CHAPTER 2

552 11 0
                                    


Aku membuka laptop, melupakan masalah kemarin yang membuat aku memikirkan keadaan semuanya. Aku mulai berkutat pada laptop dan mengerjakan naskah yang harus aku teliti. Jam sudah berganti dengan cepat dan tanpa aku sadari bahwa waktu meeting sudah tiba.

"Ayo meeting," ajak Keenan dan aku langsung menoleh ke arah arlojiku yang sudah menunjukkan pukul jam dua siang. "Ayo!" jawabku dan aku pun langsung beranjak dari kursi. Seluruh tim kali in masuk ke dalam ruangan meeting utnuk menyapa pak Mul atau pak direktur.

Ruang meeting kali ini terasa sepi, sebab biasanya selalu ada perdebatan tapi kali ini hanya diam dan saling memandang.

"Jadi kalian sudah paham apa yang saya jelaskan tadi?" tanya Pak Mul selaku direktur yang menatap kami satu persatu.

"Paham Pak!" jawab kami serentak dan di balas dengan kekehan darinya. Memeang kali in kami meeting terasa hambar meskipun selalu ada guyonan dari Pak Mul tapi masih terasa beda. Kami benar-benar diam dan menatap punggung pak Mul yang masih tegap di usia yang ke 60 tahun.

"Ya sudah kalau begitu kalian siap-siap dengan semua rintangan yang akan kalian hadapi." kami menganggukan kepala dan setelah itu kami hendak bersiap-siap untuk keluar dari ruangan sebab sudah tiga jam kami meeting bersama dan sekarang sudah menujukan pukul jam lima kurang sepuluh menit.

"Jadi ada pertanyaan buat saya?" aku meneguk ludah dengan susah payah dan menatap ke arah Keenan.

"Ya itu sudah keputusan bapak, jadi saya bersama tim tidak bisa berbuat apa-apa." aku hanya diam dan rasanya sangat sedih.

"Airin kamu tidak ada kata-kata buat saya?" aku mengangkat kepala dan menggelengkan kepala.

"Kenapa dari semua karyawan yang berandal?, saya mempunyai karyawan yang sepertimu Airin?" aku hanya tertawa canggung. Ya mau gimana lagi aku sudah nyaman dengan saat ini.

"Ya sebenarnya saya juga tidak mau berpisah dengan kalian tapi badan saya sudah tidak sanggup menahan beban ini. Hehehehehe!" memang dia adalah direktur dan cukup dekat denganku. Dia adalah direktur yang selalu menyuruh karyawannya untuk lembur dan tidak ada bantahan ataupun alasan apapun untuk menolak perintahnya. Dia termasuk direktur yang tidak pandang bulu bahkan dia juga menurutku direktur yang tegas tapi ketika dia sedang berada di luar jam kerja dia bisa di anggap sebagai bapak kedua yang selalu memberikan nasihat yang baik untuk karyawannya

"Kemungkinan dua minggu ke depan saya akan memberikan lemburan buat kalian, sebab saya saya akan pensiun dini." aku menghela nafas saat dia akan pergi meninggalkan kantor yang selalu membuat tim tertawa dengan tingkah konyol.

"Bilangnya pensiun dini, nyatanya mau bermanja-manja dengan istri." cibir Keenan dan di balas dengan delikaan mata dari Pak Mul.

"Yaakkk!!! kamu selalu ada saja untuk menggoda saya!" dia malah terkekeh dengan kecil

"Ya memang saya sekarang sudah tidak mempunya anak yang harus saya nikahan, maka dari itu saya ingin menghabiskan waktu bersama istri tercinta saya." dia malah membayangkan bersama istrinya sehingga membuat yang ada di ruangan ini hanya memutar bola mata dengan malas.

"Jadi fiks ini bapak mau pensiun?" tanya Yura teman satu tim ku dan di balas dengan decakan dari Pak Mul.

"Iya Yura."

"Saya mau pensiun." katanya dan di balas dengan cengiran dai Yura

"Yah berarti engga ada yang makan gratis lagi dong?" Pak Mul hanya terkekeh melihat semua karyawannya yang tersenyum di balik kesedihannya.

"Saya tahu berat memang kalian melepaskan saya tapi saya sudah cukup sampai di sini. Nanti kalian ada direktur baru dan saya rasa mungkin kalian akan terpesona dengan ketampanan," dia menjeda ucapannya dan "Ya mungkin dia tidak setampan saya tapi saya pastikan dia tidak pelit dengan anak buahnya." aku hanya diam saja dan menatap ke ruangan meeting ini yang terasa lebih hidup dari sebelumnya.

"Ya sudah ini mungkin meeting terakhir kita dan saya tulis semua di documen dan kalian tolong pelajari dulu sebab mungkin direktur baru ini berumur dua puluh delapan tahuanan." semua orang di ruangan ini terbelak kaget saat mendengar ucapannya.

"Yang bener pak?" tanya Yura dan di balas dengan anggukan.

"Pak tapi kalai kita gak nyamana bagaimana?" tanya Kathleen. Teman satu tim yang sudah menikah dan berumur dua delapan tahun

"Saya akan pastikan kalian akan nyaman!"

sejenak aku memejamkan mata sesaat, saat rasa pusing mulai menyerang kepalaku. "Kenapa?" tanya Keenan dan aku menoleh lalu menggelengkan kepala.

"Ya sudah kalian boleh pulang dan ingat apa yang saya ucapan kan tadi." kami hanya menganggukan kepala

"Pak Mul." Yura memanggil pak Mul dengan senyuman tipisnya

"Terima kasih telah mengajarkan saya selama ini!" aku hanya tersenyum sampul saat Yura yang selalu berkicau tiba-tiba memanggil Pak Mul dengan nada pelan sebab biasanya dia akan selalu mengomel saat lembur dadakan dan juga tiba-tiba di dia di berikan petuah panjang lebar olehnya.

"Ah iya kamu, anak nakal!" dia langsung membalas dengan senyum tipisnya

"Saya tau kamu sering mengumpati saya di belakang saya." dia hanya menggaruk kepala yang tak gatal dan menundukkan kepalanya

"Hehehehe soalnya saya suka kencan dan bapak suka memberikan saya lemburan sehingga membuat saya sudah kesal sendiri." dia masih memberikan seribu alasan sehingga membuat yang ada di ruangan ini hanya menggelengkan kepala saja.

"Kamu itu masih kecil tapi masih sudah menjadi pemain cowok. Hati-hati kena karma nanti!" Yura hanya tersenyum dengan lebar.

"Ah bapak bisa aja!" Yura memang paling muda di antara kami. Dia berumur dua puluh empat sehingga jiwa asmaraya masih menggelora.

"Awasin Airin ya, nanti kalau dia ketemu sama cowok." dia hanya mengacungkan jempolnya dan setelah kami bersiap-siap membereskan semua dokumen.

"Airin tunggu, ada yang saya omongin dengan kamu." aku yang hendak beranjak dari kursi, seketika mengurungkan dan duduk kembali seraya menganggukan kepala. Kami sudah duduk berhadapan dengan Pka MUl yang sudah menatapku dengan serius.

"Saya tidak menyingggung sikap kamu yang tidak terlalu banyak bicara dalam meeting tapi saya minta kamu untuk aktif kamu dlam berpendapat. Selama ii saya selalu menyuruh kamu untuk memberikan pendapat karena saya tau kamu memang menegerti tanpa harus di jelaskan panjang lebar." aku menghemsbuskan nafas dengan pelan.

"Lalu?" aku lihat Pak Mul menarik nafas dengan pelan.

"Saya mengetahui ketakutan kamu, meskipun kamu sudah berusaha untuk menyembunyikan dari saya. Saya tau!" aku meneguk air putih yang ada di hadapanku dan menatap mata Pak Mul.

"Bapak sudah tahu, lantas mengapa bapak masih menahan saya di sini?" aku mengangkat kepala dan dia haya terdiam dengan menatap aku kembali.

"Suatu saat kamu jika mengetahui, tolong jangan benci saya!" aku memalingkan wajah ke arah lain. Memang ketika meeting aku lebih pasif ketimbang dengan yang lain meskipun aku sudah bekerja sudah lima tahun tapi aku selalu diam ketika tidak di minta pendapat ketika meeting. "Pak saya sebanrnya sudah cape dengan semua ini!" aku benar-benar ingi menyerah dengan semua ini.

"Kamu yakin ingi menyerah dengan semua ini?" aku terdiam sejenak dengan menggelengkan kepala.

"Saa..saya tidak tahu harus berbuat apa Pak!" aku menyenderkan badan di kursi dan mengacak-acak rambut dengan pelan.

"Kamu pasti bisa."

"Saya ingin kamu mengerti bahwa kamu perlu bahagia dan juga bisa meraskan cinta dari orang tulus bahkan kamu juga bisa merasakan kehadiran orang lain yang benar-benar tulus denganmu!" aku hanya diam saja dan setelah itu Pak Mul pergi meninggalkan aku dengan pikiran berkecamuk. Hatiku sangat bingung dengan semua ini dan tanpa sedari bahwa ponselku berbunyi dengan pelan. Ah aku llupa ponselku di mode silent. Segera aku ronggoh ponsel dan panggilan masuk, aku termenung dan menatap sebentar lalu tiba-tiba ponsel mati sat hendak aku jawab. "Bahkan ponselpun tidak dapat bisa menungguku." aku benar-benar bingung dengan tujuan hidup saat ini bahkan di usia kepala aku masih bingung apa yang aku cari selama ini jika rasa takut selalu menghantui ku setiap hari.

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now