CHAPTER 25

140 3 0
                                    

Saat tengah malam, perutku sangat lapar padahal aku juga sudah makan dengan banyak dan sepertinya rasa laparku sudah tidak bisa di tahan lagi sehingga membuat aku langsung beranjak dari kursi dan hendak keluar, "Mau kemana kamu nak?" tanya ibuku sembari menonton tv dengan memakai daster sehingga membuat aku langsung menoleh ke arahnya dengan menghela nafas.

"Aku ingin makan martabak Bu." cicitku dengan suara pelan sehingga membuat dia langsung beranjak dari depan tv.

"Mau bikin sendiri atau mau beli?" aku melirik ke arah jam ayng sudah menunjukkan pukul sepuluh malam 'sudah larut malam berarti' batinku bergejolak.

"Mau ke dapan aja bu," jawabku

"Mau ibu antar ke depan?" tawarnya dengan mendekat ke arahku namun aku menggelengkan kepala. "Tidak perlu bu, aku hanya ingin sendiri lagipula kan cuman lima menit dari rumah juga." ucapku sehingga mebuat ibuku langsung merapihkan kembali jaketku dan dia juga masuk ke dalam kamar dengan keluar membawa syal.

"Pakai ini sebelum kamu keluar, bahaya angin malam tidak baik untuk ibu hamil." aku tersenyum dengan tipis saat ibuku melilitkan syal di leherku dan dia juga memakaikan aku kaos kaki. "Kabarin ibu kalau ada apa-apa ya!" aku menganggukan kepala dan setelah itu keluar dari rumah. Aku sudah hampir sebulan di rumah dan selama itu aku berada di rumah namun hasil dari penjualan bukuku tetap lancar sehingga membuat aku ada pemasukan apalagi saat ini aku sudah memilki waktu luang sehingga membuat aku menulis sudah menjadi hobyku.

Suasana malam yang dingin membuat aku mengeratkan jaketku dan aku lihat bahwa martabak di jam seperti ini masih ramai sehingga membuat aku mendekat ke arahnya. "Bang pesen martabak rasa coklat, keju dan kacang jadi satu dan satu lagi pesan martabak telur." ujarku saat aku sudah mendudukan diri memantau sekitar dan saat itu pula aku langsung tertegun saat tak sengaja melihat saddam dengan rakus memakan martabak dengan lahap. Kami berdua saling bertatapan namun dengan segara aku memutuskan tatapan mata kami. "Di bungkus neng?" aku langsung menoleh ke arah penjualnya dan menganggukan kepala. Dengan perasaan gelisah aku langsung mendekat ke arah tukang martabak. "Pak saya boleh boleh duluan engga, takut soalnya kalau kemalaman." ujarku dan dia pun menganggukan kepala.

"Iya neng, abis ini bagian neng. Duduk dulu sana," aku hanya diam sembari melihat cara membuat martabak.

"Ini neng udah siap martabaknya, totalnya seratus ribu neng," dia menyerahkan kantongan yaang isinya dengan martabak. Dengan tergesa-gesa aku langsung meronggoh ke dalam saku dan memebayarnya dengan cepat pergi meninggalkan tempat tersebut. Di tengah perjalanana aku sesekali menoengok ke arah belakang dan syukurnya Saddam tidak mengejarku sehngga membuat aku menghela nafas dengan lega.

"Mengapa kamu terus menghindari saya?" aku terlonjak kaget saat ada suara yang begitu pelan namun tegas dan segera aku mengusap dada danmenatap tajam ke arahnya. Aku menghiraukan ucapanya dan setelah itu aku langsung pergi meninggalkannya tanpa di menjawab pertanyaan dari namun dia malah mengekoriku sehingga membuat aku berbalik badan mengangkat dagu, "Stop jangan mengikuti saya lagi, kita udah engga ada urusan kantor ya." teriakku dengan suara kencang dan dia pun langsung menghentikan langkahnya. "Mengapa kamu resign tiba-tiba dan menjauh dari saya?" tanyanya dengan berjalan mendekat ke arahku namun aku terus abaikan dan setelah itu aku berbalik badan dengan melanjutkan jalanku.

"Airin!!!" teriaknya dnegan suara kencang sehingga membuat jantung berdetak dengan cepat.

"Mengapa kamu terus mengabaikan saya airin?" dengan nafas kasar dan menatap ke arahnya aku langsung berjalan mendekat ke arahnya. Dengan tatapan lembut aku mengusap pelan dagunya sampai ke hidung aku sentuh wajahnya bahkan aku lihat dia juga spertinya sedang menahan nafas terlihat dari gestur tubuh yang gelisah. "Berhenti mencari tau tentang saya karena semuanya akan menjadikan kamu hancur- sehancurnya." dengan kesal aku langsung menendang asetnya sehingga membuat dia langsung kesakitan sembari memegang burungnya.

Akhirnya aku menghabiskan dua porsi martabak sedangkan ibuku hanya makan tiga potong martabak dan itu membuat ibuku merasa heran dengan porsi makannku. "Kamu sudah kenyang?" tanyanya sembari menyodorkan air putih dan dengan rasa haus akhirnya aku meneguk air tersebut.

"Sudah bu saatnya tidur." ujarku dengan menyeka air yang menetes di daguku.

"Kamu sudah periksa soal kandungan kamu?" aku langsung mengangkat kepala dan menggelengkan kepala.

"Besok ibu antar, kita akan ke rumah sakit jadi kamu tidak usah berpikiran negatif tentang orang lain terhadap kamu." aku hanya bisa menelan air dengan rasa sakit hati terhadap Saddam. "Baiklah." akhirnya aku bisa menganggukan kepala dan setelah itu membereskan semua sampah dan ibuku sudah masuk ke dalam kamar.

Saat ini aku sudah bersiap-siap dengan memakai dress berwarna salem dengan menenteng tas dan sedang menunggu ibuku untuk kerumah sakit. "Sudah siap nak?" tanyanya dan aku menganggukan kepala dan setelah itu kami langsung bergegeas untuk ke rumah sakit. Aku mengusap perutku yang terasa membuncit sehingga aku tersenyum dengan tipis. Apakah ini perasaan seorang ibu yang mencintai sedari kecil bahkan sebelum dia menjadi seorang anak batinku bertanya-tanya.

Aku sedang mengantri dan ada beberapa orang ayng sedang mengantri sepertiku namun ketika aku hendak masuk ke dalam ruangan kandung aku tercengan saat Anne keluar dan sontak dia pun kaget sama sepertiku. "Airin lo ngapain?" tanyanya dengan nada tercengang sembari menuntun seseorang perempuan berperut buncit dan aku hanya diam saja sembari melirik ke arah ibuku yang sepertinya dia juga mengerti apa yang aku rasakan.

"Lo hamil?" tanyanya dengan nada meremehkan namun aku hanya diam saja.

"Bapaknya siapa?"

"Ternya lo bitch banget jadi cewek."

PLAK

"Kamu berbicara yang sopan kepada anak saya, saya selama ini diam saja saja kamu membully anak saya ketika di kantor tapi kali ini saya benar-benar tidak bisa menahan untuk menyumpal mulut anda dengan kotoran sampah." aku lihat dia juga sama seperti syok dan seseorang yang dia tuntun langsung menundukkan kepala. "Saya minta maaf atas kesalahan ipar saya. Dia tidak berniat untuk merendahkan anak ibu tapi apa yang di katakan oleh ipar saya bukankah seorang wanita hamil tanpa suami itu apa namanya jika bukan bitch?" dia malah mengangkat kepala dan dengan kesal aku mengepalkan kedua tanganku. "Anda bisa menilai dengan cara seseorang berucap tanpa ada bukti. jadi permisi." setelah itu aku langsung masuk ke dalam ruangan dan membawa ibuku namun sepertinya dia masih terpikirkan oleh Anne yang di katakan barusan. "Ibu aku baik-baik saja, tidak usah di pikirkan terlalu jauh." aku mengusap pelan tangan ibuku dan dia pun langsung menoleh ke arahku dengan sendu.

"Ibu tidak memikirkan namun ibu hanya menyesal kenapa ibu tidak menyumpalkan dengan kaos kaki ibu tadi." aku hanya menghela nafas dengan pelan.

"Ibu akan ada di sisimu. Bertahanlah." aku hanya menganggukan kepala saja sembari tersenyum dengan tipis.

Jakarta, 15 November 2023

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now