29; Kebenaran Seorang Kim Doyoung
•chapter twenty nine; start•
"Haruto. Apa yang Lo lakuin?"
Ditatapnya Doyoung yang tengah berdiri dengan wajah kerasnya, "Lo nggak perlu tau."
"Gue yakin Lo masih bisa bedain mana yang bener dan mana yang salah!" ujar Doyoung dengan meninggikan nadanya namun diabaikan oleh Haruto.
"Haruto! Lo denger gue 'kan?!" bentak Doyoung.
"Haruto!"
"Diem! Tugas Lo cuma diem! Mau gue ngelakuin apapun, Lo itu enggak berhak ngelarang gue! Lo itu bukan siapa-siapa!" balas Haruto tak kalah keras dengan sorot tajamnya.
Doyoung mengeraskan rahangnya, "Setidaknya gue masih peduli sama Lo buat nggak nyesel nantinya, Haruto!"
"Gue nggak akan nyesel! Apa salahnya sih gue mau balas budi atas semua yang Tuan Park lakuin buat gue? Nggak usah sok iye deh Lo!" balas Haruto.
Satu pukulan Haruto terima di rahang kirinya yang tentu diberikan oleh Doyoung. Karenanya Haruto terpaksa menolehkan kepalanya ke arah samping, tertawa miris seraya mengusap rahangnya yang berdenyut nyeri.
"Gue capek ngingetin Lo ya, anj*ng!" bentak Doyoung menunjuk tepat di depan wajah Haruto.
Kemudian Doyoung menunjuk ke arah pintu kamar yang tertutup rapat, "Buka pintunya."
"Jangan gila."
"Buka pintunya! Gue nggak sebodoh Lo, Haruto!" bentak Doyoung hingga urat di lehernya tercetak jelas.
"Dengan Lo keluar, bukannya selesai justru Lo yang akan mati Doyoung!" balas Haruto.
"Setidaknya gue mati buat nyelamatin orang yang nggak bersalah!"
"Cukup Bang Asahi doang, Haruto!"
"Cukup Abang gue yang harus mati karena anak Tuan Park!" ujar Doyoung dengan tatapannya yang bergetar dan juga memerah.
"DOYOUNG!!!"
Tiba-tiba tubuh Doyoung terlempar hingga punggungnya menghantam dinding dengan begitu kuat. Ringisan terdengar lirih dari bibir tipisnya, kedua matanya memejam erat merasakan nyeri yang luar biasa pada tulang punggungnya.
"G-gue... Nggak akan ngebiarin mereka ngelakuin hal yang sama setelah 10 tahun yang lalu!"
"CUKUP DOYOUNG!" teriak Haruto.
Doyoung kembali terlempar ke arah lain dengan begitu kuat hingga membuat darah mengalir dari ujung bibirnya. Hantaman di perutnya berhasil membuat Doyoung memuntahkan darah segarnya. Pandangannya mulai sayu,
"B-bang... A—sa..."
"CUKUP DOYOUNG! LO DIEM!" bentak Haruto dengan air mata yang sudah membasahi kedua pipinya.
Doyoung menitihkan air matanya, "Gue, percaya... Sekolah ini bakal runtuh!"
"DOYOUNG!!!"
Lagi, tubuh lemah itu kembali terlempar hingga membentur almari berbahan kayu jati yang membuat darah di kening Doyoung mengalir deras. Haruto tak kuasa, ia jatuh terduduk dengan tubuh yang bergetar hebat. Tangisnya meledak.
"Cukup, Doyoung... Jangan ngomong lagi..." pinta Haruto merangkak pelan ke arah Doyoung yang masih berada pada kesadarannya.
Dibawanya kepala Doyoung untuk dibaringkan di pangkuannya, mengusap pipi pria itu dengan begitu lembut,
"Jangan ngomong kayak gitu... Lo liat? Mereka hiks nggak akan suka..."
Justru Doyoung tersenyum lemah, "G-gue... Adek A—sahi..."
"Jangan! Jangan sentuh dia!" teriak Haruto memeluk erat Doyoung kala melihat sesosok makhluk itu kembali ingin meraih kaki Doyoung.
"Tuan Park meminta kita untuk segera membunuh semua siswa yang memang berpeluang besar melakukan penghianatan... Setidaknya sebelum matahari terbit di hari kedua. Kamu akan menghalangi Tuan Park..."
Haruto menelan ludahnya pelan,
"Pergi, gue akan mastiin Doyoung nggak akan ngehancurin semua itu. Percaya sama gue..."
"Kamu juga ingin menjadi penghianat, Watanabe?"
Haruto menggeleng yakin, "Enggak. Gue yang akan nahan Doyoung semisal dia berbuat sesuatu. Percaya sama gue..."
