CHAPTER 20

144 3 0
                                    


Saat ini aku sudah berada di kantor dan aku juga penasaran dengan hasil test pack sehingga membuat aku langsung mencoba di toilet khusus ruangan CEO. Aku menatapnya dengan detak jantung berdebar saat garis dua sudah ada di depan mataku sehingga membuat aku merasa takut dengan apa yang aku merasakan dan saat itu air mataku mulai menangis saat garis dua sudah tertampng di depan mata. "Ap...apa ini?" tanyaku denan membekap mulut sembari menahan tangis.

"Tidak mungkin," ujarku dengan suara yang tertahan. Jujur aku tidak harus berbuat seperti apa karena kejaidan ini benar-benar di luar akal bahlan aku juga rutin meminum obat pil pencegah kandungan namun kali ini apa. 'Berapa banyak dosa yang aku tanggung nanti?' tanyaku dengan suara bergetar. Sejenak aku terdiam, dan memikirkan bagaimana ke depannya. Saat aku sedang berpikir aku langsung teringat dengan tabungan yang aku punya dan di saat itu pula ponselku berdering dengan pelan sehingga membuat aku langsung meronggoh dan melihat bahwa yang menghubungiku adalah HRD sehingga membuat aku langsung menjawab.

Hallo, mbak kenapa?

Ini beneran kamu mau mengajukan resign?

Iya mbak.

Bisa keruangan saya?

Bisa mbak.

Setelah itu aku langsung bergegas keluardan tak lupa aku langsung membawa testpack tersebut ke dalam tas dan tak lupa aku melihat pantulan wajahku di kaca. Dengan langkah percaya diri aku langsung mengetuk dan sudah bertemu dengan mbak Dian yang berumur tiga puluh lima tahun. "Lo bener mau resign?" tanyanya saat aku sudah berada di ruangan dan aku pun menjawab dengan anggukan kepala sehingga membuat dia mengangkat alis dengan bingung. "Ada masalah?" tanyanya dan aku pun menggelengkan kepala. "Gaji kurang?" tanyanya sehingga membuat aku menggelengkan kepala.

"Terus kenapa pingin keluar?" tanyanya sehingga membuat aku mengehela nafas dengan kasar dan memalingkan wajah ke arah lain.

"Gpp mbak, bosen kerja di sini." jawabku sehingga membuat Dian langsung memutar bola mata dengan malas.

"Are you kiidng Ai, lima tahun bukan waktu yang singkat dan juga lo milih keluar dengan alasan bosen, Mau gue ajukin cuti?" tawarnya sehingga membuat aku menggelengkan kepala.

"Mbak gue dah engga butuh gaji gede tapi gue rasa gue harus pergi dari perusahaan ini." kataku dengan mengehela nafas dnengan kasar.

"Ya karena apa?" tanya dengan tapku dengan bingung.

"Ya karena bosen," jawabku lalu dia malah berdecak dengan sebal.

"Alasan lo gak masuk akal Ai," ujarnya

"Mbak udah ini permintaan terakhir gue deh sama lo." seketika dia langsung memegang kedua lenganku dengan muka serius." Lo engga ada penyakit luekimia kan?" seketika aku langsung mendatarkan wajah.

"Doa nya." jawabku sehingga membuat dia hanya terkekeh dengan kecil. "Ya siapa tau kaya di film atau di novel-novel." jawabnya dan aku hanya memutar bola mata denan malas. Seketika kami saling terdiam dengan pikiran yang berbeda.

"Tapi ini lo beneran mau resign?" tanyanya dan aku menganggukan kepala.

"Kasih alasan yang masuk buat gue bisa mengambil keputusan yang tepat."

"Engga ada apa-apa, asli gue bosen kerja di sini," kataku dengan mendekat ke arahnya.

"Ya udah gue ntar minta acc pak Saddam." seketika aku langsung panik dan hal tersebut itu membuat Dian menatapku dengan menyipitikan mata.

"Lo engga ada afffair gitu sama bos?" seketika aku langsung melemparkan bolpoint ke arah Dian, "Mbak kalau ngomong suka sembarangan." dia malah terkekeh dengan pelan tapi di sisi lain aku merasa gugup setengah mati. "Jadi beneran ini lo mau keluar?" tantya sekali lagi dan aku menganggukan kepala.

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now