15. Neroland

48 2 0
                                    

"what if the solution we hear turns out to be more painful?"

.
.
.

Alliona duduk di tangga halaman depan rumah pamannya, menatap kosong puing-puing bangunan rumah di depan yang sudah rata bersama tanah. Kali ini ia tidak sendiri, tapi Hero juga ikut duduk disampingnya.

"Apa kau akan pergi ke gua Slytherin itu, Hero?" Alliona bertanya menggumam.

Hero cukup lama terdiam, seperti melamun saat Alliona berbicara. Belakangan ini lelaki itu memang tidak banyak bicara. Ia hanya ingin selalu berada di samping Alliona.

"Hero?" Alliona menoleh.

Hero berdeham, lalu mengangguk. "Aku harus pergi kesana."

Alliona mengangguk pelan sambil  tersenyum tipis. "Semoga sihirmu bisa segera pulih Hero. Aku ingin melihatmu seperti dulu lagi."

Hero menoleh, menatap sayu wajah Alliona dari samping. "Aku pasti akan pulih kembali Alliona."

"Setelah dua bulan... kau akan menemuiku di Negeri Seelies?"

"Tentu saja."

Alliona hanya membalas dengan senyuman getir. Gadis itu menatap pepohonan di depan rumah Denov,  menikmati keheningan malam yang melingkupi mereka.

Seharian ini, Alliona memang sedang tenggelam dalam pikirannya. Tentang fakta kedua orang tuanya, tentang ramalan dan Raja Alexus, juga banyak hal lain yang benar-benar mengganggu pikiran Alliona. Setelah banyak mengetahui fakta-fakta tentang keluarga Alliona, Hero pasti tahu apa yang sedang dipikirkan gadisnya itu.

Alliona merasa dirinya adalah pembawa masalah, ia tidak berguna. Sampai saat ini, Alliona masih merasa bersalah terhadap Alzhery. Mendengar kisah kelam masa kecil Alzhery yang tidak ia ketahui membuat hatinya seperti teriris. Dan Alliona merasakan rasa sakit itu. Rasa sakit yang dialami kakaknya selama ini. Seketika terbesit dalam kepalanya bahwa ia lebih baik 'mati'.

"Aku tahu apa yang mengganggu pikiranmu, Alliona. Ceritakan saja padaku," ujar Hero pelan.

Alliona menelan salivanya yang terasa pahit. Pandangannya menatap kosong kedepan.
"Ada hal yang lebih mengganggu pikiranku dibanding semua yang kudengar hari ini Hero."

"Apa itu?"

Alliona menghembuskan nafasnya. "Aku... hanya tidak yakin jika kita akan bertemu lagi di Negeri Seelies."

Hero mengernyit. "Maksudmu?"

Saat Hero hendak berkata lagi, Alliona langsung menyelanya. "Mengingat Alexus yang terus mengejarku, aku tidak yakin kita... bisa bertemu lagi."

"Kenapa kau berkata begitu?! Dengar Alliona, aku, Alzhery dan seluruh penduduk yang tersisa tidak akan membiarkan Alexus membawamu sampai ramalan itu terjadi." Hero menggenggam tangan Alliona erat.

Beberapa saat kemudian, Alzhery keluar dari pintu rumah membawa piring berisi daging rusa bakar di tangannya.

"Kau tidak menghabiskan makananmu, Alliona?"

Alliona mendongak menatap Alzhery yang masih berdiri, lalu menggeleng. "Aku sudah kenyang."

Alzhery menghela nafas lalu duduk di depan mereka berdua.

"Kau tidak menawarkan daging itu padaku?" tanya Hero kepada Alzhery.

Al menaikkan satu sudut bibirnya. "Makanlah jika pangeran lapar. Persediaan daging masih banyak di dapur."

"Apa kau bisa makan sesuatu, Hero?" tanya Alliona penasaran?

"Tidak Alliona." Hero menggeleng  pelan. "Dalam keadaan seperti ini aku tidak merasa lapar dan haus. Entahlah aku tidak mengerti." Ia mengendikkan pundak.

"Yang Anda butuhkan saat ini hanyalah sihir, pangeran. Sihir akan membuat pangeran merasa hidup." Al berujar lalu mengalihkan pandangannya kedepan. "Besok, kita akan pergi melanjutkan perjalanan ke Neroland."

Alliona hanya mengangguk, sedangkan Hero terlihat gusar.

"Istirahatlah Alliona. Kau terlihat lelah," titah Alzhery kemudian.

Alliona menurut lalu bangkit untuk beranjak ke kamar. menyisakan Hero dan Alzhery yang masih duduk disana.

