CHAPTER 7

212 9 0
                                    

Senyum terpatri di wajah tuanya sehingga membuat seluruh karyawan mereka akan bergembira, apakah atasan barunya sangat baik hati dan ramah sehingga membuat pak Mul sedari tadi menunggu sembari memamerkan senyum manisnya tapi dugaan ternyata meleset begitu jauh. Harapan kini mendapatkan daging tapi mungkin sekarang mendapatkan tulang lebih baik ketimbang tidak mendapatkan apapun. Itulah gambaran direktur baru.

"Selamat datang pak." ucap pak Mul dengan membungkukkan badan dan di ikuti oleh semuanya. Membungkukkan badan. Airin yang datang telat beberapa detik merasa heran dengan siapa sosok direkturnya. Apakah dia sama berkompiten sama seperti pak Mul atau tidak? itulah pertanyaan di benaknya sebab jika tampan tapi bodoh ya sama saja itu meruntuhkan keperusahaan.

"Bagaimana menurut bapak?" tanya pak Mul dan seketika dia menatap sekitar tapi aku tidak bisa melihtat wajahnya sebab semua karyawan masih menundukkan kepala.

"Tidak ada." jawabnya simple dan aku lihat dia hanya mengobrol berdua saja. Jadi ini yang di sebut dengan penyambutan sedangkan yang di sambut hanya diam seperti patung selebihnya pak Mul yang menjelaskan secara detail.

"Pagi ini kita kedatangan Bapak Saddam Sagara Varera." semua orang mengucapkan , "Selamat datang pak Saddam." di ikuti olehku seketika hawa dingin langsung aku kenali. Aku hanya bisa menundukkan kepala dan bergumam dengan suara kecil. Dia memandang satu persatu ke arah karyawannya sehingga membuat seluruh perempuan di sana langsung tegang saat di tatap tajamnya oleh atasan barunya.

"Saya tidak menyukai orang yang memilki muka dua." ujarnya dengan suara dingin dan tajam dan itu cukup menggambarkan sikapnya.

"Dia merupakan pengganti saya. Dia masih muda berumur dua puluh delapan tahun tapi dia sudah bisa memegang direktur. Kalian jangan salah paham sebab dia sudah pengalamannya dalam menjalankan sebuah perusahaan sehingga kalian tidak usah berpikir negatif bahwa perusahaan ini memberikan privilange kepadanya. Dan saya harapan kepada kalian. Semoga masih kompak kembali, membangun perusahaan dengan begitu kalian bisa di percaya lebih dari saya." ujarnya dan semua orang menganggukan kepala.

Mata itu seperti tidak asing, tatapan aku sepertinya aku mengenalinya tapi aku ragu untuk berkata juur selebihnya aku hanya memalingkan wajah ke arah lain. Aku menarik nafas saat detak jantung mulai terasa sakit.

"Ya sudah semua bubar." ucap pak Mul dan semuanya langsung menganggukan kepala. Entah pembahasaan apa tapi aku lihat sepertinya pak Mul menjelaskan dengan detail, aku dan bersama karyawan lain langsung pergi ke tempat kubikel dan setelah semua orang langsung membahasnya dengan heboh.

"Yah dapat direktur baru, ganteng, cool tapi sayang auranya sangat seram dan itu membuat gue langsung ketar-ketir." ujar Yura dengan lesu sedangkan semua orang memutar bola maya dengan malas.

"Jadi lo gak minat sama direktur baru nih ceritanya?" tanya Kathleen dan di balasan dengan delikan tajamnya.

"Lo gak engga liat tatatpan seperti mau membunuh musuh yang terlihat padahal kita anak buahnya tapi di intimidasi bagai penjahat." aku memnghela nafas saat bayangan masa lalu teringat di dalam jiwaku. Rasanya seperti aku mau melompat dari gedung lantai delapan ini. Benar-benar membuat aku seperti tikus kecil yang sedang ketakutan setengah mati.

"Menurut mbak Airin ganteng gak?" aku menoleh saat Yura bertanya kepada soal pak Saddam dan itu membuat aku membuka mataku kembali. "Jelek," jawabku dengan sederhana sehingga membuat Yura berdecak dengan sebal.

"Mbak airin semua cowok di matanya jelek. Engga ada yang ganteng gitu?" tanyanya sekali dan itu membuat Keenan berdecak dengan sebal.

"Ya elah lo masih nyari cowok ganteng mulu. Emang ganteng berapa sih point nya di mata lo Yur?" aku menoleh saat suara Keenan terdengar dengan jelas dan dia langsung menyandarkan diri di kursi dan itu membuat Yura berdecak kesal.

"Mas Kee gak usah tau seberapa penting orang ganteng tapi yang mas Kee tahu seberapa cantiknya wanita ketika dia berada di tangan yang tepat." Keenan hanya memutar bola mata dengan malas.

"Tanya tuh mbak Kathleen, seberapa penting ganteng. Jika pada akhirnya tanggung jawab yang akan di pertimbangan dalam sebuah hubungan." Kathleen hanya tertawa dengan renyah.

"Sudah biarkan, dia memang suka melupakan fakta soal percintaan!" ujarnya dan di balas dengan tawa meledek dari Keenan.

"Yang belom merasakan rumah tangga mah beda," dan Yura semakin kesal dengan jawaban dari Kathleen.

"Mbak Airin di panggil oleh Pak Mul." aku mengalihkan pandangan ke arah Kinan. Sekretaris pak Mul dan menganggukan kepala.

"Tumben dia manggil lo ada apa?" aku menoleh ke arah Keenan.

"Ya saya akan segera kesana." tanpa menjawab pertanyyan Keenan aku langsung mengikuti sekretaris pak Mul. Sebelum meninggalkandia menatap pantulan kaca yang ada di depan ruangan dan bergegas mengikutinya Kinan.

Aku melirik ke arah meja sekretaris yang sudah kosong sedangkan Kinan tidak mungkin di pecat sebab aku rasa dia baik dalam bekerja dalam setahun terakhir ini.

"Tok...tok..tok. Permisi pak." taku mengetuk pintu dengan pelan dan di balas dengan suara yang cukup keras.

'"Bapak memanggil saya?" tanya Airin dengan masih tenang sedangkan di dalam hatinya dia merasa sudah liar biasa khawatir dengan kehidupan selanjutnya. Saat ini posisi pak Mul membelakangiku sehingga membuat aku mengeryitkan dahi. 'Tumben sekali dia membelakangiku ketika berbicara.' itulah tanggapanku.

"Halo Airin Arundati. Welcome to my word." seketika suara bas terdengar dengan sangat jelas dan di susul dengan senyum yang masih sama namun hal tersebut membuat aku memundurkan langkah ke belakang sehingga membuat aku shock luar biasa. "Bagaimana keadaanmu?" dia bertanya seolah-olah tidak ada masalah terjadi di antara kami dan juga dia merasa tidak bersalah.

"Airin arundati." panggilnya kembali sehingga membuat aku aku langsung tersadar dan berusaha untuk menormalkan raut wajahku dan itu membuat membuat aku semakin takut menatapnya.

"Bapa...bapak ada apa memanggil saya?" tanyaku dan di malah mengangkat alis dengan sendu. "Kamu tidak merindukan saya?" tanyanya dengan melantur sehingga membuat aku membuang muka ke arah lain. "Bagaimana kabarmu?" tanya sekali sehingga membuat aku menatapnya dengan nyalang.

"Bapak ada apa memanggil saya?" tanyaku dan dia hanya menatapku dengan sendu dan itu membuat perasaanku muak denganya.

"Jika tidak ada yang bapak perlukan saya pamit undur diri!" ujarku dan hendak membalikkan badan tapi dia dengan lancang malah memelukku dengan erat.

"Tolong maafkan saya!" aku berusaha melepaskan tapi dia malah memelukku dengan erat. "Lepaskan kaparat."ujarku dengan suara dingin dan dia malah menggelengkan kepala.

"Tolong maafkan saya." dengan perasaan tak menentu aku langsung menginjak kaki dengan keras sehingga membuat dia melepaskan pelukannya dan itu membuat aku langsung pergi meninggalkan ruangannya. Mengabaikan rasa hormatku kepadanya.

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now