Alvonlea, 7 tahun lalu.
Seorang anak laki-laki berumur sebelas tahun itu menggenggam erat sebilah pedang bermata dua, berusaha mempertahankan fokusnya.
"Ayo Pangeran Hero, terus tangkis perlawanan dariku!"
Hero dan pelatihnya terus berlatih bela diri pedang sepanjang siang ini. Tak hanya bela diri, Hero juga biasa melatih kemampuan sihirnya di hutan dan lokasinya tidak terlalu jauh dari istana. Hero memiliki dua pelatih yang berbeda dalam melatih ilmu bela diri dan sihirnya. Kali ini pelatih bela dirinya adalah orang kepercayaan ayahnya yang bukan kalangan penyihir.
Bulir-bulir keringat sebesar biji jagung menetes di pelipisnya. Pelatihnya itu sudah bilang bahwa semakin hari, perkembangan bela diri Hero semakin baik. Semua teknik bela diri yang diberikan oleh pelatih itu sudah dapat dikuasai oleh Hero. Namun pangeran itu tak terlalu memperdulikan pujian-pujian dari pelatih maupun pengawalnya. Hero juga bukan termasuk orang yang membanggakan dirinya sendiri.
Setelah cukup lama mereka saling menebas pedang satu sama lain, Hero berhasil membuat pedang sang pelatih terhempas jatuh. Dengan itu, dapat dikatakan bahwa pemenangnya adalah Hero.
"Bagus Pangeran! Pangeran sudah ahli dalam bertarung dengan pedang melawan saya," puji sang patih. "Mungkin latihan untuk esok hari, pangeran hanya butuh ketangkasan dan lebih fokus lagi," ujarnya. Para pengawal yang juga ikut menyaksikan mereka di belakang bertepuk tangan.
Hero hanya mengangguk mengiyakan tanpa berkomentar lagi. Waktu istirahat pun tiba. Hero duduk meluruskan kedua kakinya seraya menyarungkan lagi pedangnya. Tak sengaja ia melihat kearah sebuah gubuk kecil yang berdiri cukup jauh dari tempatnya berlatih. Karena penasaran Hero pun bangkit dan hendak menuju kesana.
"Pangeran mau kemana?" tanya salah satu pengawal.
"Aku ingin keliling di sekitar sini sebentar."
"Kalau begitu saya akan menemani pangeran,"
"Tidak perlu. Aku hanya ingin sendiri. Tidak akan lama," tolak Hero. Satu pengawal itu pun mengangguk.
Hero berjalan menuju gubuk kecil itu. Saat sudah dekat, ia pun memelankan langkahnya. Tak lama seorang gadis kecil keluar dari gubuk itu lalu berjalan kearah Hero. Sontak Hero pun bersembunyi di balik tanaman lebat. Gadis kecil itu tidak sendiri, melainkan bersama seekor kucing hutan.
Beberapa saat kemudian, gadis itu berhenti di depan pohon apel hijau. Hero terus memperhatikan gadis itu dari jauh. Gadis kecil itu mendongak keatas pohon dengan raut wajah putus asa.
"Tinggi sekali. Kau mau aku memanjat Ofree?"
Hanya kalimat itu yang dapat di dengar oleh Hero. Pandangan Hero bergulir kearah buah apel dan gadis kecil itu secara bergantian. Seketika ia pun mengangkat telapak tangannya seraya pandangannya fokus menyorot buah apel yang cukup berlimpah diatas sana.
"Jatuh!" titah Hero pelan.
Dengan bantuan sihir Hero, beberapa buah apel yang berlimpah pun jatuh dan terlihat menimpa kening gadis kecil itu. Gadis kecil itu sedikit meringis kesakitan. Melihat itu Hero jadi menepuk dahinya merasa bersalah. Namun seulas senyum terbit saat melihat gadis kecil itu nampak kegirangan setelah memungut beberapa apel yang jatuh.
Hero ikut tersenyum begitu melihat gadis kecil itu memakan buah apelnya dengan lahap. Namun sesuatu yang tak terduga datang.
BOOOMM!!
Hero nyaris terjungkal karena terkejut saat mendengar suara debuman yang berasal dari desa Sarina. Ia bisa merasakan tanah yang bergetar dan retak akibat ledakan cukup keras itu. Sesaat Hero buru-buru mengalihkan pandangannya kearah gadis kecil itu yang juga sangat terkejut. Namun dia terlihat panik dan beranjak dari sana berlari menuju kearah desa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Forget You
Fantasia[FANTASY-ROMANCE] "Kenapa rasanya sesakit ini?!" Hidup menjadi gadis seperti Alliona Wyne Caitlin? Tragedi kebakaran yang menewaskan kedua orang tuanya membuat Alliona harus tinggal seorang diri sejak usianya 10 tahun. Gadis malang itu juga pernah...