39/

25 0 0
                                    

Pria dengan balutan kemeja hitam itu perlahan menyeruput kopinya,ia menikmati sensasi kopi yg masuk ketenggorokkannya.

"Jujur,saya juga kaget dengan berita ini.Padahal baru lusa kemarin dia dan Mila kerumah,saya nggak nyangka itu akan menjadi pertemuan terakhir kami"ujar Vano masih mengadukan kopinya.

Laskar mengangguk-angguk.

"Saya hampir frustasi dengan kasus ini,rasanya saya sudah tidak mampu menyelesaikannya.Hal ini membuat saya berfikir,apakah saya harus menyerah?"pria itu menatap Vano dengan penuh tanya.

"Apa lagi yg mau kamu ungkap Laskar? Bukannya jelas banget kalau pelakunya memang Andrea,bahkan dia yg ngaku sendiri"ujar Vano tak kalah bingung.

Baginya semua sudah jelas,Andrea hanya perlu menunggu proses persidangan dan dinyatakan bersalah.Dia berasumsi seperti ini bukan tanpa alasan,sudah ada bukti yg memberatkan Andrea,lalu apalagi?

Laskar diam,dia menatap Vano dengan tatapan yg sulit diartikan.

"Dia memang mengaku telah membunuh sepupu saya,tapi dia tidak bisa mengatakan motifnya membunuh Hendra"ujar Laskar.

"Dendam masalalu"

Vano menyeruput kopinya setelah mengucapkan dua kata itu,Laskar menaikkan sebelah alisnya.
Dia menunggu Vano berujar kembali.

"Asumsi saya mudah aja.Kamu pasti tahu kalau dulunya Andrea pernah cinta sama Mila sebelum dia nikah sama Tita istrinya.Andrea bertepuk sebelah tangan,dan Mila lebih memilih pak Hendra karena dia cinta sama pak Hendra bukan Andrea"tuturnya.

Vano menjeda kalimatnya sejenak dan kembali menyeruput kopinya.

"Saya yakin Andrea dendam sama pak Hendra,hingga dia nunggu saat yg pas buat menyingkirkan pak Hendra"Vano mengakhiri kalimatnya.

"Kamu yakin dengan pendapat mu ini Van?"Laskar menaikkan sebelah alisnya.

Vano tersenyum tipis dan membuka kaca mata yg sedang ia kenakan,ia menepuk bahu Laskar pelan.

"Ini cuma pendapat Laskar,tapi saya yakin dengan asumsi saya"ucapnya jelas.

Pria jakung itu merapikan sedikit bajunya dan bersiap untuk berdiri,ia berjabat tangan dengan Laskar yg ikut berdiri.

"Saya pergi sekarang,Mila bareng sama saya dan harus saya anter pulang.Dan ya,pikirin lagi asumsi saya Laskar,semoga kamu berhasil"Vano memberikan senyum tipis dan menepuk bahu Laskar sebelum dia benar-benar beranjak pergi.

Laskar menatap punggung pria itu dengan tatapan yg sulit dibaca.Pria itu kembali duduk dan menyeruput kopinya.

Pintu jeep milik Laskar terlihat dibuka oleh seseorang,tidak lain adalah Rendra.Remaja itu berjalan kearah warung mbok Ratih.

Ia berpapasan dengan Vano,namun sepertinya mereka tidak begitu saling kenal.Karena itulah Rendra hanya melempar senyum ramah,Rendra tahu bahwa Vano ini adalah mantan kekasih Mila,namun dia dan Vano tidak pernah mengobrol sebelumnya.

"Mbok gorengannya ya,dan rokok satu biji saja"ujar Laskar sedikit mengeraskan suaranya,karena mbok Ratih terlihat sedikit sibuk.

"Iya mas ini gorengannya baru mateng"jawab mbok Ratih tersenyum hangat.

Berselang beberapa puluh detik mbok Ratih sudah datang ke meja yg diduduki Laskar dengan sepiring gorengan dan satu biji rokok.

Laskar menerima piring dan rokoknya kemudian mengucapkan terimakasih yg dijawab dengan anggukan oleh mbok Ratih.

"Mas Laskar merokok lagi?"tanya mbok Ratih ikut bergabung duduk disebrang meja.

Laskar yg hendak memasukkan rokok ke mulutnya menatap mbok Ratih dan tersenyum.
"Sesekali mbok"ujarnya singkat kemudian membakar rokok dengan pemantik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TOXICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang