๑ 25.⁴ ๑

288 32 22
                                    

Ajaibnya, Naruto Uzumaki dengan gampang mengantongi izin resmi untuk membawa Sasuke bepergian jauh. Meski hal ini merupakan yang pertama kalinya, tidak pula dia menerima tekanan seperti semua teman pria Sasuke terdahulu. Sehingga gadis itu memutuskan agar tidak lagi-lagi mengajak siapapun kenalannya berkunjung ke rumah mereka.

Bukan trik khusus atau sihir terselubung, si Uzumaki jelas-jelas pemuda modern dan segala pikiran realistisnya. Dia sekadar mengucapkan keadaan yang sebenarnya, berbahasa seadanya serta raut meyakinkan. Dalam hitungan menit, ayah ibu Sasuke mengangguk mantap atas niatnya itu.

"Sasuke tidak boleh telat makan, tidak begadang, tidak keluyuran sendirian, dan harus tetap berada pada jarak pandang pengawasan."

"Papa lebai, deh! Aku sudah dewasa, Pa. Anak kecil saja tidak dikekang segitunya. Masa aku tidak boleh pergi ke mana-mana."

"Papa bukan bicara sama kamu. Tapi, Naruto! Kalau kamu percuma dibilang seperti apa, tetap membantah juga." Alhasil Sasuke bungkam setelah mendengar penegasan dari ayahnya langsung.

"Saya paham, Paman. Saya akan mengingat semua perkataan Paman barusan. Terima kasih sudah mempercayai saya untuk membawa Sasuke."

"Hm. Jangan biarkan dia lolos dari pengamatanmu, Uzumaki! Ini juga penentuan apakah saya menerima lamaranmu atau tidak—Sasuke, papa harap kamu mengerti posisimu. Kamu berperan penting untuk penentuan itu. Maka, jaga sikapmu!" Daripada menanggapi ayahnya, Sasuke justru betah bergeming sambil menahan kekesalannya.

"Sudah, sudah! Cakap-cakap melulu, kapan perginya?"

"Biarkan saja, Ma. Sasuke itu perlu ditegasi memang. Dia suka semaunya, entar di sana malah merepotkan Naruto dan bibi Kushina lagi."

"Bang, kalau sempat susul, ya. Enggak enak sama bang Naga. Dia berharap banget Abang datang."

"Iya, Nar. Aku usahakan, kok. Kalau jadi bakal bareng Dei ke sana."

"Ok, aku tunggu." Si Uzumaki mengangguk sembari berpamitasn sekali lagi untuk memastikan dia dapat pergi dengan hati tenang sebab telah mengantongi izin dari keluarga Sasuke. Mereka bahkan turut mengantar hingga ke mobil sampai jip Naruto berderam meninggalkan kawasan hunian keluarga Uchiha.

-----

Di belahan dataran lain, tepatnya di tengah-tengah antara perbukitan dan kota yang menjadi tempat wisata di Kyoto tampak keramaian dari sebuah rumah bergaya tradisional. Perhelatan akan diadakan besok. Sebab itu anggota keluarga inti pemilik acara terjebak oleh beragam kesibukan berbeda. Satu-satunya suasana cukup tenang berlangsung di halaman belakang di dekat paviliun yang jaraknya lumayan renggang dari rumah utama. Hanya terdengar gemericik air terjun mini di dinding bebatuan mengalir turun hingga ke kolam ikan koi.

"Kamu siap ketemu dia, Konan?"

"Siap tidak siap, apa ada hal khusus yang perlu aku lakukan di hadapannya?"

"Entahlah. Kamu akan menikah denganku, tapi pikiranmu itu masih saja dikuasai si pirang menyebalkan. Pakai sihir dari mana dia?"

"Dewa kematian mungkin."

"Kamu yang cinta setengah mati—aku jadi merasa bersalah karena menjadi penghalang. Andai saat itu kamu tidak sengaja bikin aku mabuk, pernikahan tidak mungkin terjadi. Astaga! Otakku masih juga bertanya-tanya kenapa kamu nekat berbuat sejauh ini, Konan?"

"Untuk menyelamatkan dia dan aku dari hubungan yang tidak semestinya, Nagato."

"Maksudmu?!" Si pria berambut merah di sana mengernyit sepenuhnya, sama sekali tidak menangkap arti perkataan tadi.

"Sejujurnya aku tidak ingin merepotkan diri jika harus berdongeng untuk memuaskan rasa penasaranmu." Tangan dilipat ke dada, menatap serius pada percikan air yang ditimbulkan oleh ekor-ekor ikan koi di dalam kolam. "Kamu sudah memberi makan mereka?"

"Apanya?!"

"Ikannya."

"Demi keselamatan hidup manusia, apa yang kamu pikirkan, Konan? Aku sangat menanti penjelasanmu. Tidak ada kata besok atau aku akan menghentikan pernikahan kita di depan seluruh tamu. Kamu ingin itu?"

"Dasar kekanak-kanakan!" Konan mendengkus malas, sempat juga menatap jemu pada laki-laki di sampingnya. "Ada hal yang belum kamu tahu dan sebenarnya tidak mesti kamu ketahui juga."

"Lalu, apa yang aku dapatkan untuk bisa mengamankan posisiku di sini? Bagaimana pun alasanmu, kamu tidak sepantasnya tega mempermainkan perasaanku."

"Hah ... apa kamu bisa lebih tegas sebagai pria? Perkataanmu selalu bernadakan putus asa. Aku juga tidak bakal sudi menikah denganmu kalau tanpa perasaan apa-apa. Kamu kira gampang hidup berdampingan dengan orang yang tidak disukai?"

"Kamu suka karena terdesak."

"Oh, jadi kamu sudah tahu alasanku memutuskan menikah denganmu? Baiklah, aku tidak perlu lagi menceritakan apapun."

"Bukan, bukan itu maksudku. Ayolah, kamu harus menjelaskannya Konan. Aku hanya ingin agar suasana di hari sakral besok betul-betul damai. Kepalaku tidak bisa tenang hingga saat ini."

"Tolong kontrol dirimu dan dengarkan aku baik-baik. Aku pergi jika sedikit saja kamu memotong kata-kataku."

"Iya, aku mengerti. Jangan membuatku menunggu, Konan! Katakan sekarang."

"Aku tidak akan pernah bisa menjalin hubungan lebih jauh dengan Naruto. Dia dan Yahiku bersaudara, mereka satu nenek. Nenek mereka tidak mengizinkan siapapun dari margaku menjadi menantu di rumah mereka."

"Apa?! Lalu, aku?"

-----

Ini pertama kalinya bagi Sasuke mengunjungi keluarga besar dari teman prianya dan dalam hati dia lega si Uzumaki lah orangnya. Meski kini jantungnya terdengar seperti menabuh genderang, dia tetap memperlihatkan raut biasa-biasa saja di hadapan pemuda itu.

"Jangan jauh-jauh dari aku semisal kamu segan. Keluarga dari mama pasti sudah di rumah sebagian dan kayaknya menginap."

"Takutnya mereka enggak suka sama kedatangan aku."

"Buang jauh-jauh pikiran jelek seperti itu. Keluargaku bukan tipe-tipe yang aristokrat kok, kecuali dari pihak ayah. Ya, sedikitlah."

Mereka sudah tiba di halaman rumah bergaya eropa klasik. Penampilan warnanya didominasi biru tua serta putih gading. Sasuke terpana di situ ketika dapat menjumpai desain rumah demikian di antara bangunan-bangunan cokelat khas masa lampau penduduk setempat.

"Ini rumah kamu?"

"Ya. Kok kaget begitu kelihatannya?" Dahi si Uzumaki berkerut saat menanyakan ini.

"Aku enggak mengira modelnya bakal seperti ini."

"Papa yang desain sendiri. Papa itu arsitek. Dia cinta Jepang, tapi juga enggak mau meninggalkan darah Eropa yang mengalir di seluruh nadinya."

"Papa kamu keren."

"Terima kasih, sayangnya beliau sudah enggak ada di dunia ini—mending kita masuk, pasti kamu cape berjam-jam di jalan." Si gadis Uchiha sekadar menurut, dia betul-betul menempel di sisi Naruto tanpa celah. Setidaknya orang-orang tidak mendengar seberisik apa rongga dadanya. "Pegang lengan aku, mana tahu kamu grogi. Daripada nanti kamu ketinggalan di belakang. Soalnya setelah ini pintu dibuka, semua orang di dalam akan sibuk bergiliran buat memeluk aku."

"Nar, serius?! Ih, kenapa enggak bilang sejak di mobil tadi sih biar aku bisa aware!"

"Salah kamu sendiri kebanyakan melamun. Aku panggil-panggil enggak disahut."

"Nar!"

"Stay cool, Sas. Ini, genggam jari aku yang erat!"

"Eh, anak Bibi! Makin ganteng kamu, Nar ..."

-----

HOT GARAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang