CHAPTER 11

163 9 0
                                    


Aku memijat kepala yang pusing. Hari agenda cukup padat dan entah setan apa yang merasuki Saddam setelah dia membuat tim editor lembur dalam seminggu ini aku semakin di buat pusing olehnya. "Kenapa kamu masih dalam menulis sebuah scedul saja hah?" teriaknya dengan marah dan aku hanya menundukkan kepala saja tanpa menyela ucapanya.

"Sudah berapa lama kamu bekerja di sini?"

"Jawab!"

"Lima tahun pak."

"Lalu mengapa kamu bisa seteledor ini?" dia menatap tajam ke arahku sehingga membuat nyali menciut karena ini memang kesalahan dariku. "Tugas dari minggu lalu tim editor sudah mengerjakan?" aku menganggukan kepala.

"Sudah menjadi bagian tim desain pak, selebihnya semua naskah yang masuk sesuai dengan jadwal." dia menganggukan kepala.

"Ya sudah sana kamu keluar," dia langsung mendudukkanmendudukkkan di kursi dan menyuruhku untuk segera keluar dari ruangannya.

"Ya sudah pak permisi, saya keluar." setelah itu aku langsung keluar menatap pintu yang sudah tertutup rapat dengan sebal. Sejak Saddam memunculkan dirinya dihadapankudi hadapanku rasa benci terhadapnya semakin benci seolah-olah dia adalah KEROSIN dan aku adalah api yang mudah sekali terbakar apalagi ketika sudah menyatu dengan kerosin.

Saat ini aku sedang menikmati berkas yang selalu menggunung, baru juga aku hendak bernafas dengan lega tiba-tiba terdengar suara yang rusuh sehingga membuat aku mengakat kepala dan juga menoleh ke arah asal suara tersebut. Langkah suara sepatu heels tinggi begitu nyaring.Aku melihat seorang wanita dengan dress hitam yang ketat sedang menatapku dengan sinis, aku lirik pakaianku yang lebih rapi dari biasanya sehingga membuat aku menatapnya balik."Saddam ada?" aku mengangkat alis dengan dengan bingung dan dia malah bertanya kepadaku dengan sinis.

" Maaf, dengan siapa?" tanyaku dengan sopan.

"Tasya." dia langsung masuk ke dalam dan duduk di sofa yang telah disiapkandi siapkan untuk tamu. "Baik, tunggu sebentar." dengan segera aku langsung menghubunginya melalui interkom. "Berapa lama lo kerja di sini?" aku menoleh sesaat dan dia masih merapikanmerapihkan make up. "Lima tahun mbak," jawabku dan dia langsung menatapku dengan garang.

"Apa lo tadi manggil nama gue dengan MBAK?" dia beranjak dari duduknya dan menghampiriku. "Heh lo pikir, gue umur tiga puluh tahun gitu. Gue masih berumur dua puluh tiga tahun." seketika aku menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Kenapa muka gue cantik," aku berusaha menahan mual dan dia malah menyombongkan dirinya di hadapanku. ' Muka kaya umur tiga lima aja bangga amat neng' batinku berdecih dan dia malah menatapku dengan sinis kembali. "Mana atasan lo, lama banget dah"

"Maaf sepertinya dia sedang menerima telepon sehingga membuat dia belum menjawab interkom dari saya." "Ah kelamaan saya masuk sendiri aja ke dalam," seketika dia langsung berdiri dan membuat aku langsung menghentikan langkahnya.

"Maaf dek, tapi dia berpesan tadi tunggu sampai dia menghubunginya kembali baru di bolehkan untuk menemuinya." dia pergi meninggalkan aku dan berusaha untuk masuk ke dalam. "Stop lo panggil gue dengan Dek tapi lo manggil gue dengan NYONYA. ngerti sekarang." seketika tubuhku kaku saat dia menjelaskan siapa dia.

BRAK

Mampus siap-siapa aku di marahin habis-habis oleh Saddam. "Sayang.... sekretaris kamu sangat tidak sopan. Pecat saja dia," aku yang sudah kepalang tanggung mengangkat kepala dan menatapnya. ""Maaf tapi Pak saya sudah berusaha menahannya di ruang tunggu dan dia berusaha untuk masuk ke dalam ruangan bapak." ujarku dengan menjelaskan kepada Saddam dan sadar langsung menatap ke arah wanita yang memakai baju dress dengan ketat yang bernama Tasya. "Jangan sentuh-sentuh saya, mengapa kamu bisa sampai ke sini dan siapa yang memperbolehkan kamu naik ke lantai saya?" dengan risih Sadam pun langsung menarik paksa perempuan tersebut saat dia tiba-tiba mendudukan diri di pangkuan Saddam. Dengan kesal Saddam langsung menyeret salah tangan Tasya dan membawanya keluar dan dia pun langsung meronta-ronta minta dilepaskan kepada Saddam.

"Sayang lepaskan! Ini sakit kamu membuat pergelangan tanganku memerah," dengan kesal Sadam pun langsung menghempaskan tangannya dan menatap tajam ke arahnya. "Ayo kita pergi makan siang dan tolong pecat sekretaris ini yang kurang ajar itu kepadaku." aku hanya bisa melihat dan menatap Sadam dengan pandangan yang sulit diartikan. "Airin lain kali jika ada perempuan yang masuk ke ruangan saya tanpa seizin saya, saya akan memberikan kamu SP 1," seketika bahwa aku lemas saat mendengar teguran dari Saddam. "Dan kamu bawa perempuan ini dari sini sekarang juga," dengan terburu-buru aku pun langsung menyeret paksa Tasya dan dia pun meronta-ronta bahkan mengumpati aku. "Lepaskan saya sekretaris sialan, mau saya laporin ke ibu mertua saya bahwa kamu bertindak kekerasan kepada saya?" dia benar-benar seperti cacing kepanasan bergerak-gerak tanpa arah dan membuat aku pun kesal terhadapnya. "Maaf nyonya tapi pak Saddam meminta saya untuk tidak menerima nyonya kembali jadi mohon maaf jika perlakuan saya sedikit kasar tapi ini juga menyangkut masa depan saya mohon pengertiannya." dia langsung menghempaskan tanganku dengan kencang dan menunjuk wajahku dengan jarinya. "Kamu akan saya tandai dan akan saya laporkan kepada mertua saya. Awas saja kamu akan segera didepak dari perusahaan ini." akhirnya dia masuk ke dalam lift dengan perasaan kesal sedangkan aku langsung menyeka keringat yang sedikit keluar.

Dengan langkah gontai aku pun langsung ke arah ruangan Pak Sadam dan berjalan menuju ke ruanganku dengan lesu. "Dasar buaya darat sekali, buaya tetap akan menjadi buaya." ucapku dengan suara pelan. Ketika aku hendak membereskan pekerjaanku yang tertunda oleh barusan suara intercom terdengar dengan jelas. "Airin kamu tolong masuk ke dalam ruangan saya!"

Aku yang hendak mendudukkan diri seketika mengurungkannya dan aku berjalan menuju ke ruangan Pak Saddam.

Tok...tok...tok

"Masuk!"

"Ada apa bapak memanggil saya?" dengan wajah malas aku pun langsung bertanya kepada Pak Sadam dan Saddam hanya menatapku saja. "Kamu tidak usah terprovokasi dia adalah perempuan yang akan dijodohkan dengan saya tapi saya menolak dan kamu tidak usah berpikir macam-macam saya dengannya." ketika aku langsung mengangkat daguku dan menatapnya dengan kerutan yang amat jelas di dahiku. "Tapi maaf pak ini adalah kisah cinta bapak dan nyonya Tasya jadi saya pun tidak perlu mengetahui lebih jelas karena saya di sini cuman sekretaris sementara saja." ujarku dengan kesal sehingga membuat dia pun langsung menatap tajam ke arahku.

"Apakah kamu kurang jelas apa maksud tujuan saya datang ke perusahaan ini?" dengan pelan-pelan dia pun langsung mengikis jarak diantara kami bahkan deru nafasnya pun terdengar sangat jelas di depan wajahku. "Saya tidak mengerti dan tidak tahu. Yang saya tahu adalah saya mengerjakan pekerjaan dengan baik dan sesuai perjanjian di antara saya dengan perusahaan." jawabku sehingga membuat dia pun langsung tertawa terbahak-bahak. "Kamu itu bagaimana Airin?" "Apakah kamu tidak melihat saya masih menyukai kamu?" aku menggelengkan kepala. Berusaha untuk tidk mendengarkan semua perkataanya.

"Pak maaf, tapi ini adalah sesuatu yang tidak berhubungan dengan pekerjaan maka saya izin pamit terlebih dahulu." dengan kesal aku pun langsung mendorongnya dan langsung pergi dari ruangannya namun ketika aku sudah memegang pintu dia pun langsung memelukku dengan erat. "Stop berbicara formal denganku karena itu sejujurnya menyakitiku." dia langsung mendusel-dusel di potongan leherku sehingga membuat aku pun diam saja dan berusaha melepaskan tangan yang merangkul pinggangku.

"Mohon maaf pak ini masih di jam kerja saya bapak sudah membuang waktu saya."

"Kamu tidak merindukan saya?" aku terdiam sejenak dan menggelengkan kepala lalu dengan pelan-pelan dia pun langsung balikan badanku dan menatap mataku dengan cinta. "Apakah perasaan itu sudah hilang seiring berjalan dengan waktu?" tiba-tiba dia pun langsung menyatukan keningku dengan keningnya, dari sini aku bisa melihat dengan jelas bahwa dia hampir menangis terlihat dari matanya yang berkaca-kaca dan memerah.

"Pak, ini di luar pekerjaan saya." aku pun berusaha melepaskan pelukan tangannya yang berusaha mendekapku dengan erat.

"Atas dasar apa bapak selancang itu berbicara kepada saya bukan tentang pekerjaanperkerjaan?" aku pun menatapnya dengan marah tapi dia langsung menggelengkan kepala. "Kamu salah paham saya masih mencintai kamu tolong kasih saya kesempatan satu kali lagi untuk menjelaskan apa yang terjadi di masa lalu."

"Saya mohon pengertiannya saya masih ada pekerjaan yang belum selesai dan tolong pisahkan antara pribadi urusan pribadi dengan pekerjaan." ujarku dengan melepaskan diri Saddam.

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now