30; Kematian yang Sudah Terlihat
•chapter thirty; start•
"Eungh~"
Jeongwoo mengerjapkan matanya perlahan kala mendapati sinar mentari menyorot tepat di wajahnya. Diremasnya rambut yang mulai kusut itu kala rasa pening menyerangnya kuat. Ringisan lirih spontan keluar dari bibirnya.
Dahinya berkerut kala merasa asing dengan ruangan yang sedang ia tempati ini. Jeongwoo segera bangkit dan menatap jam yang terpampang didinding, ini sudah berganti hari!
Tatapannya mengedar ke seluruh ruangan dengan perasaan kalut. Ia menggeleng brutal, tidak! Ini tidak terlambat! Tapi, bagaimana ia ada disini?
Jeongwoo segera bangkit dari ranjang itu seketika lupa jika kepalanya masih terasa sangat sakit. Benar saja, ia hampir tumbang kala mencoba berdiri dengan kedua kakinya karena kepalanya yang terasa begitu berat.
"Nggak, gue nggak boleh disini. Gue harus nyelamatin Bang Junkyu sebelum malem itu dateng!" gumamnya menahan rasa sakit dikepalanya.
Tertatih-tatih, Jeongwoo berusaha menggapai pintu yang entah mengapa terasa semakin jauh didepannya. Hampir satu hari Jeongwoo tidak memakan atau meminum apapun, membuat tubuhnya terasa sangat lemas. Dan selama itu juga ia tidak melihat wajah Junkyu. Ia merasa ada yang kurang karenanya.
"Ayo, Jeongwoo... L-lo pasti bisa... Dikit lagi." lirihnya dengan tangan yang terulur ingin menggapai knop pintu.
Jeongwoo terjatuh disaat rasa pening itu kian menjadi. Dipukulnya kepalanya sendiri berharap rasa sakit itu akan berkurang. Namun yang terjadi justru rasa sakit itu semakin besar hingga membuat Jeongwoo harus menitihkan air mata.
"Sakit... S-sakit..." rintihnya tak kuasa menahan rasa sakit di kepalanya yang sama sekali tak berkurang.
"Hiks, Abang... Bunda... Ini sakit... Jeongwoo sakit..." tangisnya.
Sungguh, Jeongwoo bahkan tak bisa mendeskripsikan bagaimana rasa sakit yang sedang ia rasakan ini. Memang sesakit itu rasanya.
Ditengah rasa sakit yang melanda, Jeongwoo berusaha keras merangkak pelan menuju pintu. Tangannya merambat pada permukaan pintu yang bisa dikatakan cukup kasar dengan beberapa sisi yang berujung lancip. Bahkan darah segar mulai mengalir dari telapak tangannya.
Diputarnya knop pintu dengan sekuat tenaga. Sial, pintu ini terkunci!
Jeongwoo berujar lirih seraya memukul pintu, "Tolong... T-tolong... Abang, Bunda... Tolongin Jeongwoo..."
Tangan itu mulai melemas dan kembali jatuh di atas lantai. Kedua mata Jeongwoo sayup-sayup menutup kala ia tak lagi dapat menahan kesadarannya. Senyuman simpul terbit diwajah Jeongwoo, apakah kali ini ia harus kehilangan sumber kebahagiaan nya untuk yang kesekian kalinya?
"Semua... S-sama aja... Mereka, pasti pergi dari gue..." lirih Jeongwoo disisa kesadarannya.
Tubuh Jeongwoo tumbang tergeletak begitu saja di atas lantai yang sangat dingin dan sedikit kotor itu. Pandangannya memburam, namun ia masih bisa mendengar suara pintu yang terbuka.
Disana ada seseorang yang berdiri tepat didepannya,
"Ayo, bangun."
•••
Junkyu mendongakkan kepalanya kala melihat pintu ruangan itu terbuka lebar. kedua matanya bergetar, menatap lekat netra tajam milik Haruto yang terlihat begitu kosong. Dan juga tak lupa akan keberadaan seorang pria yang berada di gendongan pria Watanabe itu.
Doyoung kehilangan kesadarannya dengan tangan dan kaki yang terikat erat. Seluruh tubuhnya terdapat bercakkan darah yang beraroma amis seperti darah pada umumnya. Kaki, tangan, hingga kening pemuda itu juga terdapat luka yang menganga.
Haruto dengan netra kosong dan berkaca-kaca itu perlahan berjalan masuk. Meletakkan tubuh Doyoung begitu pelan tak jauh dari keberadaan Junkyu dan jasad Jihoon yang masih utuh.
"Bang, jagain Doyoung..." lirih Haruto yang tentu ditujukan pada Junkyu.
Junkyu mendecih sarkas, "Puas Lo?"
Haruto hanya menunduk tak menjawabnya.
"PUAS LO ANJ*NG?!! PUAS LO UDAH NGEHIANATIN TEMEN LO SENDIRI?!! LO NGGAK ADA BEDANYA SAMA SETAN, BAJ*NGAN!!!"
teriak Junkyu hingga wajahnya memerah. Tubuhnya memberontak di dalam tali-tali itu.
"KALIAN MASIH BELUM PUAS BUNUH JIHOON, HAH?!! ANAK NGGAK BERSALAH YANG CUMA MAU DAPET KETENANGAN KALIAN BUNUH DENGAN SADIS!!! OTAK KALIAN DIMANA, BABI!!!"
lanjutnya penuh amarah yang menggebu.
"SEBURUK APA SIH SEKOLAH INI SAMPE SEMUA INI HARUS TERJADI?!! BERAPA BANYAK KORBAN LAGI YANG HARUS MATI GARA-GARA KALIAN?!! TAI LO SEMUA!!!"
Haruto melayangkan sebuah pukulan keras di rahang Junkyu hingga membuat pria Kim itu jatuh terbaring. Nafas Haruto tak karuan dengan mata yang memerah karena tangis dan juga amarah. Tangannya mengepal erat hingga memberi kesan getaran.
"Jaga. omongan. Lo." tekan Haruto dengan suaranya yang terdengar bergetar.
Junkyu tertawa miris, "Doyoung juga bakal mati. Gue pun begitu..."
"Lo nggak usah berharap Jeongwoo bakal nyelamatin Lo. Dia nggak bakal dateng cuma buat liat kematian Lo, bang..." ujar Haruto menitihkan air matanya.
Junkyu tersenyum ditengah tangisnya, "Dan Lo juga akan ngeliat kematian Doyoung di depan mata Lo sendiri, Haruto..."
Haruto terdiam. Ia sibuk menetralkan nafasnya yang memang tak beraturan. Kepalan tangannya juga melonggar.
Junkyu mendesah lirih,
"Gue, nggak pernah mikir kalo gue bakal mati secepet ini... Dan alasan gue mati sekarang terlalu kocak untuk diingat di kehidupan yang selanjutnya..."
"Gue, cuma mau keluar dari sini. Tapi justru gue harus terjebak di cerita gobl*k kalian yang tak berujung... Kalian devinisi penjahat dunia yang sebenernya..." lanjut Junkyu dengan tatapan kosongnya.
"Kalian itu iblis yang sayangnya harus terperangkap di tubuh manusia yang haus kekuasaan..." ujar Junkyu menitihkan air matanya dengan senyuman lebar.
"Setidaknya gue harus liat kalian hancur sebelum gue mati." ungkap Junkyu.
Haruto terkekeh, "Mimpi!"
Junkyu dengan keras menyandung kaki Haruto menggunakan kedua kakinya yang terikat erat hingga membuat pemuda Watanabe itu jatuh tersungkur.
Junkyu yang melihat sebuah pisau terlempar dari pakaian Haruto pun segera mengambil benda tajam itu untuk memotong ikatan tali di kakinya. Ia berdiri dengan terhuyung seraya menatap tajam ke arah Haruto.
Pisau itu sukses menancap pada paha sebelah kanan Haruto kala pemuda itu membalikkan badannya hingga terlentang. Seketika darah segar itu mengotori pakaian Junkyu yang sebelumnya memang sudah sangat kotor. Bau anyir darah itu kembali menyeruak masuk ke indra penciuman Junkyu.
Baru saja Junkyu ingin menggapai pintu, tiba-tiba pintu itu sudah kembali tertutup rapat dan terkunci dari luar. Junkyu terus mengetuk pintu itu dengan brutal penuh amarah yang meluap.
Sedangkan di belakangnya, Haruto tersenyum miring melihat Junkyu dengan paha yang sudah terluka parah. Ia mendesis, "Lo nggak akan pergi semudah itu, Kim Junkyu..."
Air mata itu menetes membasahi pipi Haruto. Tatapannya menatap kembali Doyoung yang masih kehilangan kesadarannya,
"Kalian memang harus mati... Dan itu tanpa pengecualian..."
•chapter thirty; finish•
jangan lupa tekan vote dan tinggalkan komentar di sepanjang jalan cerita
ikuti akun penulis untuk mendapatkan kisah menarik lainnya
Sabtu, 8 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
TO BE
FanficJunkyu ingin tahu semuanya... Tapi, mengapa mereka bungkam? *** Junkyu adalah seorang siswa SMA berusia 21 tahun yang merupakan siswa baru di YG High School. Dari awal, ia sudah merasakan ada yang tidak beres dengan sekolah ini. Dan semua opini itu...