"Kenapa pria bernama Eros itu tidak bisa melihatku?" tanya Hero yang kembali membuka suara.

Alzhery menghela nafas sebelum menjawab. "Hanya penyihir dengan tingkat sihir yang tinggi yang bisa melihat Anda dalam kondisi seperti ini. "

Kedua mata Hero memicing sambil berpikir. "Maksudmu... perumpamaannya seperti manusia yang memiliki indra keenam?"

Alzhery pun mengangguk. Sedangkan Hero mendengus tak terima. "Yah! jadi aku adalah hantu sekarang."

Al melirik Hero sekilas. "Maaf jika membuat Anda tersinggung."

***


Pagi-pagi setelah berpamitan dengan Denov, mereka berempat mulai melanjutkan perjalanan lagi dengan berjalan kaki. Kuda putih milik Alzhery kondisinya tidak memungkinkan lagi untuk ditunggangi mereka. Setelah satu jam berlalu, mereka memutuskan beristirahat kedua kalinya dibawah pohon di hutan wilayah Alpholus.

"Apa pulau Neroland masih jauh dari sini?" Alliona mengusap keringat di pelipisnya.

Eros kembali membuka gulungan peta dan menjabarkannya di atas tanah.

"Tidak jauh lagi putri. Sekarang kita berada di hutan Alpholus. Setelah keluar dari hutan ini, kita akan naik perahu untuk bisa sampai ke pulau Nero. Dari pulau Neroland lah gerbang wilayah Seelies akan terlihat dari sana." Eros mendengus dengan raut wajah menyesal. "Jika saja salah satu dari penduduk kami bisa membuat portal, kita tidak perlu menempuh perjalanan sejauh ini."

Mendengar kata portal, tatapan Alliona langsung beralih pada Alzhery. Namun Al hanya diam, tidak berkomentar apapun. Alliona mengerti, setelah tahu membuat portal tidak bisa dilakukan sembarangan.

Sepuluh menit berlalu untuk istirahat. Mereka pun melanjutkan perjalanan. Hero selalu berjalan sejajar dengan Alliona. Menggenggam tangan gadis itu lembut. Hanya Alliona dan Alzhery yang dapat melihat Hero dalam kondisi seperti. Selebihnya Eros bahkan penduduk lain tidak bisa melihat wujud Hero. Hero memang sudah seperti hantu yang tubuhnya tak terlihat di mata orang biasa.

Sebelum keluar dari hutan, mereka berempat dihadapkan dua arah jalur jalan setapak yang berbeda. Langkah Alzhery terhenti dan membuat yang lain dibelakangnya pun ikut berhenti. Alzhery memperhatikan dua jalur itu dengan seksama. Setelah itu barulah ia mengerti bahwa jalur sebelah kanan adalah jalan menuju gua Slytherin.

"Kau jalan saja lebih dulu Eros, kami ingin berbicara sebentar," ujar Alzhery lalu disambut dengan anggukan patuh Eros.

Melihat Eros yang berjalan ke lajur arah kiri membuat Alliona tertegun.
"Apa jalur sebelah kanan menuju gua Slytherin?"

Alzhery mengangguk. "Karena jalur sebelah kiri ke pulau Neroland."

Alliona menoleh kearah Hero. "Jadi... kita berpisah disini?"

"Ayolah Alliona..." Hero mengeratkan genggamannya pada Alliona. "Kita pasti akan segera bertemu lagi. Aku akan segera menyusulmu kesana."

Lengan transparan Hero meraih meraih wajah Alliona, mnegusapnya lembut. "Mungkin hanya ini satu-satunya cara sihirku bisa kembali."

Alliona mengangguk lalu mengulas senyumnya. Ia menggenggam punggung tangan Hero yang berada di wajahnya. "Kalau begitu... jaga dirimu."

"Kau juga."

Sebelum pergi, Alliona meraih tubuh Hero, menelusupkan kedua tangannya untuk mendekap tubuh lelaki. Usai meregangkan pelukan mereka, Hero menoleh kearah Alzhery.

"Alzhery,"

Al pun menoleh mengangkat wajahnya.

"Aku percaya padamu."

Al mengangguk lalu melangkah mendekati Hero dan menepuk-nepuk pundak lelaki itu, singkat.
"Kami akan menunggu Anda disana,"

Hero mengangguk.

Alliona melambaikan tangannya saat Hero pergi menjauh. Begitu punggung Hero sudah menghilang, Alzhery dan Alliona melanjutkan perjalanan.

Never Forget YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang