CHAPTER 23

115 4 0
                                    

Setelah kejadian aku menangis di hadapanku saat ini aku masih merasa bersalah dengan ibuku namun dia hanya diam saja, seakan-akan aku tidak hamil dan dia juga tidak bertanya siapa lelaki yang menghamiliku.

Waktu sudah semakin siang dan saat makan siang pun ibuku menyuapiku dengan telatan bahkan dia juga mengupas buah untukku, "Nak bagaimana kita pindah rumah saja?" tanyanya dengan suara pelan seketika aku langsung mengangkat kepala dan juga menatapnya dengan sendu.

"Iya airin juga sudah memikirkan lebih baik kita pindah saja bagaimana?" tanyaku dengan merasa tidak enak dengan semua kekacauan yang aku buat.

"Ibu merasa malu dengan aku hamil ya?" cicitku dengan suara pelan namun dia hanya tersenyum dengan menggelengkan kepala.

"Ibu tidak malu hanya saja ibu memikirkan mental kamu karena ibu tau hamil tanpa suami itu juga susah." seketika aku memalingkan wajah ke arah lain saat dia menatapku dengan teduh. Aku hanya diam saja tanpa berminat menjawab pertanyaan darinya.

"Ibu maafkan semuanya." ujarku dan seketika dia langsung tersenyum sembari menggelengkan kepala. "Itu bukan salahmu." dia menjeda ucapannya dan langsung mengambil makanan, "Ayo makan dulu, kamu belum makan bukan?" tanyanya dengan mengalihkan pembicaraannya sehingga membuat aku tersenyum dengan tipis.

"Ya sudah ayo makan saja." setelah itu dia dengan telaten menyuapkan bubur dan dengan tersenyum aku hanya memakan dengan lahap meskipun rasa mual tetap masih ada.

Saat ini aku sudah pulang ke rumah setelah seminggu aku di rumah sakit dan kini keadaanku sudah lumayan membaik bahkan kandunganku juga sudah membaik sehingga membuat aku bosan dengan keadaan rumah sakit dan aku memaksa untuk keluar dari rumah sakit. Dengan kaki yang di perban bahkan kepalaku juga masih terasa pusing sehingga membuat aku harus ektra berhati-hati. Ibuku sudah mengetahui bahwa aku resgin sehingga membuat dia juga merasa nyaman saja karena dia juga memilki toko bunga kecil sehingga mmbuat kadang pergi ke toko bunga nya dan juga kadang dia juga berada di rumah. "Ayo makan ini ibu sudah memasak sup dan juga ayam goreng." saat ini aku sedang berada di kamar dengan menulis naskah yang lumayan panjang.

"Baik saya datang ke sana untuk datang menghadirinya acaranya." ujarku dengan menundukkan kepala saat aku akan di ajak menjadi narasumber di sebuah acara.

"Baik, di tunggu ya ka, terima kasih sudah menjadi pembicara di acara kami." aku hanya berdehaman saja tanpa membalas karena ibuku sudah memanggilku lebih dari tiga kali.

"Ya sudah ka saya akan datang di acara tersebut jam sembilan sesuai lokasi. Saya pamit undur diri sebab sepertinya anda bisa dengar sendiri. Terima kasih juga sudah mempercayakan kepada saya. Sekian pamit dan terima kasih ka." kataku dengan ramah dan di balas dengan sapaan balik juga.

"Iya ka tidak mengapa. Saya juga terima kasih sudah meluangkan waktunya ka. Sama-sama ka." setelah itu aku langsung mematikan dan langsung keluar dan bergegeas ke meja makan saat ibuku sudah ada di di meja makan. "Sudah selesai?" tanyanya saat aku menarik kursi dan aku hanya membalas dengan anggukan kepala. Saat ibuku mengambil makanan untukku aku merasa merasakan cinta setelah sepuluh tahun aku silent terhadap siapapun. Baik ibuku atau orang berusah mendekatiku namun kali ini aku merasa nyaman saat ibuku memperhatikan aku dengan tulus.

"Nak ibu akan menjual toko bunga bagaimana?" tanyanya dengan nada pelan saat aku hendak memasukan makanan ke mulut seketika langsung terhenti.

"Kita akan pindah ke suatu tempat yang dimana kita tak di kenali." ujarnya dengan menatapku dengan lembut.

"Ibu yakin?" dan dia hanay menganggukan kepala.

"Ibu yakin dengan semuanya dan itu membuat ibu merasa melindungimu dengan berhasil." aku hanya menganggukan kepala karena aku juga tidak ingin di ibu kota dengan posisi hamil.

"Kita akan pindah dan kita ajuga akan menjual rumah ini, apakah kamu merasa keberatan?" aku mengelnggakn kepala karena aku tidak mempunyai kenangan di sini.

"Kita akan pindah saat semuanya sudah selesai dengan semuanya." aku menganggukan kepala dan melanjutkan makanan yang akhir-akhir ini nafsu juga mulai naik karena hormon hamil.

Aku saat ini berada di pertemuan di acara bertemu dengan sesama penulis di sebuah ballroom, ada beberapa editor salah satunya Yura, Keenan, Kinan dan juga Rezki yang sepertinya siap berwawancara dengan para penulis. Aku hanya terkekeh dengan kecil dulu aku bertemu dengan banyak penulis bahkan aku juga mempunyai beberapa nomor telepon mereka dan bertanya dengan naskah yang lolos atau tidaknya masuk kedalam sebuah percetakan tapi kali aku di undang lagi sebagi penulis dan akan di wawancarai oleh para beberapa editor yang berbagai perusahaan.

"Apakah ada seseorang yang membuat anda semakin yakin bahwa menulis itu hobi anda atau karena ingin di perhatikan atau di akui oleh seseorang?" aku menggelengkan kepala.

"Ketika saya menulis kata di sebuah halaman yang kosong, saya berusaha memikirkan kata bagaimana cara memulai tanpa melibatkan seseorang karena saya ingin membangun sebuah rumah di halaman kosong tersebut." jawabku sehingga membuat para editor langsung menulis ulang kembali perkataanku.

"Apakah kisahmu ada di karyamu?" aku hanya bisa menyipikan mata saat beberapa pasang mulau menyorotiku.

"Tidak ada,"

"Apakah kamu tau bahwa seseorang membenci karya anda?"

"Saya tau hanya saja saya bisa berdiam saja karena urusan membenci kepada saya bukan urusan saya."

"Mengapa anda ke sini memakai masker?" aku meneguk ludah dengan susah payah saat saat ini aku hanya yang memakai masker seorang diri.

"Hanya ingin."

"Kamu tidak ingin di ketahui rahasinya oleh siapapun?" aku menganggukkan kepala.

"Baik sepertinya cukup pertanyaan untuk Zynly sudah cukup. Karena kita akan berwawancara dengan berbagai penulis yang berbakat di sini." seketika aku langsung menghemebuskan nafas saat pembawa acara mulai mengerti gestur tubuhku dan meminta para editor tidak bertanya dengan lebih lanjut lagi tentang kehidupanku.

"Baik terima kasih sudah meluangan waktu and yang berharga untuk datang di sini mbak Zynly." aku hanya menganggukan kepala dan kembali ke tempat duduk. Aku tau ada beberapa penulis yang kurang menyukaiku sehingga membuat aku merasa biasa saja lagipula aku tidak mempunyai teman sesama penulis karena aku memang menutup diri bahkan aku juga sudah berkecimpung sejak delapan tahun dan itu membuat aku mengerti tenatng seseorang ayng emnyukaiku bahkan juga mereka juga dengan terang-terang berusah mengulikku maka dari itu aku tidak ingin bertemu dengan sesama penulis karena mereka ingin mengetahui tentang hidupku bukan ceritaku.

Saat ini aku sedang berada di toilet dan aku hanya mendengarkan beberapa penulis sedang membicarakanku. "Aku pikir dia cantik, dia hanya biasa." ujarnya dengan nada kecewa namun aku hanya diam saja tanpa bernat untuk keluar dari bilik ini.

"Tapi dia menang di putih, tinggi juga dan terlihat bahwa dia juga bukan orang biasa, seperti terlhat wanita INDIPENDENT."

"Gue penasaran sama mukanya."

"Sama, penasaran juga."

"Ayo kita buka maskernya?" seketika aku langsung tertegun dengan siapa yang berbiacara seperti itu.

"Tapi kita nanti kena pembullyan gak sihi termasuk?" tanya salah satu dan di balas dengan gelengan kepala.

"Kayanya engga mungkin kan kita juga penasaran dengan mukanya."

"Ya udah engga usah deh," ada yang mengusulkannya namun di hiraukan dan semua menunggu dengan bimbang.

"Ya sudah kita tunggu dia di sini," dan sialnya mereka seperti sedang menunguku di toilet," Lo yakin dia bakalan ke sini?" tanyanya dengan nada khwatir dan di balas dengan dehaman saja.

Dengan memikirkan konsekuensi aku langsung keluar dari bilik toilet dan semuanya lansung tercengang saat melihatku tanpa di masker sehingga membuat mereka dengan melolotkan mata dengan tidak percaya.

Jakarta, 12 november 2023

Follow instagram untuk mengetahui siapa aku sesaui dengan nama Zynly

Terima kasih

Lubuk AksaraWhere stories live. Discover now