Part 37

1.4K 221 10
                                    

Kaureen tersentak. Ia benar-benar terkejut saat mendengar suara Kun yang cukup keras saat memanggilnya. Kun jarang berteriak, ia bahkan jarang marah, tetapi lihatlah sekarang, entah setan apa yang sedang menguasainya.

Pria itu mengusap wajahnya kasar, tersadar dari amarahnya yang tak bisa ia kendalikan barusan, "Aku nggak suka ya denger ucapan kayak gitu!" kata Kun.

Ia menatap Kaureen dengan tajam, "Apa kamu nggak ngerasa kalau aku sedang menahan diri dan mencoba bicara baik-baik sama kamu?"

"Masa iya, menahan diri sambil teriak gitu? Kalau nggak nahan diri, gimana? Lo mau mukul gue?"

Kun memejamkan matanya seraya menghela napas berat, jiwa Kaureen yang tak ingin kalah malah menguasainya sekarang.

"Aku beneran menahan diri, aku beneran mencoba bicara baik-baik."

"Kedengarannya memang baik-baik, tapi kamu sadar nggak kamu ada mojok-mojokin aku?"

"Kamu juga sama!"

"Ya udah! Makanya nggak ada yang bisa dilanjutin dari obrolan ini. Kamu kalau maksain kita baikan juga nggak bisa, kamu masih kesel sama aku, begitu juga aku."

Kun menghela napasnya. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Kenapa rasanya lebih mudah menghadapi Kaureen lewat ponsel dibandingkan berhadapan secara langsung seperti ini? Kaureen juga sama, rasanya melihat Kun malah memperkeruh situasi dan memperparah keadaan. Kenapa sulit sekali bagi mereka menyelesaikan masalah sepele ini? Iya. Benar, menurut Kaureen ini hanya masalah sepele, tetapi kenapa sampai sebegininya?


*****


Kaureen terbangun dengan lengan Kun yang melingkar di pinggangnya, padahal semalam mereka tertidur dengan saling memunggungi, kenapa pagi-pagi malah jadi begini?

Wanita itu memegang tangan Kun, hendak mengenyahkannya dari tubuhnya namun rupanya Kun sudah bangun, ia malah mendekat dan mengunci tubuh Kaureen dengan tangannya, membuat Kaureen menghela napas. Energinya belum pulih, sisa-sisa kesadaran dalam dirinya juga masih belum berkumpul menjadi satu. Akhirnya, Kaureen membiarkan tangan Kun tetap berada di tubuhnya.

Lama mereka berpelukan—lebih tepatnya Kun yang memeluk Kaureen—sampai Kun beringsut, semakin mendekat lalu kemudian mulai bercerita, "Sebenernya aku kemarin dapet nasehat nggak langsung waktu di bandara," katanya. Pria itu tersenyum kecil, "Katanya, memang bener penyebab perceraian itu banyaknya yang selingkuh, karena ekonomi, atau KDRT dan segala macemnya. Tapi sebelum itu, kadang hal sekecil lupa matiin lampu aja bisa jadi pemicu semuanya. Iya, kalau ditumpuk-tumpuk kekesalannya dan nggak pernah diluapkan sama sekali. Lama-lama emosinya bisa nggak terkendali."

Kaureen mengerutkan keningnya. Maksud Kun apa sih?

"Dengernya bikin aku ketawa, tapi aku mikir juga."

Kun menghentikan ucapannya, membuat Kaureen mengerutkan keningnya. Hey. Dia menunggu Kun melanjutkan ceritanya. Ayolah, apa harus ditunda dulu? Untuk apa?

"Ternyata bener ya kata Ibunya."

"Lihat aja kita sekarang," kata Kun lirih.

Kaureen mengerjapkan mata, ia memilih untuk diam, sementara Kun melanjutkan, "Kemarin Ibunya sempet curiga juga sama aku, dia mikirnya aku jahatin kamu makanya sampe cari-cari kamu di bandara."

Ada nada riang yang terdengar dari suaranya.

"Ibunya ngomelin aku tahu. Tapi jadinya aku denger apa yang nggak pernah aku denger selama ini. Sampe mikir, kalau ada Mami ... pasti beliau bakal nasehatin aku dengan cara yang sama."

From HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang