CHAPTER 12

162 7 0
                                    

Suara detak jantungku terdengar dengan sangat jelas, dengan segera aku langsung meninggalkan ruangan Sadam dan langsung masuk ke dalam ruanganku. Aku sebenarnya sangat membencinya tapi ketika melihat dia menangis seketika hatiku merasa lelah tapi aku pun tidak boleh terpengaruh oleh tangisan palsunya sehingga membuat aku pun langsung menguatkan pikiran dan mengontrol supaya aku tetap berada di jalan yang seharusnya aku pilih. "apakah kamu tidak mendengar bahwa Tasya itu sudah menjadi calon nya Saddam lantas haruskah kamu menghancurkan kisah cinta antara Saddam dengan Tasya?" gumamku dengan suara kecil dan mengingat kembali perkataan Tasya yang terdiam di kepalaku.

Ayo makan siang bareng

Aku langsung atap ponselku yang menampilkan notif dari Keenan.

Dimana?

Di depan, ayo sama anak yang lain

Setelah aku tau tempatnya, segera untuk memberitahukan kepada Saddam jadwalnya bahwa dia tidak memiliki meeting dengan siapapun hingga jam 14.00 sore. Dengan kesal aku pun langsung menghubunginya melalui suara intercom.

'selamat siang pak Sadam sekarang waktunya makan siang dan ada tidak memiliki jadwal sampai jam 02.00 sore apakah Anda ingin makan siang di mana?'

'terserah kamu saja'

'baik pak saya akan hubungi kembali lagi ketika saya sudah menemukan restoran yang tepat untuk pak Saddam makan siang'

Setelah itu aku pun langsung memutuskan suara intercomnya dan mencari makanan yang sesuai dengan cita rasanya.

Butuh waktu 20 menit akhirnya aku sudah memesan makan siang pak Sadam dan dia pun menyetujuinya namun ketika dia akan mengajakku aku langsung menolak dengan alasan aku akan pergi bersama anak tim yang lain sehingga membuat dia pun dengan terpaksa menyetujui permohonan dariku.

"Ada apa?" Aku menoleh ke arah Kinan yang sudah menatapku dengan kerutan dahi yang teramat jelas karena saat ini aku sudah berada di tempat makan yang tak jauh dari kantorku sehingga membuat aku pun langsung menatap malas ke arahnya. "Nanti gue cerita deh mas Kee. Nanti habis pulang aja kita ketemu di tempat biasa." dia pun langsung menganggukkan kepala dan langsung memesan makanan.

Kali ini drama tidak ada namun aku yakin mereka semua mempertanyakan karena apa aku menjadi sekretaris.

"Kok mbak Kinan pindah jadi bagian editor bukannya dulu bagian sekretaris?" aku menoleh ke arah Rizki yang bertanya kepadaku dan aku pun langsung menatap ke arah Kinan.

"Sebenarnya gue juga gak mau kerja bareng sama dia." jawaban Kinan langsung membuat para fansnya Saddam langsung menatapnya dengan tidak terima saat Kinaan bercerita buruk tentang Saddam.

"Loh kenapa, dia ganteng loh. Spek dewa, spek suami idaman dan juga muka glowing amat, melebihi gue yang sebagai cewek."

"Iya nih lo mah Kinan. Harusnya gue jadi pengganti lo bukan Airin." ujar beberapa staf yang lain namun aku menghiraukan dan memakan makanan yang aku pesan.

"Dia itu memang ganteng spek-spek tajir melintir dan juga dia dari wajah juga spek dewa kelakuannya benar-benar minus sekali."

Ketika Kinan mulai bercerita beberapa para wanita mulai mendekati Kinan dan mereka pun bersiap mendengarkan cerita dari Kinan langsung.

"Dia kenapa?"

"Dia gay."

"Ukh....ukh..." aku yang hendak minum seketika langsung menyemburkan minumanku dan mengenai Keenan yang ada di depan mejaku sehingga membuat dia pun langsung menatap tajam ke arahku.

"Apa?"

"Hah yang bener Lo?"

"Serius Lo?"

"Gue gak percaya sama Lo."

"Sebenarnya kalian mungkin nggak percaya tapi gue juga awalnya nggak percaya tapi dia yang ngomong sendiri maka dari itu gue takut tapi kebetulan dia meminta Airin untuk kerja bareng dia, ya mau engga mau gue menyetujui permintaannya. Maaf ya Rin."

Seketika pandangan aku bersama Keenan saling berpandangan namun itu bukanlah yang dimaksud dengan Saddam bahwa dia menyukai lelaki tapi dia berusaha untuk mendekatkan diri kepadaku.

"Masa sih dia gay?"

