidupi keluarga selama ini habis dilahap para bajingan tidak tahu diuntung, bahkan nyawa istri dan anaknya sendiri. Sudah cukup kejam?

Cass menelan ludah kasar, napasnya tercekat. Bayang-bayang tentang kejadian tadi siang menghantam pikiran. Di sana, di dalam hutan sebelah utara camp Dominator, ada Matt yang tergeletak di semak, rumput liar dan setumpuk guguran daun.

Kilatan air mata Cass kembali jatuh. Ruby telah menanti seonggok mayat untuk pulang. Dan maaf, gadis itu belum bisa memberitahunya sekarang.

HEREAFTER ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang