• 25| [Silent Cafetaria] •

136 9 0
                                    

Harusnya up kemaren, tapi lupa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Harusnya up kemaren, tapi lupa. Hehe.

Selamat membaca!

-———-

***

"Seberapa percayanya kamu kalo kita bisa keluar dari sini?"

Setelah bertanya, Rolex kembali fokus merapatkan dan mengikat jejeran kayu terbentuk seperti pagar. Membayangkan dia tidak akan berakhir jadi tukang buat pagar kalau Willem—si penjaga plontos dan berjanggut panjang—tidak memberi interupsi.

"Percaya nggak percaya harus keluar dari sini." Sementara Dixon satu pekerjaan dengannya. Si topi hitam menggenggam erat gergaji untuk memotong kayu dalam ukuran sama.

Mereka fokus pada pekerjaan masing-masing setelah diketahui Willem melangkahkan kaki berlalu begitu saja dengan senapan setianya. Melewati mereka berdua yang duduk di permukaan semen dengan tumpukan tali, kayu, dan peralatan seadanya.

Siang ini, matahari bersembunyi di balik awan seolah takut dihujat karena terlalu panas. Sama seperti mereka yang bersembunyi di balik bentangan rakitan kayu melingkari camp, seolah takut pada bencana di luar meski sudah tiga tahun berdampingan. 

Hening mengambil alih udara sebelum seseorang kembali bertanya. "Rencana?" Rolex melirik sekitar memastikan Willem ditelan tikungan bangunan sebelum matanya menatap Dixon.

Gesekan gergaji pada kayu otomatis terhenti. Dixon menatap balik orang di depan. "Bukannya itu tugasnya Jackass? Dia yang paling sok tahu, jadi dia yang bertanggung jawab."

"Sebenernya Matt dibunuh sama dia. Sama Jack."

Malam itu, Cass memberitahu bagaimana dia bisa melihat perubahan yang memuakkan dari salah satu temannya. Rolex tidak terlihat terkejut meski sebenarnya dia pernah.

"Aku belum bilang sama yang lain, takut mereka terguncang, takut mereka marah, takut mereka kecewa. Mungkin lain kali aku bisa hajar dia sampe mampus, yang pasti nggak sekarang."

Bukan karena satu pemikiran dengan Cass, bukan karena takut seseorang kecewa. Dia pikir kematian Matt tidak akan berdampak apa-apa, seseorang bisa mati kapan saja dan semua orang harus bisa menerima. Simpelnya, Rolex masih merahasiakan hal itu karena dia kurang peduli.

"Kamu percaya sama tanggung jawabnya Jack?"

Dixon menggeleng sebagai jawaban. "Nggak juga. Terus kamu mau naruh harapan sama siapa, Rolex?" Dengkus tajam terdengar. "Kamu juga nggak bakal tau ini berjalan kaya gimana."

"Inget, ada dua dari kita yang masih di luar."

"Heather sama Jane?" Dixon memutar mata.

Rolex terkekeh pelan, "Iya, kenapa? Kamu keberatan ditolongin cewek?" Dia tahu Dixon kebanyakan gengsi.

"Kalo kalian ketangkep dan aku berhasil kabur, aku usahain cari cara untuk nyelamatin kalian. Tapi, aku nggak janji."

"Aku keberatan kalo ternyata mereka nggak nolongin." Dixon menyingkirkan potongan-potongan kayu untuk diberikan ke Rolex. "Jujur aja, kayanya mereka emang pro. Jane si paling nggak peduli. Heather baru kenal kita. Bukannya masuk akal kalo mereka nggak bakal nolong?"

HEREAFTER ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang