Chapter 16 (18+)

497 6 0
                                    


Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari, ada beberapa orang yang sudah terkapar tak sadarkan diri dan juga sudah beberapa ada yang pulang sehingga membuat aku langsung membawa Yura untuk mengantarkan ke kost an nya.

"Yura ayok balik," ajakku kepadanya saat dia sudah terkapar tak berdaya namun dia masih meminum alkohol tersebut sehingga membuat aku menghela nafas dengan kasar. "Eh tapi tunggu dulu sebentar gue mau ke toilet dulu." aku langsung meninggalkan Yura dan langsung ke kamar mandi lagi. Saat aku melewati lorong terhubung antara lift dan juga pintu masuk ke toilet aku menyipitkan mata saat Saddam sedang memagang kepala sehingga membuat perhatianku langsung ke arahnya.

"Ngapain dia?"tanyaku dengan menyipitikan mata lalu aku pun berjalan mendekat ke arahnya, "seperti orang mabuk?" dan benar dugaanku bahwa dia sudah mabuk lalu aku pun mengabaikan kantung kemihku yang sudah menampung banyak alkohol.

"Airin!" aku tersentak kaget saat mata kami saling bertubrukkan sehingga membuat aku merasakan hawa panas. Tatapannya yang lembut namun dia sedikit menahan gairah. Aku terdiam dan menatapnya dengan pandangan yang sulit di artikan. "Bapak baik-baik saja?" spontan aku bertanya seperti itu namun dia hanya diam saja menatapku.

"Mari saya antarkan ke kamar bapak," ajakku namun dia hanya diam saja saat aku menarik ke dalam lift untuk sampai ke kamarnya.

Dengan pelan-pelan aku langsung memapahnya ke dalam kamar saat dia hampir terhayung. Aku liat raut mukanya sudah memerah dan juga mengepalkan kedua tangannya. Aku tidak mengerti namun setelah itu dia langsung menjatuhkan diri di kasur dengan berjalan sempoyongan.

Aku menghela nafas dengan kasar saat dia sudah benar-benar pulas. Ketika aku hendak berbalik tiba-tiba aku di kejutkan dengan tangan yang melingkar di pinggangku sehingga membuat aku merasa ada sesuatu yang berbeda lalu aku menoleh ke arah belakang rupanya Saddam sedang menatapku dengan sayu bahkan dia tersenyum dnegan lebar. "Airin... itukah kamu?" aku lihat dia sepertinya dia sudah mabuk berat dan di tambahkan mungkin seseorang sudah memberikan obat perangsang terliaht dari wajahnya yang merah sekali bahkan dia sudah menatapku dengan nafsu.

"Pak, bapak are you oke?" tanyaku dengan nada sopan meskipun begitu aku tetap berusaha melepaskan diri namun dia malah memeluk erat diriku dari belakang.

"Apakah itu kamu sayang?" dia menjilati leherku namun aku bukannya merasa bergairah tiba-tiba rasa mual langsung hinggap di kepalaku sehingga membuat aku merasa pusing dan mual di saat bersamaan.

"Lepaskan... saya!" aku berusah melepaskan pelukannya namun dia hanya diam saja sembari menciumi leherku.

"Sayang... aku benar-benar merindukan kamu," ujarnya dengan suara bass nya dan sialnya suaranya sangat enak di dengar. Otakku langsung memberikan lampu alaram berbahaya dan berusaha melapaskannya namun dia malah membalikkan badanku sehingga membuat mata kami satu sama lain bertatapan.

"sayang...." dia langsung meraba wajahku dengan pelan dan juga langsung menatapku dengan lembut. Aku benar-benar takut kejadian dulu terulang kembali dan membuahkan hasil anak dan juga membuat aku merasa menjadi wanita rendahan.

"Saddam.. tolong jangan," air mataku sudah turun sejak mata kami berdua saling menatap satu sama lain sontok hal tersebut membuat Saddam semakin mentapku dengan lembut.

"Sayang aku tidak akan menyakitimu lagi," dengan pelan-pelan dia mendekatkan bibirnya kepada bibirku hanya aku hanya menggelengkan kepala, menolak sentuhan darinya. "Saddam tolong jangan lakukan itu..." belum sempat aku berbicara dengan selesai dia langsung membungkam bibirku dengan bibirnya. Air mataku sudah menangis dan menggelengkannya namun dia masih berusaha meraup bibirku bahkan dia pun sengaja mengigit bibirku supaya mulutku terbuka.

Daging yang tak bertulang berhasil dia dapatkan, dengan pelan-pelan dia membelitkan satu sama lain, suara deru nafas terdengar sangat jelas. Suara merdu saling bergantiaan namun suara isakan tangisan mulai terdengar dengan sangat jelas. Di ujung harapan hanya tersrisa secui harapan, aku berusah melepaskannya namun dia masih membelitkan lidahnya. Kepalaku pusing luar biasa sepertinya aku merasa ini adalah bagian masa laluku sehingga membuat aku seketika langsung sadar kembali dan mendoorng dengan kuat. Pelukannya terlepas namun hanya ada gairah yang tak bisa id bendung di matanya. Aku menggelengkan kepala saat dia berjaln mendekat kearahku sembari menyeka air saliva yang menetes di bibirnya.

Aku berbalik badan dan hendak membuka pintu kamar sehingga membuat aku langsung berlari namun sepertinya dia mengetahui pergerakkanku sehingga membuat dia langsung meraih kartu yang ada di samping pintu dan melemparkan keluar balkon seketika aku langsung menatap marah ke arahnya.

"Sialan apa yang kamu lakukan?" teriakku dengan suara kencang tapi dia malah menyeringai dengan menatapku dengan penuh gairah.

"Apakah kamu tidak merindukan aku Ai?" dengan air mata yang masih menetes aku menggelengkan kepala.

"Mengapa kamu tiba-tiba ingin aku menjauhimu?"

"Kamu tidak mengerti apa yang aku rasakan Saddam!" jeritku dengan menjambak rambut kepala namun dia malah mendekat ke arahku dengan berusah memelukku kembali namun aku menolak pelukannya sehingga membuat dia semakin memerah wajahnya.

"Tak bisakah kamu menghargai usahaku barang sedikit saja, memperbaiki kesalahan yang aku perbuat di masa lalu?" tanya dengan nada yang amat kecewa namun aku hanya mampu mengglengkan kepala dan menatapnya dengan sendu.

"Saddam hubungan kita sudah berakhir dan kita sudah saling terikat jadi tolong biarkan aku hiduo bahagia karena aku benar-benar ingin hidup normal, seperti orang lain." ujarku dengan suara nafas yang tercekat namun dia malah menggelengkan kepala.

"Apakah kamu belum cukup menghukum aku?" aku hanya dia namun dia terus mendekat kearahku. Aku memberontak saat dia membawa aku ke kasur dan membantingku. "Saddam tolong jangan melakukan itu." ujarku dengan tangan memukul badan dia namun dia hanya bergeming saja tanpa menghiraukan ucapanku.

"Setelah ini kamu mungkin tidak akan bisa kabur lagi dariku," dia langsung melepaskan jas mahal namun aku masih berusah bangun dan berjuang keluar dari kamar ini dan sialnya mau aku berteriak dengan suara kencang pun pasti tidak akan terdengar.

"Sudah sayang usahamu akan sia-sia jadi lebih baik kamu menikmatinya." ujarnya namun aku tetap terus menggelengkan kepala karena aku memang tidak ingin terikat dengannya. "Mungkin trdengar sangat egois tapi aku bisa gila tanpa kamu jadi aku melakukan cara kotor ini. Maaf aku Airin!" aku tak mengindahkan ucapanya darinya namun dia hanya memakai boxer dan tonjolannya sangat tercetak dengan jelas. Deru nafasku terdengar sangat bersautan dan detak jantungku sangat cepat sehingga membuat aku perlahan-lahan mundur saat dia mendekat ke arahku.

"Saddam tolong jangan...tolong..." lirihku dengan suara isak tangis yang sudah aku tidak perdulikan lagi namun dia malah semakin mendekat kepadaku.

"Setelah ini jangan pernah membenciku." jawabnya dan seketika malam yang tak seharusnya terjadi, terjadi. Derai air mata tak bisa id bendung, kenagan masa lalu yang sulit di lupakan semkain menjadi sulit. Rasa sakit kali ini terlwbih besar sehingga membuat Airin merasakan guncangan yang hebat. Jiwanya di tarik dan membawa sebuah kekosongan yang hampa.

Hanya sebatas atasan dan juga bawahan. Sebatas mantan kekasih di masa lalu bukan berarti hubungan akan selalu terjalin kembai.

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now