Beberapa orang ada yang tidak percaya namun beberapa juga ada yang terlihat percaya bahwa tidak aneh bahwa lelaki tampan dan kaya tidak mungkin semua lelaki menyukai wanita. "Yah sayang banget." ujar beberapa wanita yang sudah patah hati duluan.

Setelah menjelaskan beberapa tentang Saddam aku bersama dengan langsung berpamitan tidak ingin bergosip mengenai Saddam.

"Jadi benar Saddam itu gay?"

"Ngaco." jawabku dengan malas.

"Sebenarnya gua pengen cerita sekarang cuman Saddam sialan sudah menghubungiku."

"Nanti aja gue pamit." aku mengucapkan sembari menatap ponselku yang sudah berdering menampilkan nomor Saddam, setelah itu aku pun langsung berpamitan kepada yang lain untuk segera lebih awal masuk ke dalam perusahaan dan beberapa orang pun masih membicarakan tentang Saddam sehingga membuat aku pun langsung

pergi .

"Airin ada yang saya ingin bicarakan kepadamu apakah kamu mempunyai waktu luang ketika pulang dari sini?" aku menoleh ke arah Saddam yang sudah berada di hadapanku sembari bersedekap dada sehingga membuat aku pun langsung menghentikan langkah.

"Apakah ada urusan yang penting pak?" Tanya aku dengan berusaha formal namun dia malah berdecak dengan sebal.

'Bisakah kamu berbicara santai saja?" dia menatapku dengan permohonan dan hal itu membuat aku langsung mengangkat alis dengan bingung.

"Maaf pak jika bukan masalah pekerjaan saya tidak bisa." jawabku namun ketika aku hendak masuk tiba-tiba dia menarik tanganku sehingga membuat aku langsung menubruk dada bidangnya bahkan aku pun bisa mendengar suara detak jantungnya. Aku terdiam saja dan jujur perasaan itu terlintas ada namun aku berusaha menarik kembali rasa nyaman ini. "Pak saya mohon lepaskan, ini masih daerah kantor." aku berusaha untuk melepaskan diri namun dia malah berusaha mendekap. "Ada yang saya ingin bicarakan dengan kamu, temui nanti saya di taman belakang setelah semua pekerjaan beres," dia membisikkan kata seperti sebuah sihir yang membuat aku langsung menganggukan kepala.

"Bai...baik pak," setelah itu dia langsung menyuruhku keluar.

Kami saat ini sedang meeting dengan investor, mengingat memperluas jaringan penerbit buku yang semakin di minati dan juga semakin banyak anak muda yang mulai mencari penerbitan yang sesuai dengannya. "Jadi semua masih terkendali?" tanya Saddam dan di balas dengan di kepala staf.

"Saya rasa sekarang lebih menjadi privasi dan kita hanya perlu membutuhkan penulis yang benar-benar ingin terjun ke dunia literasi dan juga ingin mencari bakat atau pun mencari uang tambahan sehingga membuat mereka semakin gencar. mempelajari dunia literasi yang sesuai dengan pasarannya." setelah aku menjelaskannya kepada investor dan para investor pun menganggukan kepala.

"Baik saya mengerti dan juga saya berminat dengan investasi ini. Semoga semua aman terkendali dan sesuai dengan perjanjian kita di awal.' setelah itu para investor menyetujui dan dalam waktu dua jam kami menjelaskan hasilnya tidak mengecewakan di akhirnya.

"Baik, terima kasih sudah bekerja sama dan juga terima kasih atas kepercayaan anda kepada kami." ujar Saddam dna di balas dengan senyuman dari investor.

Aku mengantuk sebab tadi malam tidur jam tiga subuh dan jam enam pagi aku baru bangun sehingga membuat badanku terasa lebih cape hari ini. "Airin kamu sakit?" aku menoleh ke arah Saddam dan menggelengkan kepala.

"Mau saya antar pulang dulu?" aku menggelengkan kepala.

"Tidak pak, terima kasih." setelah itu hanya terdengar suara nafas kami saja.

Aku memejamkan mata dan juga berusaha untuk memikirkan ke depan dan tanpa sadari bahwa kami sudah sampai di basement dan sontak hal tersebut membuat aku merasa kaget, "Airin sudah sampai," bisiknyanya sehingga membuat aku yang ter[ejam membuka mata dengan kaget saat dia berada tepat di depan mataku bahkan deru nafas saja terdengar mengenai wajahku.

"Maaf pak saya ketiduran," aku menggaruk kepala yang tak gatal namun dia hanya tertawa dengan kecil.

"Tidak apa-apa Airin saya mengerti dengan jadwal padat kamu." setelah itu aku langsung keluar dan berjalan menuju lift dan melanjutkan pekerjaan kantor.

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now