๑ 7 ๑

575 59 16
                                    

Mug yang masih mengepulkan asap tersebut mendarat apik di genggaman Itachi. Dia lantas menyesapnya sejenak dengan hati-hati. "Kopimu selalu enak. Latte atau espreso tidak pernah mengecewakan."

"Kopi sachet, Bang. Enggak ada yang spesial sebenarnya--atau karena yang bikin orang ganteng, mungkin."

"Masih saja narsis, Nar."

"Soal kepercayaan diri, Naruto memang tidak terselamatkan lagi." Kiba menginterupsi selagi dia membuka kap mobil sedan yang dibawa Itachi, untuk mengecek kondisi mesin seutuhnya. "Masih bau keringat pun dia tetap ke kampus, Bang."

"Masa sih, Kib? Bau apanya? Aku enggak pernah loh ketemu orang-orang yang protes sama bau badan aku. Jangan-jangan karena selama ini kau enggak pernah sikat gigi ke kampus."

"Benar itu Kib, mungkin yang tercium olehmu justru aroma napasmu sendiri. Pasti mirip-mirip baunya sama napas Akamaru." Sai tidak pernah absen memanas-manasi perundungan main-main terhadap  teman mereka yang satu itu. Terus dipancing, maka reaksi Kiba makin seru.

"Aku kaget Sai, ternyata kau doyan mengendus mulut Akamaru. Pantas kau tidak keberatan setiap kali dimintai tolong buat mengawasinya, ternya biar sekaligus bisa merealisasikan hobi terbarumu.

"Yang kulakukan cuma menuruti saranmu, Kib. Kau bilang Akamaru bakal jinak kalau mulutnya diendus. Aku lebih kaget lagi pas kena aromanya, persis banget sama napas kamu setelah bangun tidur--aku juga bingung, ini napas kamu atau napas Akamaru yang meniru."

Itachi lupa kapan terakhir kali dia bisa terbahak-bahak akibat sebuah lelucon. "Asyik benar kayaknya, Bang."

"Teman-temanmu lucu semua, Nar. Apalagi mereka ini."

"Tidak heran kalau sama mereka, Bang. Saban hari begitu tingkahnya kok--Anyway ini Bang, aku masih yakin tak yakin si Sasuke itu adiknya Abang."

"Serius kamu enggak tahu si Sasuke itu adik kandung aku?"

"Ya maaf, Bang Ita. Aku ingatnya Abang pernah bilang punya adik cewek, selebihnya--" Bahu si Uzumaki terangkat, menandakan dia sungguh tidak mengetahui lebih jauh.

"Aku yang heran sekarang. Sasuke populer sekali di kampus. Aku cape dengar gosip mengenai dia dari kanan ke kiri, depan ke belakang. Selalu jadi topik terhangat di tengah anak-anak kampus dan kamu, bisa-bisanya dengan polos mengatakan tidak kenal dia."

"Tapi, itu faktanya. Aku asli sama sekali enggak tahu-menahu soal ketenaran adik Abang di kampus kita." Naruto terkekeh jangka mendengar betapa berat pemuda Uchiha di depannya ini mengesah. "Aku tanya, apa yang Abang perbuat saat mendengar semua perbincangan mereka menyangkut Sasuke? Aku bisa menebak arah gosipnya ke mana."

"Ide berkencan dengan Sasuke, cara nembak Sasuke, apa hal-hal yang Sasuke sukai, banyaklah, Nar. Kadang aku sengaja pakai hodie buat menutupi kepala, sekalian pakai masker mulut. Biar anak-anak kampus enggak mengenaliku."  Gantian Naruto yang kini tergelak tanpa sungkan.

"Lelah ya Bang punya adik famous kayak Sasuke?!"

"Banyak sengsaranya sih, Nar. Aku cuma mencoba jujur. Gara-gara dia dikelilingi para pengagumnya, papa di rumah pasang pertahanan kuat melalui aku. Aku harus mengawasi Sasuke, sempat tak sempat. Syukurnya ada teman-teman yang bersedia bantu buat mantau itu anak."

"Sasuke liar ya, Bang? Maksudku tipe yang suka hangout malam-malam ke diskotik, cewek party, sekarang 'kan rata-rata begitu. Tidak diikuti langsung dikasih label cupu."

"Soal itu, aku bisa bilang bahwa Sasuke anak rumahan seribu persen. Sirkelnya juga terbatas. Di kampus dia cuma akrab sama Tayuya dan Karin, ke mana-mana selalu bareng."  Naruto sekadar mengangguk-angguk diselingi isapannya pada latte yang berangsur-angsur mendingin.

"Sepertinya mobil Sasuke baru kelar siangan, Bang. Enggak bisa buru-buru masalahnya. Tadi aku tes nyala mesin, suaranya sudah berisik. Tarikannya juga berat."

"Terserah kamu, Nar. Aku mana mengerti, pokoknya aku percayakan servisnya di tanganmu."

"Urusan Abang bagaimana?"

"Gampanglah, aku sudah menghubungi temanku juga buat jemput di sini. Sebentar lagi juga datang--eh, malahan sudah sampai betulan orangnya."

"Di mana, Bang?"

"Yang naik motor menuju ke sini, Nar."

"Wah, motor gede itu, Bang."

"Iya, hobinya dia, sih."

"Bangsat, Bang Ita! Cewekmu ya, Bang?! Cakep benar ya Tuhan, mana swag banget lagi gayanya." Si Uzumaki kontan berdiri, tercengang dengan tidak elitnya di sana. Seolah matanya terbius oleh penampilan si pengendara motor harley yang faktanya adalah seorang gadis cantik berambut pirang.

"Nanti aku kenalin,"  kata Itachi seraya menghampiri si cewek keren a.k.a pacarnya tersayang.

-----


HOT GARAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang