Part 21

1K 201 8
                                    

"Bang, bisa lebih cepet nggak bawa mobilnya?!"

Juna melirik ke sana kemari, pada Kun yang tengah menyetir, jalanan yang begitu padat, juga pada ponselnya yang tak juga berbunyi sejak tadi. Mereka masih mengobrol ketika Maisy menelpon Dion dan mengatakan bahwa mereka membawa Ayya ke Rumah Sakit karena kondisinya darurat. Masalahnya Maisy juga tidak memberitahu kondisi darurat apa yang menimpa Ayya. Kaureen juga sama saja, ketika Kun menelponnya ... ia tidak mengangkatnya sama sekali. Jangan ditanya soal Juna. Dia sudah menelpon Kaureen dan Maisy bergantian, tetapi keduanya juga tak mengangkat telponnya. Bahkan pesannya saja mereka abaikan. Oh Tuhan.

"Bang!" kata Juna lagi.

Kun meliriknya sejenak, "Sabar Jun, sabar," katanya.

"Gimana gue bisa sabar! Ayya masuk Rumah Sakit!" katanya dengan panik.

Dion yang duduk di belakang hanya bisa menggelengkan kepala, "Masa sih Jun, Ayya harus masuk rumah sakit dulu biar lo panik," katanya.

Juna melirik ke arahnya, membuat Dion tersenyum tipis, "Masa harus dikasih peringatan begini dulu sama Tuhan supaya lo sadar," sambungnya.

"Yon ..." panggil Kun. Mencoba menghentikannya, sementara Juna ... dia sudah tidak bisa berkomentar apa-apa lagi. Ia bahkan sudah pasrah, terserah Dion mau menghujatnya atau bagaimana. Satu-satunya yang ia pedulikan sekarang adalah Ayya.

"Ayya," gumamnya. Ia menjambak rambutnya dengan kasar. Kemudian menatap kembali jalanan di luar sana. Kenapa jarak antara Dago dan Pajajaran terasa begitu jauh sih?

"Bang ..."

"Bentar Jun," kata Kun lagi. Ia sibuk mengemudikan mobilnya sembari menilai situasi kemacetan yang kini tengah dihadapinya.

"Nggak bisa klaksonin mereka apa? Suruh minggir!" kata Juna.

"Lo mah beneran egois Jun. Dipikir ini jalan lo sendiri?" kata Dion.

Juna menghela napasnya dalam, "Ayya gimana," keluhnya.

"Bismillah aja moga dia nggak kenapa-kenapa," sahut Dion.

"Tapi kalau sampai dibawa ke Rumah Sakit, bukannya berarti kenapa-kenapa? Lo pikir aja Yonn. Kalau Maisy yang masuk Rumah Sakit, lo juga pasti mikirnya aneh-aneh!" katanya.

Kun memejamkan matanya, mencoba menahan rasa kesalnya pada Dion dan Juna yang terus-terusan berdebat.

"Udah Jun, Yonn. Udah ya, di luar lagi macet, jalanan udah bikin ruwet, kalian jangan nambah-nambah juga bisa? Tenang dulu. Tenang. Di Rumah Sakit itu ada dokter, mau segawat apapun kondisinya, biar dokter aja yang nanganin. Lagi pula, keberadaan lo Jun, sama keberadaan dokter, kalau lagi darurat gini juga lebih berguna keberadaan dokter."

Juna diam saat mendengar penjelasan Kun. Ia memutuskan untuk menunggu, namun semakin melihat keluar, dirinya malah semakin gelisah. Ia benar-benar hawatir tentang keadaan Ayya saat ini. Apa yang terjadi kepadanya? Bagaimana keadaannya?

Lima belas menit kemudian mereka sampai. Juna sudah membuka pintu mobil begitu Kun menepi. Pria itu berlari dengan cepat ke dalam rumah sakit sementara Dion hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Kun meraih ponselnya dan membaca pesan masuk di sana, "Hadeuh," katanya.

"Apaan Bang?" tanya Dion.

"Susulin Juna Yonn. Ayya di Melinda 2, bukan Melinda 1."

Dion menatap Rumah Sakit yang ada di hadapannya, "Ini Melinda 1? Ya Allah. Ya oke, gue telponin sambil susulin dulu dia," kata Dion.

From HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang