๑ 23.⁷ ๑

411 40 14
                                    

Ada tiga sesi latihan lagi yang sempat diikuti si gadis Uchiha. Dia kembali ke barisannya di tribune usai Naruto menginterupsi kepadanya. Padahal abangnya lebih dahulu mengemukakan hal itu guna keberlangsungan aktivitas di lapangan. Namun, lagi-lagi responsnya bergerak secara naluriah untuk hanya menanggapi penuturan si Uzumaki.

Begitu latihan berakhir, mereka meneruskan perbincangan random yang semula dihentikan. Dari sana Sasuke mengetahui fakta menjengkelkan mengenai sosok gadis bernama Konan, mantan kekasih si Uzumaki semasa di sekolah menengah. Pengakuan Karin menjadi penyebab utama emosionalnya tersulut dalam diam. Terutama ketika temannya tersebut menggambarkan pribadi dan fisik Konan nyaris sempurna. Tentu tak ayal si Uzumaki sungguh tergila-gila kepadanya, terlebih bahwa Konan adalah cinta pertama bagi si pemuda berambut pirang. Sialnya, Sasuke Uchiha justru menyadari jika dirinya benar-benar ingin mendapatkan perhatian Naruto seutuhnya.

"Kayaknya Konan berarti sekali ya buat kamu, Nar. Karin yang notabenenya malas memuji orang lain, malah paling semangat membicarakan dia."

"Soalnya kita semua pernah hangout bareng, Sas. Kita akrab dulu, makanya Karin kedengaran leluasa. Maklum saja, teman lama." Jawaban seadanya si Uzumaki sembari mereka beriringan menuju mobil jip milik pemuda ini. "Kamu buru-buru enggak? Atau kepingin duduk-duduk sambil makan camilan, kebetulan aku lumayan lapar."

"Terserah kamu, sih. Yang penting aku tetap diantar sampai ke rumah."

"Itu sudah pasti, dong. Memangnya mau menurunkan kamu di mana coba malam-malam begini?!" Tatapan Sasuke tak sedetikpun berpaling dari raut tawa si Uzumaki, menyusuri pula setiap gerakannya di saat membuka pintu jip.

"Siapa tahu kamu menyimpan rencana kriminal buat menjual aku ke tukang sirkus keliling." Entah kenapa guyonan kering demikianlah yang tercetuskan dari belah bibirnya. Sedangkan, si Uzumaki kontan memandangnya dalam keheranan sebelum menyemburkan tawa lantang nan renyah.

"Tukang sirkus keliling?!" Sasuke yang tengah menahan diri untuk tidak menggebu-gebu menginterogasi tentang Konan, sekadar menampakkan muka datarnya. "Kamu ada bakat unik apa coba? Kok bisa-bisanya berpikir gabung dengan sirkus keliling."

"Enggak tahu, tiba-tiba saja terucapkan."

"Ya sudah," kata si Uzumaki sembari menarik sabuk pengaman untuk melingkari tubuh Sasuke. Jelas pula aksinya mengakibatkan gadis itu tersipu dan lekas mengalihkan muka. "Enggak bakalan ada sirkus yang mau terima kamu. Mau tahu apa sebabnya?" Si empu menengok tanpa sepatah pun sahutan. "Kamu terlalu cantik. Jadi, mereka berat untuk menerima kamu sebagai anggota. Bukannya menampilkan kelucuan, dikira fashion show oleh penonton. Masa anggota sirkus segini modisnya?!" Meski ekspresi belum dia perlihatkan, diam-diam Sasuke menyembunyikan debar-debar di dadanya.

"Seat belt kamu kenapa enggak dipasang?"

"Uhm, mau mampir ke mini market di perempatan jalan. Beli ramen sekalian kopi," Tuas persneling ditarik seiring dia menekan pedal di bawah kakinya. "Aku tadi sudah bilang, ya. Kata kamu tidak apa-apa. Paling lima belas menit makannya, habis itu aku antar pulang."

"Semuanya aman, enggak ada yang marah kalau aku perginya sama kamu, Nar. Awalnya sulit bukan main minta izin ke mereka."

"Orang tua maunya diberi kepercayaan, Sas. Jadi, pasti ada sebabnya bila mereka melarang."

"Kata bang Ita, teman-temanku yang mampir ke rumah pada meragukan gelagatnya."

"Endingnya apa?"

"Ya pada jera buat balik berkunjung. Mereka selalu diisengi bang Ita. Malah ada temanku yang bilang kalau bang Ita itu lebih menakutkan dari papa." Sudut-sudut bibir si Uzumaki terangkat dan Sasuke bisa melihatnya sepintas.

"Aneh juga, ya. Bisa-bisanya teman kamu menganggap bang Ita menyeramkan. Di mataku dia salah satu senior yang baik dan enggak macam-macam. Aku pernah hampir menjadi bulan-bulanan senior. Mereka satu geng yang menurutku cukup problematik. Berlagak keren, merasa punya power dan haus penghormatan. Untungnya aku sedikit tahu cara menangani mereka tanpa perlu merelakan harga diri diinjak-injak."

"Aku pikir di kampus kita enggak ada oknum-oknum seperti itu."

"Mungkin karena kamu perempuan, dan dari segi penampilan juga terlihat eksklusif. Atau mereka sudah tahu kamu adik bang Ita. Jadi, pilih mundur. Meski aku bilang bang Ita senior yang baik,  beberapa mahasiswa di kampus ini lebih suka cari aman dengan menjaga jarak."

"Segitunya?"

"Iya, tanya saja bang Ita."

"Malas, ah! Bang Ita makin bawel sekarang."

Si Uzumaki lagi-lagi tertawa sebelum getar ponsel di saku celananya mengusik perhatian dia. "Sebentar ya, Sas. Aku angkat telepon." Keningnya berkerut saat membaca nama kontak yang muncul di layar HP-nya, Saara. "Ada apa? Tumben kamu yang telepon."

"Kenapa? Abang enggak suka aku telepon?"

"Bukan begitu--"

"Terserah Abang mau berpikiran apa. Tapi, pasang telinga lebar-lebar dan simak berita penting ini ... bang Nagato mau menikahi kak Konan. Minggu depan acara melamarnya, kata ibu Abang juga wajib ikut."

Momen selanjutnya erangan si Uzumaki cukup keras berembus, serentak dia mengalihkan pandang ke jendela. Beragam dugaan bergumul di akal dan hatinya.

"Abang--"

"Hem?!"

"Kok diam?"

"Terus, harus merespons bagaimana?!"

"Tanya kek, kok bisa? Kok buru-buru, kok abang enggak dikabari?"

"Enggak perlu! sudah 'kan? Bilang sama ibu Abang enggak bisa ikut."

"Eh, tunggu! Jangan ditutup dulu! Ada satu hal lagi yang belum Abang dengar."

"Saara, Abang sedang menyetir. Jangan yang aneh-aneh! Kamu mau mengerjai Abang 'kan?!"

"Siapa yang mengerjai? Ini nyata, loh! Kak Konan hamil."

"Apa?!"

"Kak Konan hamil, dan itu anaknya bang Nagato. Ini alasan kenapa pernikahannya harus segera dilaksanakan. Jadi, sebaiknya Abang--"

Namun, tidak tuntas perkataan adiknya, Naruto tergesa-gesa memutus percakapan tersebut. Dia bahkan sengaja menonaktifkan HP miliknya, meletakkan kemudian di atas dasbor.

"Kenapa, Nar? Ada masalah?"

Senyuman sumbang menjawab pertanyaan Sasuke. Dia menyadari sesuatu telah mengganggu kenyamanan pemuda di sebelahnya.

"Sas, langsung pulang saja, ya."

"Kamu yakin enggak apa-apa?"

"Aman, Sas." Seringai serupa, sering disaksikan Sasuke kendati kali ini maknanya terbaca berbeda.

Dini sekali suasana berganti hening, sehingga si Uzumaki memenuhi amarahnya dengan sengaja meninggikan kecepatan mobil. Jalanan sepi kian memicu kekesalan, seolah-olah dia hendak meluapkan rasa kecewanya pada detik itu juga.

Suara si gadis Uchiha bagai tertelan angin, seperti sekelebat udara menghapusnya dari rungu. Gelapnya malam, tubuh lelah, serta pikiran yang sekadar menumpuk segala bentuk kesakitan makin membesar.

Naruto tidak memahami apapun kini, walau sekeras kemampuan dia mencoba mempertimbangkan penyebab perpisahannya dengan Konan Kimura. Perempuan itu tetap pula berdiri kukuh dengan alibi pribadinya tanpa bersedia mengungkapkan.

Entah dari mana sedan hitam mendadak datang dari depan. Si Uzumaki sontak menatap tegang ke hadapannya, membanting setir ke kanan guna menghindari tabrakan. Nahas, upayanya menyelamatkan situasi pupus ketika mobil jipnya naik ke trotoar dan menghantam keras tembok pembatas.

Selamat berpuasa bagi yang menjalankan.
Semoga kebahagiaan dan sehat selalu menghampiri kalian, ya.. ^-^

HOT GARAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang