Part 19

911 199 16
                                    

Ada keheningan yang mencekam di antara mereka. Sebenarnya Dion saja sih yang merasa semua ini begitu mencekam, jauh berbeda dengan Juna yang masih berdiri di tempatnya.

"Aduh, Jun ..."

Dion maju dan menatap Juna, siap untuk meminta pengampunannya karena sudah menyembunyikan fakta bahwa ia tahu di mana Ayya berada.

"Please, Jun. sorry banget, tolong lo pikirin posisi gue. Kalau milih istri sama lo, y ague milih istri lah Jun, lo juga sama, pasti milih Ayya kan," ucap Dion dengan panik. Sumpah! Ia sampai gemetaran saking takutnya Juna meluapkan amarah kepadanya.

Tetapi semua di luar dugaan Dion, alih-alih meneriakinya atau bahkan meninjunya, Juna terduduk dengan lemas di atas sofa.

"Ya Tuhan," katanya dengan lega. Pria itu mengusap rambutnya. Ia menatap Dion dan tersenyum, "Makasih Yonn."

Mengerutkan keningnya, Dion menatap Juna tak menyangka. Hey! Apa ini? Kesempatan macam apa yang datang menghampirinya hari ini? Apakah Dion sedang beruntung karena Juna tiba-tiba terlihat sangat lunak seperti ini? Tidak, tidak. Ini sih bukan lunak ya, Juna terlihat rapuh. Aww. Ya, benar. Rapuh. Kan ditinggal istri, siapa juga yang tidak rapuh?

Mendekat pada Juna, Dion duduk di sampingnya dan menepuk bahunya, "Untung Ayya nggak pergi jauh Jun. Coba kalau pergi jauh, lo mau gimana."

Juna menghela napas, "Yon, sumpah. Gue lemes banget."

Bukannya bersimpati, Dion malah cekikikan tak jelas, tetapi tanpa sepengetahuan Juna. Pria itu segera menormalkan ekspresinya saat Juna melirik ke arahnya.

"Bisa lemes juga ya lo, padahal muka lo galak dan penuh intimidasi," komentar Dion. Oke, sempat-sempatnya dia mengomentari keadaan Juna saat ini.

"Gue keliling sana sini dari pagi Yon, dan sekarang, jam tiga sore ... gue baru bisa bernapas lega. Ya Allah."

"Aduh Jun, lagi gini lo inget Allah, semalem kemana? Lo berdoa juga percuma, ibadah lo nggak diterima empat puluh hari," celetuknya.

Juna tidak menjawab apa-apa, ia hanya mengerjap dan terdiam lalu kemudian menyandarkan tubuhnya di atas sofa.

"Terus gimana Ayya nya?" tanya Juna, mencoba mengembalikan pembicaraan mereka ke semula.

"Ayya siapa, aku tidak mengenal Ayya," kata Dion.

Juna menggelengkan kepalanya, "Yonn, sumpah, gue pusing," keluhnya.

Dion menghela napas. Ya sudah, mau bagaimana lagi. Dia juga kan sudah ketahuan ya, dan semua ini di luar kuasanya.

"Ya, subuh-subuh dia ke rumah gue. Kasihan banget Jun, koper sama badannya lebih gede kopernya. Harusnya dia masuk ke dalem kopernya terus menggelindingkan diri dengan koper besarnya," kekeh Dion. Leluconnya tidak mempan pada Juna karena pria itu hanya bisa diam dan kembali menghela napas.

Yah. Oke, Juna memang terlihat tidak baik-baik saja bukan. Wah, kalau begitu ... mari kita buat Juna yang tidak berdaya ini semakin tak berdaya.

"Dia nangis sampe matanya bengkak banget, dikasih minum nggak mau, dikasih makan apa lagi. Sampe gue pergi, dia masih nangis dan bahkan ..."

Juna menatapnya penuh harap, menunggu Dion menyelesaikan ucapannya.

"Kenapa?"

From HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang