Sasuke meminta agar mereka berhenti di sebuah cagar alam buatan yang cukup terkenal di sana. Itu adalah bukit seperti perkataan Karin sebelumnya, di mana dia mengajak Sasuke untuk bertemu dan berbicara berdua. Namun, satu alasan menggugah rasa penasarannya lebih ke dasar hingga dia putuskan memberitahunya kepada si Uzumaki.
"Lebih bagus dari ekspektasi aku. Tadinya aku sama sekali enggak berpikir bukitnya seperti ini. Bukit itu 'kan tinggi. Jadi, aku malah membayangkan bakalan cape banget naik ke atas."
"Puas atau menyesal?"
"Dari sisi mana pun tempat ini kelewat bagus buat diabaikan, Nar."
Keduanya sudah duduk di salah satu spot terbaik di bukit itu, di samping pohon hijau beranting memanjang dan berdaun rindang. Duduk menekuk lutut, bersisian sembari memandang hamparan danau tak kalah indah di depan mata.
"Kamu kurang beruntung karena kita ke sini di hari libur. Coba di hari sibuk, suasananya makin damai. Aku selalu ke sini setiap pulang ke rumah."
"Sendirian?"
"Bareng yang lain. Mama, Saara, Nagato. Atau kita bertiga tanpa Nagato. Tapi, biasanya mama bawa bekal dan kita makan di sini sambil menggelar karpet."
"Piknik?!"
"Hem."
"Pasti asyik banget, ya."
"Melepas kerinduan dan beban. Pikiranku jadi rileks setelah melihat danaunya."
Sejemang Sasuke hela napasnya perlahan-lahan. Dia memejamkan mata seolah ingin menyerap segala aura positif yang dimiliki tempat itu.
"Aku paham sih maksud kamu bisa bilang begitu, viewnya betulan indah dan tenteram. Dibawa ke sini sih aku jelas gak bakal kesal lagi sama si Karin."
"Batalkan pertemuannya. Kamu enggak usah mau diajak dia."
"Eh, memangnya kenapa?"
"Ini aku tanya balik, kamu memangnya enggak merasakan apa-apa soal sikap dia?"
"Ya ... iya sih. Dia berubah banget akhir-akhir ini. Sebelumnya dia enggak pernah kasar."
"Dan kamu enggak tahu penyebabnya?"
"Enggak ada clue, Nar. Aku kira pertemanan kami ya sebatas rumpi dan senang-senang. Ini pertama kalinya panas begini, aku sama dia doang. Tayuya kebagian bingungnya."
"Semisal aku bilang Karin suka aku, kamu percaya enggak?" Kening Sasuke spontan berkerut, tidak terpikir akan menjawab apa. "Nyatanya memang iya."
"Kok bisa?"
"Aku mana tahu. Buatku ya aneh disukai sepupu sendiri. Karin itu posisinya sudah kayak teman main, selain kita terikat dalam keluarga besar mama. Pas SMP bareng, SMA juga. Dia confess selesai prom night. Ada acara pribadi buat geng kita, kebenaran aku baru putus dari Konan. Mungkin dia pikir ada peluang untuk masuk lebih dalam. Seandainya boleh jujur, aku sempat risi setiap ketemu dia. Cuma aku enggak mau kecanggungan berlarut-larut, apalagi begitu tahu kita kuliah di Universitas yang sama. Sejak kecil Karin mandiri dan enggak pernah cengeng sekalipun dia cewek. Aku salut sama sikap dia. Saking kerasnya, aku bahkan ragu memperlakukan dia sebagai seorang adik. Aku lebih tua padahal. Dianya suka marah kalau aku terlalu lembut dan terkesan meremehkan dia."
"Sampai sekarang kayaknya, Nar. Aku sendiri diam-diam iri dengan powernya Karin. Dia satu-satunya di antara kami yang selalu percaya diri."
"Loh, bukan kamu berarti?"
"Aku enggak merasa seperti itu di hadapan Karin. Dia dominan dan freedom. Hidupnya masih teratur walau tanpa orang tua."
"Memang segitu mengagumkannya ya, sepupuku itu." Naruto menyeringai sembari sejenak menatap ke bawah, "Dia punya gebetan enggak? Atau kamu pernah lihat dia jalan bareng siapa kek ..."
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT GARAGE
RomanceSeumur-umur, Sasuke Uchiha tidak pernah menoleransi yang namanya bau menyengat dan kotor. Apalagi jika berhubungan dengan mesin dan segala perkakasnya. Tetapi, begitu menyaksikan pesona 'Naruto Uzumaki' si montir keren itu, diam-diam Sasuke membia...