CHAPTER 18

181 5 0
                                    


BRAKKK

"Mbak... gawat..ga..," aku langsung terdiam saat Yura masuk ke dalam ruangan buru-buru aku mendorong Saddam dan segera menormalkan raut wajahku sedangkan Yura sedang menatap kami dengan pandangan ayng sulit di artikan.

Saddam berdeham dengan suara yang pelan sehingga membuat Yura mungkin sadar dengan keadaannya.

"Iya ada apa Yura?" seketika Yura langsung membungkukkan badan kepada Saddam.

"Barusan saya mendapatkan informasi bahwa beberapa orang akan segera kabur, saat pemeriksaan mereka bisa mengelak dan saat data semua terkumpul dan semua bukti mengarah kepada beberapa orang yang tersebut." dengan sekali tarikan nafas Yura berbicara kepada kami.

"Semua bukti sudah mengarah ke satu orang, namun sisanya hanya membantu dan kita harus segera meeting untuk membahas ini." ujarnya lagi setelah itu kami semua langsung keluar dari ruangan dengan tergesa-gesa namun di dalam hati aku mengumpat-umpat sejadi-jadinya kepada Saddam. ' Awas kau Saddam.' batinku sembari mengepalkan kedua tanganku.

Suasana malam semakin malam, beberapa kubikel sudah gelap mungkin mereka sudah pulang karena jam sudah menunjukan pukul jam sepuluh malam. Hanya ada Kinan, Yura, Keenan, Rezki, Saddam dan aku. "Bagaimana soal laporan nya Rezki?" semuanya sudah berpanamilan kumal dan hal tersebut tersebut membuat kami tidak perduli seberapa kami berpenamilan."Sudah pak hanya ada beberapa orang yang sudah siap menjadi saksi untukk melanjutkan persidangan dan mereka juga bersiap membantu, soal bank mereka juga menyetujuinya dengan perjanjian di atas meterai. "

jedanya dengan menatapku ke arahku. "Dan saya juga siap untuk menjadi saksi ketika sidang berlangung. Dari dapartement keuangan ataupun bagian Right editor sudah membuat laporan sehingga membuat kita bisa membuat laporan dengan data yang benar-benar valid." dengan tegas Rezki berlucap sepertinya itu.

"Laporan sudah masuk ke pengadilan?" tanya Saddam dengan menatap satu persatu.

"Sudah pak." jawabnya sekali lagi sehingga membuat di ruangan meeting kali ini bisa bernafas dengan lega.

"Semuanya sudah di handle?"

"Kita tinggal menunggu hasil sidang." ujar Rezki.

"Ya sudah kita akhirinya meeting kali ini," jeda nya sembari menatap satu persatu karyawannya. "Ya sudah kalian boleh pulang," setelah itu kami langsung memberekan dan membuat kami bisa bernafas dengan lega.

"Dan Airin kamu besok ikut saya ke sidang dan siapkan berkasnya. Bawa beberapa dokumen yang penting juga, Rezki kamu juga atur berkas yang harus kamu siapkan lalu berikan kepada Airin." setelah itu dia pun langsung keluar dari ruangan. Kami akhirnya bisa bernafas dengan lega saat pak Saddam keluar dari ruangan tersebut.

"Gila ngantuk banget, lembur melulu." uja Yura dengan merenggangkan badannya dan beberapa kali dari kami sudah menguap sehingga membuat kami saling lirik. "Ya sudah lebih baik ayo balik, udah malam." ujar Keenan dengan melirik arloji dan sudah menampakan pukul jam sebelas malam sehingga membuat aku benar-benar mengantuk.

"Mau pulang bareng?" tawar Keenan dan segara aku langsung menggeplak kepalanya.

"Bawa motor," jawabku setelah itu aku langsung bersiap untuk pulang.

"Mbak nanti, saya kirim kirimnya berkasnya lewat emailnya." ujar Rezki namun aku hanya menganggukan kepala.

Aku sudah bersiap-siap dengan menenteng tas yang berisi barang-barangku, ketika aku membuka pintu rupanya Saddam pun membuka pintu, kami sejenak saling menatap dan seketika aku langsung memutuskan kontak mata sehingga membuat aku meMbungkukkan badan. Dia langsung berjalan di depan dengan melonggos sehingga membuat aku membuat aku menghela nafas dengan kasar. 'Dasar manusia kaparat' entah berapa kali aku mengumpatnya namun rasanya aku sangat sebal sekali melihat wajahnya.

Saat ini aku sudah berada di parkiran dan sedang menyalakan motorku namun tak kunjung menyala sehingga membuat aku berdecak dengan kesal. "Kenapa si lo motor rusak pas tengah malam gini. Ya tuhan harus gimana?" ujarku dengan mengacak-ngacak rambutku yang semakin kusut dan menendang ban motor sehingga membuat aku semakin kesal.

"Sial...sial...sial... ah, mana batre hp abis lagi." dengan kesal aku langsung mendudukan diri di pembatas motor dan menatap langit yang gelap.

Dengan kesal aku pun langsung berjalan ke arah luar,

TIN...TIN...TIN

Aku langsung menoleh ke arah belakang rupanya Saddam sedang menatapku dengan bingung. "Motornya kenapa?" aku menghela nafas dan menggelengkan kepala lalu setelah itu aku menatap motorku.

"Sini naik," ajaknya sehingga membuat aku menatapnya dengan kerutan di dahi.

"Engga usah pak, sudah malam." tolakku dengan nada halus tapi dia malah semakin berdecak dengan kasar.

"Sini naik atau saya yang akan menggendongmu untuk naik ke mobil," dia langsung turun dari mobil dengan segera aku langsung menggelengkan kepala.

"Pak tapi ini sudah malam dan saya juga bukan tanggung jawab bapak," jawabku dengan nada sedikit bergetar.

"Anggap saja ini perintah dari atasan ke bawah," ujarnya sehingga membuat aku menoleh ke arah arloji yang sudah hampir tengah malam.

"Tapi pak..."

"Perlukah saya yang menggendongmu?" ancamnya sehingga membuat aku langsung bergetar menahan tangis, namun dia malah melangkah ke arahku sembari mengangkat alisnya. "Apakah perlu menggendong kamu?" dengan kaki di entak-hentak aku langsung berjalan ke arah mobil dan Saddam pun membukakan pintu mobilnya.

Malam yang semakin malam sehingga membuat perjalanan kali ini lebih cepat. Kami sangat diam, tidak membuka suara sehingga membuat hanya suara deru nafas kami yang saling bersautan. "Pak bisa tolong nyalakan radio nya?" tanyaku dengan gugup tapi dia langsung menyalakan radio dan sial nya itu adalah lagu favorit kami semasa lalu sehingga membuat aku mengigit bibir dengan kuat-kuat. Tanganku merasa gemetar, pandanganku berkunang-kunang sehingga membuat aku merasa mual. Aku ketika ketika melihat Saddam entah mengapa dia sangat tampan sekali sehingga membuat aku merasa meneguk ludah dengan susah payah. Tiba-tiba bayangan kotor mulai terlintas di benakku sehingga membuat aku menahan air liur.

"Kenapa?" aku langsung menatapnya dengan bingung.

"Hah, apa?" tanyaku dengan dongo tapi dia malah mengeryitkan dahi dengan bingung.

"Kenapa kamu liatan saya seperti itu?" tanya sehingga membuat pipiku merasa merah dan menggelengkan kepala. "Ah bukan apa-apa," jawabku dengangugup. Dan sialnya dia malah tertawa dengan suara kecil sehingga membuat aku merasa sangat gugup.

"Turun." aku langsung menoleh ke arahnya dengan cepat. "Apa?" tanyaku sedangkan dia malah mengangkat alis dengan bingung.

"Turun." jawabnya sehingga membuat aku menoleh ke arah sekitarnya rupanyadi depan sana sudah ada rumahku sehingga membuat aku merasa malu luar biasa. "Ah iya pak, terima kasih atas tumpangannya." aku langsung beranja dari kursi dan menundukkan kepala sembari tersenyum dengan tipis.

"Saya tau saya tampan tapi kamu jangan menatap saya dengan seperti itu saya juga sangat gugup di tatap seperti itu," sialnya dia malah mengingatkan kembali sehingga membuat aku merasa malu dengan sikap cerobohku. Dengan malu aku mengabaikan ucapannya dan setelah itu aku langsung masuk ke dalam rumah namun aku merasa hri ini sangat aneh dengannya bahkan aku juga merasa tiba-tiba kesal dengannya bahkan barusan saja aku merasa senang dengan perlakukannya.

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now