CHAPTER 13

139 5 0
                                    


Aku benar-benar mengabaikan Saddam, ketika dia berusaha untuk berbicara pribadi denganku aku langsung pergi meninggalkan atau pun mengabaikannya namun sepertinya dia malah semakin gencar berusaha berbicara empat mata denganku. "Maaf pak tapi sepertinya saya tidak bisa untuk bertemu di hari weekend," ujarku dengan membereskan meja dan menatap arlojiku yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam.

"Ya sudah ayo aku antar kamu, kamu tidak membawa motor bukan hari ini?" aku langsung menarik nafas dengan kasar dan setelah menatapnya. "Pak tidak bisakah bapak bersikap profesional?"

"Saya benar-benar merasa tidak nyaman dan juga kita hanya sebagai atasan dan juga bawahan. Tidak ada hubungan apapun di antara kita." dia maju perlahan-lahan mendekat ke arahku dan menatapku dengan tersenyum miring. "Mengapa kamu tidak mengerti-ngerti. Bukankah di antara kita memang ada hubungan dan juga belum mengatakan kata putus?" seketika aku merasa gugup dan juga merasa terpojokkan dengan jawaban dari Saddam.

"Saddam...akh..." dengan menarik lembut dan menatapnya aku mengangkat daguku. "Apakah kamu tidak mengerti dengan kejadian masa lalu, haruskah aku harus mengulang perkataan kamu yang bilang tentang diriku?, haruskah aku mengulang apa yang membuat aku pergi darimu." dia masih saja diam dan tidak membalas ucapanku.

"Saddam semuanya sudah usai, jadi tolong bersikaplah dewasa dan juga jangan berpikir bahwa aku bisa memaafkan kamu. Tolong aku meminta tolong kepadamu. Bersikap dengan dewasa karena aku benar-benar lelah dengan semua ini." mataku berkaca-kaca saat mengingat semua perjuanganku untuk sejauh ini.

"Kamu salah paham. Semua salah paham." dia berusaha memegang bahu dan mengangkat dagu dan mengusap air mataku.

"Semuanya sudah jelas dan aku benar-benar hancur saat itu juga, Jadi tolong mengerti bahwa keadaan kita sekarang sudah berbeda dengan yang dulu. Aku minta tolong kepadamu untuk bersikap dewasa dan anggap saja aku bawahanmu." setelah mengusap air mata aku langsung beranjak dari ruangan dan pergi meninggalkan Saddam dengan terdiam.

Saat ini aku sedang berada di Cafe yang dekat dengan rumahku bersama Jefri. Aku tidak membawa Momo sehingga membuat Jefri dengan inisiatif mengantar jemput aku. "Masalah yang kemarin sudah selesai mas?" tanyaku dan di balas dengan anggukan kepala darinya. "Ya semua masih bisa teratasi dan juga saya juga mau berterima kasih kepada kamu karena telah memberikan saran sehingga masalah lebih cepat selesai dari perkiraan saya," jawab Jefri dan dibalas dengan anggukan kepala. "Syukurlah mas kalau cepet selesai, kasian kalau terlalu lama masalah itu karena itu menyangkut kepercayaan pemilik saham." ujarku dengan menyeruput minum coklat hangat ini. "Mau pesen makan gak?" tawarnya dan aku menggelengkan kepala.

"Tidak Mas, terimakasih sudah memberikan penawaran tapi sudah kenyang mas." setelah itu kami mengobrol sampai jam sepuluh kurang lima belas menit dan kebetulan besok adalah sabtu sehingga membuat aku bisa berleha-leha sebentar.

"Besok mau ke pasar malam engga?" aku langsung mengangkat kepala saat dia mengajakku pergi ke pasar malam.

"Boleh, jam berapa?" tanyaku dengan antusias dan dia malah tertawa dengan kecil. "Besok jam tujuh malam saya akan menjemput kamu di rumah dan meminta izin untuk bertemu dengan orang tua kamu," seketika detak jantung berdetak dengan cepat saat dia meminta izin kepada Ibuku. "Eh maksud saya, saya meminta izin karena mengajak pergi di main besok malam." seketika aku langsung tersenyum dnegan kaku dan dia aku lihat semakin gugup dengan perkataannya.

"Baiklah." jawabku dengan tersenyum malu-malu. "Ya sudah ayo kita pulang aku rasa sudah malam dan juga kita sudah terlalu lama di sini," setelah itu aku langsung pergi dan tanpa aku sadari bahwa Saddam ada di sekitarku dan memperhatikan tanpa aku sadari.

"Bye-bye terima kasih sudah mengantarkan aku pulang." aku melambaikan tangan dan tersenyum dengan tipis sedangkan dia malah tersenyum dengan lebar dan membalas ucapan dariku yang membuat hatiku berbunga-bunga. "Iya sama-sama princes. See you." dengan pelan-pelan suara mobil langsung pergi meninggalkan rumahku. Dengan bersenandung ria aku hendak membuka pintu, namun aku mengurungkan saat mendengar suara yang sangat familiar di indera pendengaranku dan membuat aku langsung menoleh ke arah belakang rupanya ada Saddam yang sedang menatapku dengan menatap marah dan masih memakai pakaian kantor. "Jadi dia lelaki yang sudah menyingkirkan aku di hatimu?"

"Apa maksudmu?" aku mengangkat alis dengan tidak mengerti.

"Dia lelaki pilihan kamu?" aku memalingkan wajah ke arah lain dan berusaha untuk tidak meluapkan emosiku di depannya.

"Saddam saya mohon kepadamu untuk tidak terlalu ikut campur dengan urusan pribadiku."

"Airin..." dengan suara bas yang rendah dia memanggil namaku dan seketika aku langsung tersentak kaget saat dia langsung memelukku dengan erat dan aku lihat bahunya bergetar dengan pelan. 'apakah dia sedang menangis' batinku bertanya.

"Airin apakah kamu tidak ada waktu untuk mendengar penjelasan dari saya sebentar saja?" dengan pelan aku menggelengkan kepala.

"Satu menit saja," dia tiba-tiba melepaskan pelukannya dan berusaha menatapku meskipun lampu penerangan minim tapi aku masih melihat bahwa dia sedang menahan tangis. "Ayo." dengan langkah pelan aku langsung meninggalkan Saddam dan Saddam mengangkat alis dengan bingung. "Ayo, aku memberikan waktu satu menit untuk menjelaskan semuanya." setelah itu dia pun langsung mengikuti langkahku untuk ke taman yang tak jauh dari rumahku. Saat ini aku sedang duduk bersama Saddam dan dia pun hanya diam saja sehingga membuat aku merasa jengah dengan sikapnya.

"Jadi apa yang kau akan katakan kepadaku?" dia langsung menoleh ke arahku dan juga menatapku dengan sendu. "Setelah kepergianmu aku merasa ter..."

"Aku tidak ingin mendengar cerita yang sedih, jelaskan maksud kedatanganku dan juga tujuan kamu yang sebenarnya." belum sempat dia berbicara dengan selesai aku langsung memotong ucapannya dan dia langsung mengatupkan bibirnya."Maaf."

"Cepat katakan apa tujuan kamu, tidak usah bertele-tele."

"Tolong maafkan kesalahan aku di masa lalu, aku benar-benar sudah mengetahui semuanya, maafkan aku juga yang tidak mempercayaimu. Sungguh aku benar-benar tidak tau harus berbuat apa." dia langsung memegang tanganku dengan erat.

"Hahahahahahahahah... setelah semuanya terjadi kamu meminta maaf atas kesalahan di masa lalu. Saddam kamu terlalu lucu untuk aku yang sudah dewasa." dengan tersenyum perih aku langsung menutup mulut dan juga menahan air mata.

"Kamu menghancurkan semuanya Saddam. Saddam apa kamu sadar setelah semua yang telah kamu lakukan kepadaku?" dia berusaha meraih tanganku, sontak aku pun langsung menghempaskan tangannya.

"Aku salah. aku minta maaf kepadamu Airin. Sumpah aku sungguh menyesal atas semua kejadian di masa lalu. Tolong berikan aku kesempatan sekali lagi." dengan mata memerah aku langsung menatap tajam ke arahnya.

"Saddam kamu tau luka yang kamu torehkan begitu besar Saddam," dengan bahu yang bergetar aku mulai merasakan sesak di dada.

"Airin...Ai." dia berusaha untuk memelukku.

"Tolong... jangan mendekat... hiks.."

"Kamu membunuh anak kamu sendiri Saddam, kamu menghancurkan hidupku dan juga kamu juga menghina aku dengan mulut kotormu Saddam...hiks.. ap..apa kamu tidak menyadarinya?" tanyaku dan dia sedikit kaget dengan penuturanku.

"Ap...apa maksudmu Airin,"

"ANAK SIAPA YANG KAMU MAKSUD?" dia menggoncangkan badanku namun aku masih menangis tersedu-sedu.

"Anak siapa Airin?" dengan amarah yang memuncak akhirnya aku meluapkan semuanya kepada Saddam. " ANAK LO BAJINGAN. ANAK YANG LO GAK INGINKAN DIA HADIR. LO BAJINGAN, SIALAN, BIADAB, MANUSIA SAMPAH DAN JUGA LO MANUSIA YANG TERKEJAM YANG PERNAH GUE KENAL." dengan deru nafas yang terengah-engah aku langsung meluapkan semua emosiku kepadanya untungnya taman sudah sepi dan juga beberapa rumah jauh dari taman ini sehingga membuat aku langsung berteriak dengan kesetanan.

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now