Opening

223 4 0
                                    

Alliona Wynne Caitlin (10 tahun).

Memiliki keluarga yang lengkap, semua kebutuhannya terpenuhi dan memiliki kebebasan melakukan apapun. Orang pasti mengira kehidupan Alliona sudah sempurna. Namun, Alliona sendiri tak merasa seperti itu. Semenjak kakak laki-lakinya pergi dari rumah tanpa alasan yang jelas, Alliona benar-benar merasa dirinya hanya hidup sendiri dirumah. Tak ada lagi teman, tak ada yang bisa diajak berbicara bahkan bermain.

Sejak umurnya menginjak enam tahun, disitulah Alliona mulai merasakan perubahan besar pada perilaku orang tuanya. Tidak ada lagi kasih sayang dan kebahagiaan yang Alliona rasakan seperti dulu. Bahkan kini tak ada kata 'harmonis' lagi dalam keluarga mereka.

Yang hanya didapatkan Alliona selama ini hanyalah sikap kedua orang tuanya yang menjadi dingin, cuek dan acuh. Alliona tidak pernah melihat ketulusan lagi di wajah ayah dan ibunya dalam mengurusnya selama ini.

Coba bayangkan, keluarga macam apa di dunia ini yang hanya berbicara jika seperlunya? Mereka tak mengenal basa-basi--dan itu yang membuat mereka sangat irit bicara bahkan dengan Alliona yang saat itu usianya masih kecil. Alliona tidak tahu apa diluar sana sikap ayah dan ibunya juga seperti itu atau tidak.

Yang pasti selama ini, hanya ada keheningan yang Alliona rasakan saat berkumpul bersama kedua orang tuanya. Celine, ibu kandung Alliona memang lebih sering berada dirumah. Melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengobrol satu sama lain. Apa itu enak? Tentu saja tidak!

Mungkin itulah sebab mengapa kakak Alliona memilih pergi. Menjauh meninggalkan Alliona tanpa pamit.

Tak ayal jika Alliona selalu berbicara sendiri, menikmati kehaluannya dengan menciptakan apapun sebagai teman dalam imajinasinya itu. Namun Ayah dan ibunya tidak pernah terganggu dan peduli sedikit pun. Menanyakan keadannya saja adalah hal yang tidak mungkin dilakukan.

Hanya saat Alliona sedang sakit, ibunya baru mau merawatnya dan memberinya obat. Walau tetap tidak meninggalkan sikap dinginnya. Karena itu, Alliona memilih lebih baik sakit demi mendapat perhatian sang ibu walau setitik.

Namun, terlepas dari perlakuan aneh kedua orang tuanya, Alliona menyimpulkan bahwa mereka masih punya rasa peduli. Jika tidak peduli, untuk Alliona tetap tinggal dirumah, mengurusnya sampai sekarang. Mungkin sedari dulu Alliona sudah ditelantarkan jauh-jauh oleh mereka.

***


Tok Tok!

Alliona membuka matanya begitu mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia mendongak menatap jam dinding lalu mendengus. Jam makan siang. Alliona bangkit dari kasur yang ukurannya tidak terlalu besar itu lalu berjalan tanpa semangat keluar kamanya menuju ruang makan keluarga.

Apa yang ditunggu? Kenyataannya makan bersama adalah kegiatan yang paling dibenci Alliona selama empat tahun terakhir. Bagaimana tidak, bersama atau tidak bersama dengan keluarga rasanya sama saja bagi Alliona. Keheningan.

Alliona sedikit terkejut melihat piring berisi makanannya sudah disiapkan di meja makan. Ia menatap ayah dan ibunya lalu duduk di kursi.

"Terimakasih ibu sudah menyiapkannya untukku." Ucap Alliona pelan tanpa berpikir ibunya itu akan menjawab.

Celine hanya diam dan terus melakukan kegiatan makan siangnya. Sesaat kemudian, ibunya terbatuk dan membuat Alliona tersentak.

Alliona kembali melanjutkan makan seraya menatap ukiran di taplak meja. Kemudian bola matanya bergerak menatap ibunya. Alliona sedikit terkejut bahwa ibunya juga sedang menatapnya dalam diam. Alliona tidak mengerti apa arti dari tatapan mata ibunya kali ini. Seperti ada yang ingin wanita itu ungkapkan. Namun sayangnya, ia memilih bungkam.

Never Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang