40. Painful Fate

28 2 0
                                    

Apa ini?

Seseorang tiba-tiba mendekap tubuhnya erat, sangat erat. Ia sadar kedua lututnya telah menyentuh tanah. Sekujur tubuhnya lemas tak bertenaga saat melihat keadaan dibawah sana. Air matanya mengalir tiada henti melihat puluhan orang-orangnya terkapar dengan kondisi yang mengenaskan di dasar jurang.

"Jangan lakukan lagi Alliona, aku mohon!"

"Aku tidak ingin kehilanganmu," bisik seorang lelaki memohon di telinganya.

Dialah yang memeluk tubuh Alliona dari belakang. Mereka berdua tengah berdiri tepat di pinggir tebing tinggi diantara jurang yang tercipta akibat tanah rusak. Di tengah kehancuran alam.

Diantara banyak prajurit-prajuritnya yang sudah terkapar di jurang dengan berlumuran darah, Alliona juga melihat Eros, Silva, keempat prajuritnya di kerajaan Avoenus dan... Alzhery.

Tidak mungkin...

Apa benar mereka sudah mati...?

Sampai saat ini Alliona masih tak menyangka. Jika mereka mati... Apa yang harus aku lakukan... tanpa mereka lagi?

Sedari tadi kalimat itu yang ada dibenak Alliona. Tubuh perempuan itu lemas. Air matanya seakan mengering, tak sanggup untuk keluar lagi.

Sepuluh hari kemudian.

"Ada apa ayah memanggilku?" tanya Bitrace yang menghampiri ayahnya di kamar.

"Ayah khawatir dengan kondisi Putri Alliona yang terus begitu," jawab Belzeeras dengan raut cemas.

"Tapi Tabib kita sudah memberinya ramuan dan obat terbaik ayah. Kondisi Putri Alliona juga membaik setelah meminum ramuan itu," ujar Bitrace lagi.

"Tapi gadis itu sudah koma selama 10 hari Bitrace! Apa kita akan terus membiarkan kondisinya seperti itu?"

Mendengar itu Bitrace terdiam menunduk sampai suara ayahnya terdengar lagi.

"Ayah rasa... kau harus memanggil Varnosa. Siapa tahu bibimu itu bisa membantu putri Alliona agar sembuh."

Belum sempat Bitrace menjawab, dua orang pelayan datang dengan wajah panik.

"Ada apa?" tanya Belzeeras

"Putri Alliona sudah sadar Yang Mulia, tapi..." salah satu pelayan itu menghentikan ucapannya.

"Tapi kenapa?"

"Baiklah kami akan kesana sekarang," potong Bitrace. Mereka pun menghampiri salah satu kamar besar dan luas yang saat ini ditempati Alliona.

Begitu masuk, sudah ada dua pelayan wanita yang berdiri di samping tempat tidur. Bitrace duduk disamping Alliona seraya memegang tangan perempuan itu.
"Kondisinya memang seperti ini sejak dua hari lalu," tukasnya.

"Tidak Tuan, Putri Alliona barus saja sadar dan terus melengkuh. Seperti ingin mengucapkan sesuatu," balas satu pelayan lagi.

Mendengar itu Belzeeras mendekat untuk memeriksa denyut nadi pergelangan tangan Alliona. Kedua mata Alliona memang terbuka. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamar.

Never Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang