๑ 19.⁴ ๑

510 55 13
                                    

"Yakin mau ikut turun? Enggak takut kena bola lagi? Entar kayak kemarin, kepala kamu benjol." Naruto masih memegang roda setir ketika mobil Sasuke sudah sampai di gerbang sekolah. "Sasuke ..." tanyanya ulang dan entah kenapa nadanya melembut, sampai-sampai rongga dada Sasuke mendadak ribut di dalam sana.

"Ehm, ikut deh, Nar."

"Jangan menyesal ya kalau ban depan sudah masuk ke gerbang."

"Enggak bakalan, kok," katanya.

Sejenak Naruto memandang intens dan Sasuke belum siap untuk afeksi sekuat itu. Alhasil dia membuang muka, enggan Naruto tahu segugup apa dia sekarang. "Oke. Aku gas, ya." Sasuke Manggut-manggut lamban sembari memperhatikan kondisi sekitar yang tak begitu menarik dari kaca jendela.

Mending kamu tetap kasar, Nar. Daripada jantungku yang mendadak enggak sehat.

-----

"Loh, ada Sasuke." Itu Itachi, menghampiri Naruto untuk beradu fist bum. "Tumben kamu ke sini?! Awas kena bola. Kadang-kadang pemain kelewat semangat. Pukulan smash bisa membal keras ke luar lapangan, terus mendarat ke jidat kamu." Itachi ketawa main-main, mengejek kusutnya muka Sasuke saat ini. "Duduknya agak ke dalam saja, buat jaga-jaga. Kebetulan malam ini penontonnya ramai, penggemar Naruto pada datang buat mendukung. Tribune hampir penuh itu." Decak jemu akibat perkataan abangnya terdengar, mengudara sampai ke telinga Naruto.

"Kamu yang mau ya, Sas. Aku sudah mengingatkan sebelumnya--Bang, aku langsung ke lapangan. Sakura di mana?"

"Ganti baju katanya tadi."

"Ya sudah ... hati-hati, Sas!" Kaki panjangnya diayun lebar setelah seruan itu, beriringan tatapan Sasuke intens tertuju ke punggungnya yang kokoh.

"Hei, Sas! Melamun melulu! Duduk sana! Segitunya banget matanya ke Naruto, naksir kamu?"

"Masa bodoh lah, Abang enggak jelas." Itachi tertawa maklum, menggeleng-geleng sebelum tungkainya menyusul ke lapangan. Sementara, Sasuke mengambil duduk di tribune bagian tengah seperti anjuran abangnya. Alih-alih nanti dahi atau mungkin hidungnya yang bakal jadi sasaran tembak bola.

-----

Tiga puluh menit latihan berjalan, secepat kilat bola hijau sekepal tangan itu melesat laju ke tribune. Sasuke refleks tersentak kendati pantulan tak mengenai dirinya, melainkan seorang pusa yang tepat berada di depan dia. Sejemang terperanjat, melongo dengan mata berkedip-kedip bingung jangka Naruto pun sudah berdiri di sampingnya.

"Enggak kena 'kan?"

"Dia yang kena," jawab Sasuke polos, menunjuk ke pemuda tadi.

"Kalau dia sih enggak apa-apa. Kulitnya sekeras badak. Iya 'kan, Choji?"

"Keras sih keras, Nar. Tapi, perih juga ini pipi."

"Kamu kekuatan memukul bolanya, Nar. Pipinya merah itu."

Si Uzumaki cengar-cengir kaku, menepuk-nepuk punggung temannya tadi sebelum berkata, "Sorry ya, Ji. Besok siang aku traktir makan deh, mau enggak?"

"Boleh lah, Nar. Lumayan 'kan dapat makan gratis. Kirimanku hampir limit soalnya." Ekspresinya tampak ceria, walau tak mengurangi sensasi pedas di wajahnya.

"Sip. Porsi jumbo juga enggak apa-apa, Ji."

"Thank's banget pokoknya, Nar. Makan sepuasnya buat stok malam sekalian. Biar enggak perlu seduh-seduh ramen lagi."

"Iya, gampanglah besok. Habis jam kuliah kita serbu kafetaria."

"Yoi, Brother." High Five berbunyi nyaring serempak seringai lebar seakan menegaskan keakraban mereka. Tak lama berselang Choji mengembalikan perhatiannya ke lapangan, menyaksikan satu grub lain tetap berlanjut aksinya.

"Pakai ini, Sas. Latihannya masih panjang, mana tahu pukulan-pukulan susulan bakal kesasar ulang ke sini." Sebuah topi baseball mendarat rapi di kepala Sasuke. Pemberian Naruto untuk berjaga-jaga agar gadis itu tidak menjadi sasaran empuk serangan gagang raket dari tangan-tangan terlatih. "Sudah, ya. Aku mau balik latihan lagi," sambung Naruto begitu santainya tanpa menyadari betapa merah wajah si gadis akibat act of service olehnya barusan.

"Dia sengaja, ya bikin aku baper? Napasku terasa jadi lebih pendek akhir-akhir ini. Maumu apa sih, Nar?!" Rengek Sasuke di situ, air mukanya pun ikut cemberut. Pemuda tambun di depannya Choji melirik ke belakang. Reaksi demikian praktis menyebabkan Sasuke melotot spontan. Dia dengar yang kubilang tadi? Mati aku ...

-----

HOT GARAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang