CHAPTER 24

110 2 0
                                    

"Mbak Zynly?" dengan anggun aku berjalan ke arah depan dan menatap satu persatu dan berjalan mendekat ke arahnya.

"Loh sejak kapan?" tanyanya dengan nada gugup dan aku hanya terkekeh dengan kecil.

"Kalian penasaran bukan dengan penulis dengan username Zynly?" aku memotong ucapanku dan menatap satu persatu.

"Kalian membicarakan orang di belakang dan kalian sekarang saya berada di hadapan kalian, coba berbicara kembali dnegan bahasa kalian?" tanyaku dan mereka langsung terdiam.

"Saya tidak pernah mengusik kehidupan kalian dan juga saya juga tidak pernah mencari tau kehidupan kalian jadi tolong jangan ikut campur urusan saya juga." setelah itu aku langsung berbalik badan di saat itu aku langsung tercengang saat melihat Yura dan Keenan sedang berada di toilet bahkan ada beberapa editor yang sudah berada di hadapanku saat ini. "Mbak airin." seketika nyawaku langsung melayang saat mata kami saling bertabrak dnegan Yura dan Keenan.

"Jadi selama ini mbak?" aku hanya terdiam saja karena aku bingung harus berbicara jujur atau tidak sedangkan yang lain hanya menatap kami dengan bingung.

"Kenapa mbak berbohong soal identitas?" aku hanya menggelengkan kepala saat dia menatapku dengan kecewa. "Yur kamu salahpaham, ada yang mbak harus sembunyikan." aku mendekat ke arahnya namun dia malah mundur dengan langkah kecewa namun air mataku sudah menetes saat aku Keenan hanya diam saja dan memalingkan muka ke arah lain. "Mas kee... mas." aku mendekat ke arahnya namun dia juga pergi dari hadapanku menyusul Yura sedangkan aku sudah menangis dengan pelan bahkan aku juga mengabaikan beberapa penulis yang ada di belakangku berbicara mengapa aku kenal dengan para editor tersebut. "Jadi nama lo Airin?" aku hanya diam saja dan setelah itu aku keluar dengan perasaan sakit.

'Dimana letak salahnya aku menyembunyikan identitasku sehingga membuat aku di benci oleh mereka' batinku berbicara. "Airin." seketika aku langsung menoleh ke arah belakang saat aku hendak keluar dari loby dan menoleh ke arah belakang dan rupanya ada Kinan yang sedang tesenyum dengan tipis sembari menepuk pelan bahuku.

"Lo gak salah itu adalah pilihan setiap orang," aku hanya diam saja dan sepertinya dia sudah mengetahuiku selama ini.

"Biarin Yura nanti gue akan kasih paham dan semoga aja dia engga ngambek sama lo lama-lama." aku hanya menganggukan kepala tanpa berniat untuk menjawab. "Mau duduk di depan?" tawarnya dan aku hanya menganggukan kepala

Saat ini aku sudah duduk bersama Kinan yang duduk saling berhadapan dan untungya acaranya sudah selesai sehingga membuat aku langsung keluar dari gedung tersebut. Aku hanya menatap kopi yang sudah tersaji di hadapanku, aku memesan Black coffe dan Kinan memesan Latte. Sesekali aku menatap ke arah ke luar saat tiba-tiba hujan mengguyur kota.

"Mereka kecewa dengan lo itu wajar tapi ada satu hal yang membuat lo harus tetap silent dengan semuanya bukan?" aku menghela nafas dengan kasar dan menganggukan kepala

"Ya sudah kalau begitu, itu alasan yang lo engga perlu kasih tau ke orang lain karena itu soal pribadi."

"Kenapa lo engga kecewa itu sama gue?" dia hanya terkekeh dengan kecil.

"Karena gue engga fans sama nama pena lo dan juga gue engga suka novel," mataku langsung melototkan dengan tidak percaya.

"Engga mungkin engga suka tapi lo masuk ke perusahaan penerbit?" tanyaku namun dia hanya mengedikan bahu sembari menyesap kopinya.

"Sejak kapan jadi penulis?" aku menghela nafas dengan kasar.

"Sudah lam hampir delapan tahunan." jawabku namun dia hany menganggukan kepala.

"Pinter juga menyembunyikan identitas." aku mengangkat alis dengan bingung tapi dia hanya menatapku dengan sesuatu yang aneh.

"Terus sejak kapan penerbit mulai tertarik sama lo?" aku mengingat kembali dan rupanya itu sudah lama. "Sekitar awal masuk kerja di perusahaan penerbit." dia menganggukan kepala dan setelah itu kami saling berdiam. Entahlah sekarang Kinan sepertinya merasa berbeda dengan yang terakhir ku temui.

"Ayo pulang, hujan sudah reda." aku melihat ke sekeliling dan benar saja bahwa hujan mereda sehingga membuat aku langsung mengambil tas.

"Gue balik duluan, urusan Yura atau Keenan itu menjadi urusan gue jadi lo harus sehat-sehat ya. Di jaga dia." seketika aku merasa lag saatnya dia menyebutkan dia. Dia siapa yang Kinan maksud atau jangan-jangan dia mengetahui bahwa aku sedang hamil' tanyaku dengan perasaan gelisah.

Dengan perasaan gelisah aku langsung pulang mengendarai momo dan tanpa di sadar bahwa aku sudah berada di depan rumah dan aku juga tidak menyangka bahwa seseorang sedang berada di depan rumahku sembari bercengkrama dengan ibuku.

"Adrian." celetukku dengan suara yang cukup keras sehingga membuat dia ataupun ibuku langsung menoleh ke arahku.

"Nah ini dia sudah datang, dia sudah lama menunggumu." ibu menyuruhku untuk duduk di teras sembari menikmati cemilan yang sudah tersedia dia meja. "Mengapa kamu tidak membalas pesan dari saya?" seketika aku langsung menoleh ke arahnya.

"Saya hanya malas saja." jawabku sehingga membuat dia mengerutkan dahi dengan bingung. "Ada masalah?" tanyanya dan aku menggelengkan kepala.

"Airin, kamu tau sendiri bukan saya ataupun kamu adalah orang yang sama-sama dewasa. Saya mengenal kamu juga sudah cukup lama meskipun kita tak sering bertemu tapi kamu bisa menilai saja saya seperti apa tapi saya ingin serius dengan kamu. Apakah kamu mau menjadi calon istri saya?" aku menggaruk kepala yang tak gatal dan tersenyum dnegan canggung.

"Maaf Adrian tapi aku menolakmu," jawabku dengan suara pelan namun aku hanya bisa menundukkan kepala sembari mengigit bibir dengan pelan.

"Adakah yang kamu tidak menyukai saya dari sifat saya?" tanyanya dnegan nada kecewa tapi dengan pelan-pelan aku mengangkat kepala dan menggelengkan kepala.

"Adrian kamu itu sempurna bahkan kamu juga dewasa namun aku tidak bisa menjelaskan secara detail alasan aku menolakmu tapi aku benar-benar tak bisa." kataku dengan memalingkan wajah ke arah lain saat Adrian menatapku dengan sendu.

"Apakah kamu menyukai sesorang?" aku langsung menoleh ke arahnya dengan cepat dan menggelengkan, "Aku tidak mencintai sesorang." jawabku dengan hati yang sakit karena saat ini aku benar-benar mencintai Adrian yang ada di hadapanku tapi aku tidak boleh egois dengan menjadikan Adrian sebagai kambing hitam dari perbuatanku.

"Adrian kamu akan mendapatkan sesorang yang benar-benar mencintaimu dengan tulus," aku menjeda ke arahnya dan menatapnya dengan sendu. "Ya sudah jika tidak ada yang perlu di bicarakan kamu bisa pulang." dengan nada halus aku mengusirnya namun dia hanya menghela nafas dengan kasar.

"Ya sudah terima kasih untuk semuanya, aku pulang dulu. Sampaikan kepada ibumu dan juga maaf jika selama ini aku sudah menganggu waktumu." dia dengan perasan lesu beranjak dari hadapanku tanpa berbalik seketika tangisku pecah saat dia pergi tanpa menoleh ke arahku dan aku juga tidak bisa menahan dia unutk tetap di sisiku sedangkan aku hanya bisa menangis tanpa harus berbuat apa-apa.

Jakarta, 14 November 2023

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now