41. Hug & Tears

35 2 0
                                    

"Kau bagai bunga indah yang kelopaknya terus berjatuhan seiring angin kencang menerpanya. Dan akhirnya kelopak itu habis juga. Namun dimataku, kau tetap bunga indah nan harum yang selalu memancarkan cantiknya walau tak semua orang bisa melihat keindahannya."

**

"Aku akan pergi hari ini Ayah. Tolong, jaga putri Alliona. Aku akan segera kembali," ucap Bitrace pamit.

Belzeeras menatap putranya, mengangguk. "Tentu saja putraku. Ayah akan menjaga perempuan itu. Putri Alliona adalah penyelamat kita. Semoga Varnosa bisa menyembuhkannya." Belzeeras tersenyum. "Bagaimana kondisinya sekarang?"

Bitrace menghela nafasnya gusar. "Semalam putri Alliona bermimpi buruk. Aku bisa menangkap apa yang ada dipikirannya. Dia sangat merasa kehilangan Pangeran Hero dan Alzhery."

"Pangeran Hero? Alzhery? Siapa mereka?" Belzeeras mengernyit.

Seketika Bitrace merubah ekspresi wajahnya datar, seakan berat untuk menjawab. "Pangeran Hero adalah... kekasihnya. Dan Alzhery adalah kakak kandung Putri Alliona," jelasnya yang dibalas anggukan Belzeeras.

"Aku ingin bertanya pada ayah sesuatu,"

"Apa?"

"Apa ayah masih ingat ciri-ciri laki-laki yang bersama Putri Alliona saat ayah menemukan mereka?"

Belzeeras terdiam, tampak berpikir sejenak. Ia pun mengangkat wajahnya kemudian. "Lelaki itu memakai kemeja putih dengan rompi coklat. Rambutnya sedikit panjang berwarna kecoklatan."

Kedua mata Bitrace berbinar menatap ayahnya. "Apa dia memakai kalung ruby?"

Belzeeras pun mengangguk. "Ya. Dia memakainya.

***

Semenjak Alexus lenyap dari muka bumi, seluruh kehidupan di berbagai wilayah dan kerajaan mulai berangsur normal. Mereka sedikit demi sedikit kembali membenahi rumah-rumah yang hancur, membereskan segala kerusakan-kerusakan akibat pembantaian itu.

Seluruh wilayah perlahan mampu bangkit dari keterpurukan, termasuk Alvonlea. Kerajaannya yang runtuh itu kembali berdiri setelah beberapa hari mengalami perbaikan. Hero bersyukur istanya tak banyak mengalami kerusakan. Dua belas hari yang lalu merupakan hari-hari yang berat bagi Hero. Namun kini lelaki itu bisa mengumpulkan keluarganya kembali dalam pemakaman khusus yang dibuat di area taman belakang istana.

Usai menjenguk kuburan Raja Marvelluz dan Ratu Elnora, Hero berencana untuk pergi ke wilayah Elf Bintang. Salah satu pengawal setia Raja Marvelluz yang selamat menghampiri Hero.

"Saya akan menemani Pangeran pergi ke Evereskaar."

"Tidak usah. Aku bisa pergi sendiri," tolak Hero. "Aku hanya minta padamu untuk menjaga kakakku di istana."

Pengawal itu mengangguk serta menunduk hormat. Hero pun berjalan kearah kuda hitam yang sudah siap di gerbang istana.

***

Setibanya di kastil megah wilayah Evereskaar, Hero langsung dihadang para pengawal yang menjaga di depan pintu besar kastil.

"Maaf,  Anda siapa? Ada perlu apa Anda berada disini?" tanya salah seorang pengawal Elf Bintang.

"Aku Hero Marvelluz. Aku ingin bertemu dengan putri Alliona," tukas Hero sopan.

"Apa hubungan Anda dengan putri Alliona?" salah satu pengawal Elf bertanya dingin.

"Aku kekasihnya. Aku pernah datang kesini untuk mengantarnya karena perintah Yang Mulia Belzeeras."

Kedua pengawal itu saling menatap, sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, Anda boleh masuk."

"Terima kasih," balas Hero hormat. Ia segera menuju kamar Alliona dengan mengandalkan ingatannya saat itu.

Tiba di sebuah pintu putih berukir pola indah berwarna silver, Hero menghentikan langkahnya lalu membuka klop pintu perlahan. Sebuah kamar besar yang mewah dengan dekorasi identik kaum Elf Bintang membuat Hero sempat takjub.

Kedatangan Hero membuat kedua pelayan wanita yang berada disana terkejut. Namun Hero tak begitu memperdulikannya. Pandangannya langsung terfokus pada Alliona dengan gaun putihnya yang sedang berdiri kearah jendela.

Perlahan Hero mendekatinya. Ia melihat wajah gadis itu dari samping. Sorot mata gadis itu terlihat kosong tanpa ekspresi.

"Alliona...?"

Alliona tak menyahut. Menoleh pun tidak. Hero pun meraih lengan Alliona lembut. Namun respon gadis itu malah terkejut dan berusaha menepis.

"Ini aku, Hero..."

Alliona tetap diam sembari beringsut mundur. Tatapannya  kosong seperti tak mendeteksi adanya Hero disana. Melihat itu, Hero mulai menyesal. Ia berpikir Alliona sudah kecewa padanya. Selama dua belas hari, Hero memang tak pernah ada disamping perempuan itu.

"Maafkan aku, Alliona. Aku menyesal sudah meninggalkanmu disini."

Respon Alliona tetap sama. Tatapannya tetap kosong seakan tak mendengar apapun. Ia bahkan tak mengeluarkan suara sedikit pun. Gadis itu sedikit terisak dengan menampakkan kesedihannya. Melihat itu Hero langsung terdiam, menatapnya. Ia meraih lengan Alliona dan menggenggamnya.

"Alliona, Alliona..?"

Respon Alliona masih sama.

Hero menoleh kearah dua pelayan yang masih berdiri disana, tatapannya seolah bertanya  memastikan. Kedua pelayan itu mengerti dan mengangguk dengan berat hati.

"Buta... dan bisu...?" gumam Hero dengan suara bergetar.

Dua pelayan itu mengangguk lagi. Lalu salah satunya menjelaskan bahwa Alliona tadinya masih bisa mendengar, namun sejak kemarin pendengarannya semakin buruk.

Mengetahui semua itu, kedua pundak Hero melemas. Kakinya seperti hilang kekuatan untuk menopang tubuhnya. Ia menggeleng lalu meninju tembok jendela hingga retak.

"Tidak, Alliona... Tidak!!"

Air mata Hero meluruh, diiringi rasa sesak dalam dadanya. Hero menatap kembali Alliona dengan perasaan yang sudah tak karuan. Ia segera meraih tubuh Alliona kedalam dekapannya, namun Alliona berontak.

Hero tak peduli. Semakin Alliona meronta, semakin erat Hero memeluknya. Lelaki itu menenggelamkan wajahnya di leher Alliona hingga akhirnya gadis itu sedikit tenang.

Alliona sadar lehernya basah. Ia juga kenal dengan pelukan ini. Erat, hangat dan nyaman.  Ia juga tahu seseorang yang sedang memeluknya bukanlah Bitrace, ingatannya saat itu langsung tertuju pada Hero.

Hero terisak pelan. Alliona pun membalas pelukan dari tubuh tegap itu perlahan, membuat tangis Hero semakin pecah. Alliona merasakan tubuh lelaki itu bergetar hebat.

"Hero...?" bisik Alliona sangat pelan.

Hero menoleh sedikit. "Kau benar. Ini aku, Hero," bisiknya di telinga Alliona, dan Alliona bisa mendengar itu.

Perempuan itu akhirnya tersenyum dan mengeratkan pelukannya. Hero mulai mengelus surai Alliona dengan sayang.

Sesaat, pelukan mereka meregang. Alliona langsung meraba pipi Hero yang basah.

"Aku minta maaf,"

Saat tahu pergerakan bibir Hero yang mengucapkan kata itu, Alliona menggeleng pelan. Jemarinya bergerak mengusap air mata yang membasahi pipi lelaki itu. Seketika Hero meraih lengan Alliona yang berada di wajahnya dan mengecupnya, sebelum ia kembali meletakkannya di pipinya.

"Maafkan aku karena sudah meninggalkanmu. Aku tidak ada berasamamu."

Alliona masih bisa merasakan  pergerakan bibir Hero. Laki-laki itu kini menangkup wajah Alliona dengan kedua tangannya. Menatap setiap lekuk wajah gadisnya, menatap manik keemasannya yang terang.

"Bagaimana pun kondisimu, aku tetap mencintaimu Alliona."


Never Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang