๑ 21.⁴ ๑

415 48 4
                                    

Sudah lima belas menit mereka hanya melakukan peregangan. Naruto sungguh tak habis pikir bahwa Sakura Haruno yang pernah dia anggap sebagai salah satu gadis idaman ternyata punya sisi yang parah untuk membuat kepalanya pening. Gadis itu belum juga menampakkan diri, meski dia dapat menebak alasan di balik ketidakbecusan demikian. Tanggung jawab sangat penting dalam prinsip si Uzumaki sebagai tolak ukur bagi nilai kepribadian individu yang dikenalnya. Dan Sakura Haruno baru saja masuk ke deretan daftar dari orang-orang menjengkelkan juga menyulitkan orang lain. Padahal gadis itu tentu tahu seberapa penting pertandingan ini bagi mereka semua di mana hanya tersisa sedikit hari guna mengasah dan menajamkan kemampuan di lapangan.

"Tidak bakalan datang kayaknya sih, Nar. Mending langsung latihan deh. Waktu berjalan terus soalnya dan dia  sama sekali enggak ada kasih kabar."

Begitu berada di hadapan Uzumaki, Itachi pun menuturkan kebijakannya selaku ketua. "Masalahnya bukan cuma tentang latihan, Bang Ita. Aku jadi nethink. Ini ke depannya bagaimana seandainya dia mundur dari pertandingan? Sia-sia dong latihan kita?! Dekat banget lagi harinya."

Itachi hanya melepaskan pernapasannya agak keras sebelum dia berkata, "Kamu ragu tanpa kehadiran Haruno?!"

"Bang, pertandingannya tunggal dan ganda. Sayang kalau enggak diambil dua-duanya. Aku yakin kita mampu untuk menang. Tapi, kok jadi lucu begini, ya situasinya?! Masa gugur tanpa alasan masuk akal?! Sakura sangat kekanak-kanakan ... ini yang bikin aku malas berurusan sama perempuan. Soal perasaan maupun hubungan selalu dikait-kaitkan ke semua perkara. Ujung-ujungnya begini, merugikan pihak lain." Uzumaki berdecak kepalang kesal, menahan dua tangan di pinggang sambil mendengkus gerah. Pikirannya terombang-ambing tak tentu arah, mencemaskan nasib pertandingan mereka yang sudah di depan mata.

"Lebih tidak berguna lagi kalau kita cuma diam, Nar. Manfaatkan kondisi. Gara-gara kepala kamu dipenuhi Sakura, latihan justru terabaikan."

"Pertandingan, Bang! Bukan Sakura, itu dua hal yang berbeda!"

"Terus, kamu mau apa sekarang, Nar? Apa kita pulang saja?" Itachi bahkan ikut mengerang berat di dekat Uzumaki, mengamati dengan awas juniornya yang satu itu.

"Ya sudahlah, aku latihan." Seraya dia mengambil posisi di tengah-tengah net, nekat mencoba kebolehannya dengan menantang dua rekannya dalam satu putaran sekaligus.

"Nar, ada masalah?!" Itu adalah Lei, si pemuda jabrik berbadan kurus. Ekspresi kusut di muka Uzumaki tak ayal mengundang tanda tanya di benaknya.

"Kalian berdua lawan aku, ya hari ini. Haruno absen Lei--kalian di situ masih semangat latihan 'kan?"

"Pantang mundur, Nar. Kita aman kok, semangat enggak pernah luntur."

"Good." Tanpa diduga kejujuran kecil dari rekannya di seberang berhasil menepis sedikit rasa gundah yang hampir menguasai si Uzumaki. "Jangan menahan diri, Lei! Kalau ada kesempatan langsung babat pakai smash. Aku bakal coba mengimbangi dari sini. Siap?! Aku mulai, ya. Ambil ini!" Bola pun melambung apik menyeberangi net dengan pendaratan mulus di permukaan raket Nami. Beruntungnya, kerja sama serta ikatan mereka tidak terusik walau tiada kehadiran satu rekan yang semestinya melengkapi formasi latihan. Bola sekepal tangan itu bergilir melayang dari sisi kanan ke kiri secara berkesinambungan.

-----

"Sasuke, bebal ya dikasih tahu! Abang bilang tidak usah ke sini dulu, dasar keras kepala."

"Aku bosan di rumah, Bang. Mama sama Papa pergi, terus aku harus banget diam di rumah kayak kucing piaraan?"

"Kucing liar kalau modelan kamu, enggak pantas kucing jinak. Kamu sendiri ke sana kemari semau hati, percuma diperingati baik-baik."

"Terserah Abang, aku enggak mau dengar bacotan panjang. Mending Abang kembali ke lapangan sana! Awasi latihan si Naruto dan teman-temannya." Itachi menggeleng-geleng, puas mengesah pasrah setiap menghadapi pembakangan adiknya ini. "Persis kucing hutan kamu, Sas. Susah diatur." Lalu, Sasuke sekadar mencebik gemas seakan hendak meninju Itachi dengan seluruh tenaganya. Entah ke mana nada lembut abangnya itu pergi, melainkan kata-kata penghakiman dan sebutan ketiga yang kerap mengisi obrolan tegang mereka. Tatapan tajamnya juga tak lepas dari punggung yang kian menjauh dari jarak pandangnya.

"Loh, Sasuke?! Kamu ke sini? Sejak kapan?"

"Ya ampun, Karin! Lama banget aku enggak ketemu kamu, rindu tahu! Enak ya yang cuti berhari-hari."

"Baru juga lima hari, Sas. Reaksimu terlalu hiperbola."

-----



HOT GARAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang