Part 20

928 207 16
                                    

"Kita kerja dulu ya! Diusahain pulangnya cepet biar bisa nemenin lagi."

Ayya tersenyum pada Maisy dan Kaureen yang pamit kepadanya untuk bekerja, Dion dan Kun juga di sana, mereka siap mengantar istrinya.

"Bang Kun sama Dion, maaf ya istrinya aku pinjem," kata Ayya.

Kun tersenyum, "Nggak apa-apa Ya, nggak tiap hari kok."

Dion mengangguk setuju, "Bener. Tar malem juga udah balik Ya," kekehnya.

Maisy mendelik ke arahnya, membuat Dion mengerjapkan matanya. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya terkekeh pada istrinya, "Maksudnya paling tar malem kita balik lagi ke sini, kan kerjanya nggak sampe malem," jawabnya.

Maisy menatapnya penuh keraguan. Bagaimana ya, rasanya jawaban Dion tidak meyakinkan, sementara Kun ... ia berdehem, "Ya udah, kita pergi dulu aja. Ayya baik-baik ya di sini," ucapnya.

Ayya tersenyum, "Sekali lagi makasih ya. Kalian hati-hati di jalan!"

Melambaikan tangan, keempat orang itu berlalu dari hadapannya. Ayya menutup pintu dan menghela napasnya. Suasana yang semula ramai kini kembali sunyi. Begitu semua orang pergi, semua tak sama lagi. Memang benar, Ayya hanya teralihkan sejenak, dan sekarang ... ia kembali pada kenyataan hidupnya; permasalahannya dengan Juna yang belum tuntas.

Ding dong!

Bel apartemennya berbunyi. Ayya melirik ke atas sofa di mana jaket Maisy berada di sana. Nah, kan. Ketinggalan jaketnya.

Meraih jaketnya, Ayya berjalan menuju pintu dan membukanya, "Kak Maisy mah bis—"

BBAM!

Refleksnya membuat Ayya menutup pintu dengan cepat. Ia mengerjapkan mata, mencoba berpikir sejenak tentang siapa yang ia lihat barusan.

Belnya berbunyi lagi, membuat Ayya tersadar. Wanita itu membuka pintunya lagi, dan ia melihat Juna di sana, berdiri tepat di hadapannya.


****


"Itu bukannya mobil Juna ya?" tanya Maisy saat mereka berada di parkiran.

Dion mengikuti arah pandang Maisy dan ia juga melihat mobil Juna dengan jelas. Masalahnya, mobil Juna ini mudah dikenali karena ada stiker yang dijadikan souvenir pernikahan mereka yang Ayya tempel di mobilnya, jadi mustahil menyanggah kalau itu bukan mobil Juna.

"Ma—mana?" tanya Dion. Pura-pura celingukan mencari keberadaan mobilnya.

"Apa sih? Kamu bolor apa gimana? Itu di depan!" tunjuk Maisy.

Kali ini Dion benar-benar tak bisa berkutik. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal kemudian terkekeh, "Iya ya, mobil Juna."

Maisy menatapnya penuh selidik, membuat Dion kelimpungan sejenak namun pria itu mati-matian mencoba mengalihkan perhatian istrinya dari mobil Juna.

"Kamu nggak takut telat? Ayo! Kita pergi aja sekarang," katanya.

"Aku nggak ada absen," sahut Maisy.

Jeger! Matilah ia! Bagaimana ini? Apa yang harus Dion lakukan sekarang?

Menatap Maisy, Dion tersenyum dengan canggung, "Ya udah, mending—"

From HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang