CHAPTER 27

115 5 0
                                    


Sebelumnya aku mau bilang makasih untuk akun yang sudah memberikan vote untuk cerita ini. Semoga kalian engga merasa bosan dengan alurnya. In sya allah saya akan post tiap hari dan juga saya sedang tahap menyelesaikan novel ini maka dari itu saya akan ngenjar mengupload cerita ini.



Saat ini perasaanku benar-benar gelisah saat Airin mengajukan pengunduran diri dan sialnya Mbak Dian memberitahukan aku sesudah dia mengACC sehingga membuat aku gelisah dan mengumpat sejadi-jadinya. Aku menatap bintang yang berwarna terang sehingga membuat aku merindukan Airin dengan segara aku mengambil foto yang ada di nakas meja yang dimana foto tersebut di ambil sejak sepuluh tahun terakhir sebelum aku membuat dia sakit hati. "Apakah tidak ada harapan lagi untuk saya berada di sisi kamu, rasanya saya sangat sulit untuk melupakan kamu Airin." ujar dengan mengusap pelan foto tersebut.

TOK...TOKK...TOK

"Masuk."

"Noh calon istri lu udah dateng." ujar Kinan dengan menduukan diri di kasur sedangkan aku hanya memutar bola mata dengan malas.

"Emang jadi perjodohan tersebut?" tanyaku dan di balas dengan mengedikan bahu dengan acuh.

"Lah situ yang mau di jodohin bukan gue, malah nanya ke gue." jawabnya dengan acuh dan aku hanya menghela nafas dengan kasar.

"Lagian dia tuh cewek tapi kaya cowok ngejar cowok getol banget heran gue jadi sesama cewek juga, belum lagi dia di kantor semenjak Airin gak ada dia makin berkuasa seakan-akan dia yang paling berhak untuk menjadi nyonya karena kan setiap ketemu Airin gak emosi gitu."

"Btw dia tau gak sih bahwa Airin itu mantan lu?" aku hanya mengedikan bahu dengan acuh menurutku selama Airin masih baik-baik saja dalam artian fisik dia baik-baik aku tidak akan membalas perbuatannya.

"Udah sono lu samperin itu udah mau makan malam." dengan kesal dia menarik tanganku dan mendorong ke luar dari kamar ini.

"Lu juga mau turun gak?" tanyaku dan dia malah tersenyum miring.

"Lu jangan tau, itu urusan gue. Dah sana hush pergi dari sini." ujarnya dengan mengusirku namun dia malah rebahan di kasurku. "Ini perasaan kamar gue dah!" gerutuku dengan mengacak-acak rambut dan segera aku langsung turun ke ruang makan.

"Maaf telat!" kataku dengan menarik kursi dan semuanya langsung memandang ke arahku sembari menganggukan kepala.

"Iya gpp nak." ujar mamaku dengan tersenyum dengan tipis sembari mengambilkan nasi dan beberapa lauk dan sayur.

"Khemm... denger-denger dari Anne kamu sedang membuat gebrakan baru tentang soal penulis ya nak Saddam?" aku menoleh ke arah Bapak Handoko sembari menganggukan kepala.

"Iya seperti yang anda ketahui setelah terjadi kecurangan yang cukup besar." jawabku dengan cuek lalu memasukan makanan lagi ke dalam mulut.

"Khem... jadi kamu sudah tau bukan maksud kedatangan saya ke sini?" tanyanya dan dengan tegas aku menganggukan kepala.

"Jadi kamu menerima pinangan dari anak saya?" seketika aku langsung tersedak oleh makanan yang aku sedang kunyah.

"Apa?" tanyaku dengan melirik ke arah ibu dan ayahku namun dia mereka hanya menatap balik dan akupun sudah mengetahui apa artinya bahwa aku harus menerima pinangan tersebut. "Maaf ya om tapi kita belum pendekatan jadi saya harus berpikir terlebih dahulu." aku tersenyum dengan tipis dan aku liat Anne mendengus dengan kesal.

"Baiklah seperti yang anda dengar, biarkan mereka mulai pendektan terlebih dahulu bukan?" aku menganggukan kepala saat papaku mulai berucap dan sepertinya dia juga mengerti bahwa aku tidak ingin di jodohkan dengan Anne.

"Silahkan di makan, makanannya. Ini sepertinya sudah jam makan malam bukan?" ujarnya dengan menatap arloji yang di pakai.

Suasana makan malam mulai rame karena kami sudah memasuki babak pembicaraan bisnis sehingga membuat aku malas harus berbicara soal bisnis. Dengan menatap selitar aku langsung beranjak dari ruang tamu dan pergi ke taman. Bintang dan bulan hari ini sangat terang sehingga membuat aku langsung teringat dengan Airin, "Sedang apa dia?" gumamku dengan suara pelan namun saat ini aku menyadari bahwa ada seseorang yang duduk di sampingku sehingga membuat aku langsung menoleh ke arahnya dan tebakannku benar dia adalah Anne yang sedang menatap ke arah depan sembari memegang wine.

"Apakah kamu mencintai orang lain?" aku hanya diam saja namun dia malah menatapku dengan sendu, "Benar dugaanku bahwa kamu mencintai orang lain?" aku menganggukan kepala dengan pelan.

"Apakah tidak ada ruang di hatimu untuk aku?" aku menghela nafas dengan kasar.

"Kamu sudah mengetahui jawabannya lantas mengapa kamu ingin berjodoh dengan saya?" tanyaku namun dia malah memalingkan wajah ke arah lain.

"Karena aku mencintaimu Saddam," jawabnya namun aku mengangkat alis dengan bingung. "Kita baru bertemu bagaimana kamu bisa mencintai orang dengan cepat?" tanyaku namun dia hanya terkekeh dengan pelan.

"Itu menurut kamu, tapi tidak menurutku." sontak aku mengangkat alis dengan bingung saat dia terkekeh dengan kecil.

"Kamu tidak akan mengingatnya Saddam karena aku adalah orang yang tanpa sengaja bertemu dengan kamu." jawabnya sehingga membuat aku menganggukan kepala. Sejujurnya aku sangat malas dengan dia karena yang aku tau dia sering mengertak setiap perempaun yang ada di kantor jika bukan dia salah satu anak pemilki saham mungkin dia sudah di pecat sedari dulu.

"Kamu tau bahwa aku tidak akan mudah melepaskan seseorang yang telah menarik perhatianku bahkan aku juga tak akan segan menggunakan cara kotor sekalipun." setelah itu dia pun beranjak dari sisiku dan pikranku hanya tertuju kepada Airin.

Setelah aku berbincang-bincang dengan keluarga Anne saat ini kedua orangku sedang menatapku dengan kesal, "Saddam bukankah kamu mengetahui siapa orang tuanya Anne lalu mengapa kamu malah menjawab seperti itu?
aku menoleh ke arah ibuku yang kesal terhadapku dan membuat aku aku menghela nafas dengan kasar." Apakah hidupku juga akan di setir oleh kalian?" tanyaku dengan menatap satu persatu dengan sendu namun mereka hanya memalingkan wajah ke arah lain tanpaa menatap balik ke arahku.

"Aku sudah muak dengan semuanya, kalian mengatur kehidupan anak sendiri ." ujarku dengan beranjak dari kursi dan hendak ke kamar namun perkataan ibuku sontak membuat hatiku terluka. "Bukankah itu tugas sebagai anak untuk belajar tanggung jawab kepada orang tuanya?" seketika aku langsung menoleh ke arah belakang, dan kami saling bertatapan dengan menyeringgai. "Jika itu sebagai anak, apakah kalian juga bertanggungjawab terhadap kedua orang tua masing-masing?" tanyaku namun mereka hanya diam saja dan setelah itu aku langsung melanjutkan ke kamar. Mengabaikan teriakan dari Ibuku untuk menerima perjodohan tersebut.



Jakarta 17 november 2023

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now