Hening, namun segera terpecah kala suara tawa makhluk itu menggelegar disana.
"Tiada ampun untuk hari ini!!!"
"AKHHH!!!"
•••
"J-jihoon?!"
Junkyu membulatkan kedua matanya lebar-lebar kala tubuh Jihoon dilempar begitu saja ke dalam ruangan oleh sesosok makhluk buruk rupa. Pintu itu kembali tertutup rapat dengan kencang.
Ya, hampir seperempat hari Junkyu berada di ruangan ini. Sebuah ruangan yang gelap, pengap, dan juga sangat kotor, tanpa makanan bahkan air. Jangan lupakan bagaimana tangan kaki Junkyu diikat kuat oleh tali yang terhubung pada jendela.
Kedua mata Junkyu mengerjap pelan, mencoba mencerna apa yang telah terjadi pada pemuda bernama Park Jihoon ini. Pemuda itu jatuh dengan badan tertelungkup bersama bau anyir darah yang begitu kuat menusuk indra penciumannya.
"Jihoon? Woi, Lo denger gue nggak? Woi! Jihoon anj*ng, Lo denger gue 'kan? Pingsan Lo?" panggil Junkyu terus menatap ke arah Jihoon berada.
Dengan susah payah Junkyu menghampiri Jihoon yang sama sekali tidak bergerak di tengah ruangan. Di tendangnya lengan berisi Jihoon dengan kedua kaki yang memang diikat erat, namun sama sekali tak ada pergerakan dari yang lebih muda.
"Ini dia pingsan apa tidur? Nyenyak banget perasaan, kagak bangun-bangun." gumam Junkyu masih berusaha membangunkan Jihoon dengan menendang pelan lengan sang empu.
"Yaelah, nyusahin lu..." gerutu Junkyu.
Sesekali meringis kesakitan akibat luka yang timbul dari ikatan erat itu, Junkyu mendorong tubuh Jihoon untuk terlentang. Cukup lama, namun pada akhirnya Junkyu berhasil membuat Jihoon berbaring terlentang.
"J-jihoon..." gagapnya kala melihat begitu banyak lubang di tubuh Jihoon yang Junkyu yakini adalah luka tembakan.
"Jihoon? Lo masih idup 'kan? Woi anj*ng, Lo masih idup 'kan? Kagak usah bercanda Lo! Buru bangun! Kagak lucu sumpah!" ujar Junkyu menoel-noel Jihoon.
Namun tak ada jawaban. Jihoon masih memejamkan kedua matanya erat.
Dengan kedua tangan yang terikat, Junkyu mencoba menepuk-nepuk pipi Jihoon yang terdapat sisa bercak darah. Kedua matanya kini mulai dipenuhi oleh air mata akan ketakutan yang secara tiba-tiba hadir. Bahkan seluruh tubuhnya bergetar dengan nafas yang menyendat.
"Hei, jangan bercanda. Ayo buka matanya, Jihoon. Lo harus ngasih tau gue jalan yang harus gue lalui setelah ini. Woi, ayo bangun! Bangun!" pinta Junkyu menepuk seluruh tubuh Jihoon bermaksud mengembalikan kesadarannya.
Junkyu menekan dada Jihoon beberapa kali untuk melakukan CPR yang sebenarnya adalah sia-sia. Jihoon masih tak berkutik sedikit pun meski Junkyu telah menepuknya hingga mencubitnya cukup keras.
"Jihoon. Buruan bangun, bangs*t! Ini gue kudu gimana?! Lo bilang gue harus nyelamatin Lo, tapi kenapa Lo malah tiduran begini, hah?! Maksud Lo apaan?" ujar Junkyu.
"Jihoon anj*ng! Ini gue kudu gimana elah! Lo kalo mati gini gue gimana?! Gue harus bikin motivasi apalagi kalo Lo nya aja koit, bangs*t!" marah Junkyu.
"AKHHH!!! ANJ*NG LU SEMUA!!!"
Junkyu berteriak sekuat tenaga meluapkan amarah yang terpendam di dalam hatinya. Dipukulnya berkali-kali mayat Jihoon sebagai pelampiasan seluruh perasaannya yang begitu campur aduk.
"BANGS*T!!!"
•chapter twenty nine; finish•
jangan lupa tekan vote dan tinggalkan komentar di sepanjang jalan cerita
ikuti akun penulis untuk mendapatkan kisah menarik lainnya
Sabtu, 8 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
TO BE
FanfictionJunkyu ingin tahu semuanya... Tapi, mengapa mereka bungkam? *** Junkyu adalah seorang siswa SMA berusia 21 tahun yang merupakan siswa baru di YG High School. Dari awal, ia sudah merasakan ada yang tidak beres dengan sekolah ini. Dan semua opini itu...