Part 26

972 192 6
                                    

Ada fase-fase melelahkan seperti ini dalam hidup. Saat pekerjaan datang tiada henti namun kau tidak bisa memilih untuk meninggalkannya begitu saja karena semua sudah menjadi tanggung jawabmu sepenuhnya.

Kaureen ingin menangis saat mendengar ada beberapa masalah dalam project yang sedang berjalan saat ini. Padahal ia sudah meminimalisir semua resiko, namun masalah tetap saja datang. Siapa sangka penyelesaian masalahnya cukup lama dan berlarut-larut hingga hari ketiga pun, Kaureen masih sangat sibuk. Pagi ini saja, saat ia sampai di kantor, beberapa laporan sampai kepadanya dan Kaureen hanya bisa menghela napasnya seraya mengumpat tertahan.

Puspita menatapnya sedih, "Gimana dong Bu? Masa tiba-tiba ada perubahan dokumen begini?" tanyanya.

Kaureen menghela napas, "Ini mah memang sengaja mereka mau mempersulit kita. Padahal kan pekerjaan juga udah jalan lama, kenapa tiba-tiba berasa mulai dari awal lagi ini harus ngurus tektek bengeknya," katanya.

"Tender baru juga makin susah nembusnya Bu, banyak titipan yang lain kayaknya. Persyaratannya setting an banget."

Kaureen memijat pelipisnya, "Ya udah, nggak apa-apa kita beresin dulu aja yang ada," katanya.

Puspita mengangguk, "Jadi Bos enak ya Bu. Lagi begini kita yang repot, dia malah asik di New Zealand sama keluarganya."

Diingatkan oleh kenyataan seperti ini, Kaureen meringis. Ia bahkan sampai gagal liburan bersama suaminya, yang membuatnya hampir saja ribut besar gara-gara koper Kun yang masih menghantuinya. Untung saja masalah itu sudah selesai, tapi tetap saja. Kesal juga kalau ingat hal itu, meskipun rasa bersalahnya pada Kun lebih besar.

"Aku kadang mikir Bu, aku nyari apa ya. Kerja begini banget," keluh Puspita. Ucapannya membuat Kaureen merenung. Benar. Ia cari apa sebenarnya?

Uang? Sesungguhnya, Kaureen punya tabungan yang sangat cukup untuk dirinya sendiri. Uang suami? Jangan ditanya, penghasilan Kun benar-benar bisa membuat mereka menganggur berbulan-bulan.

Waktu untuk bersosialisasi? Nyatanya Kaureen hanya bersosialisasi dengan banyaknya dokumen dan klien yang harus ia tenangkan dan menangkan hatinya. Tidak ada haha-hihi dan pesta bersama teman atau rekan kerja juga.

"Bener banget Pus, kita cari apa ya?" tanyanya.


*****


"Baik Bu. Kami akan siapkan sesuai request Ibu ya!"

Begitu sambungan telponnya terputus, senyuman di wajah Maisy hilang seketika. Ia menyimpan ponselnya begitu saja.

"Awas ya kalau nelpon lagi!" gerutunya.

"Kenapa Bu?" tanya Rosi.

Ditanya seperti itu, Maisy mulai berapi-api, "Ini yang nanti wedding di ballroom johannsen udah nelponin dari pagi dengan request yang ganti-ganti. Tadi pagi pengen gini, nelpon lagi pengen gitu, udah di-iya-in, eh dia nelpon lagi katanya nggak jadi, kembali ke rencana awal aja. Oke, boleh. Kita kembali ke rencana awal, dan kamu tahu nggak Ros, dia telpon lagi barusan buat apa?"

"Ganti lagi request nya?"

Maisy menganggukkan kepala, "IYA! Mana pengen pake konsep baru lagi. Yang bener aja! Ini sih namanya suka-suka dia banget. Oke, memang dia yang punya acara, dia yang punya uang, dia yang punya kuasa, tapi harusnya dari awal dia pilih custom. Kenapa juga dia malah pilih menu paketan. Harusnya kan udah, nggak bisa diganti-ganti, tapi kalau kita bilang gitu nanti malah marah."

From HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang