"Hal terburuk pertama kali adalah, ketika mengetahui bahwa kau sudah mati di mimpiku. Namun ternyata, ada yang lebih buruk lagi dari sekedar mengetahui bahwa itu hanya mimpi."
~•~
"Tidak... tidak mungkin!!"
Wajah dan tubuh Alliona sudah dibasahi keringat. Raut wajahnya gelisah walau matanya masih terpejam. Dengan satu hentakan tangan, kedua kelopak matanya terbuka dengan paksa. Gadis itu segera bangkit untuk duduk mengatur nafasnya yang tersengal-sengal.
Alliona menekuk kedua lututnya dengan tubuh yang masih bergetar.
"Tidak Alliona... itu tidak nyata!" tepisnya sambil menggeleng.
Alliona tersentak begitu mendengar panggilan dari luar pintu kamarnya. Sesaat kemudian seseorang akhirnya membuka pintu itu.
Ratu Keanne muncul lalu berjalan menghampiri Alliona dengan panik. Sang Ratu pun duduk di pinggir kasur. Beliau semakin cemas melihat keadaan Alliona yang nampak kacau dini hari itu.
Ratu Keanne lekas meraih tubuh Alliona dan memeluknya. Beliau mengelus surai kecoklatan Alliona dengan lembut seraya menenangkan gadis itu.
"Apa yang terjadi Alliona? Apa kau bermimpi buruk?"
Alliona tidak langsung menjawab. Ia justru menikmati kehangatan saat Ratu Keanne memeluknya. Lama sekali rasanya Alliona tidak di perhatikan seperti itu oleh kedua orang tuanya.
"Maaf, aku terpaksa masuk ke kamarmu. Kau berteriak cukup keras hingga para pelayan diluar khawatir dengan kondisimu Alliona."
Alliona sontak membuka matanya lebar.
Berteriak?
Alliona tidak sadar bisa sampai berteriak sekencang itu saat tidur.
Ratu Keanne meregangkan pelukannya lalu menatap Alliona teduh. Alliona pun menatap kedua manik hazel cerah milik Sang Ratu. Iris matanya itu nampak berkilau meski kondisi kamar yang gelap sekalipun.
"Dan... nama yang kau teriaki adalah... Hero. Kau menyebut namanya berkali-kali." Ratu Keanne kini menatap Alliona lekat. "Apa kau bermimpi buruk tentangnya?"
Alliona menunduk, terdiam cukup lama. Tanpa disadari isakannya berhasil lolos dan membuat Sang Ratu kembali khawatir.
Ratu Keanne menyentuh dagu Alliona lembut lalu mengangkat wajah gadis itu perlahan agar menatapnya.
"Tidak apa-apa Alliona. Kau boleh bercerita padaku. Apa yang mengganggu pikiranmu dan membuatmu sampai menangis seperti ini?""A-aku melihat dia. Aku melihatnya dibunuh di depan mataku," jawab Alliona menahan isakannya. "Aku melihat dengan jelas seseorang menghujamkan pedang pada Hero... tepat di dadanya."
Ratu Keanne mengangguk mengerti. Ia mengusap pundak Alliona. "Aku mengerti nak. Tapi siapakah Hero yang kau maksud itu? Apakah dia Pangeran Hero?"
Mendengar itu, Alliona kembali menatap Ratu. Benar. Selama ini, Alliona tidak pernah bercerita apa-apa tentang Hero pada Ratu Keanne. Alliona hanya tidak ingin memberitahunya kepada siapa pun. Apalagi setelah tahu bahwa Putri Lucy dulu menyukai Hero.
"Bukan Yang Mulia, dia adalah teman dekat saya di Alvonlea," Alliona terpaksa berbohong.
Sang Ratu mengangguk lagi. Beliau cukup mengerti dengan perasaan Alliona. Ratu pun tidak ingin menggalinya lebih jauh. Beliau kembali membawa Alliona kedalam pelukannya. Alliona pun menenggelamkan wajahnya di leher Sang Ratu. Tepat saat itu, air matanya kembali mengalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Forget You
Fantasía[FANTASY-ROMANCE] "Kenapa rasanya sesakit ini?!" Hidup menjadi gadis seperti Alliona Wyne Caitlin? Tragedi kebakaran yang menewaskan kedua orang tuanya membuat Alliona harus tinggal seorang diri sejak usianya 10 tahun. Gadis malang itu juga pernah...